Ujian Cinta

21 1 0
                                    

Malam seusai pelatihan...

Al dan Dinda mengatur pertemuan di sebuah cafe didekat kantor Dinda. Al tersenyum bahagia setibanya Dinda. Tak menunggu lama, makanan datang. Al sudah memesankan spagetti sebelum Dinda tiba.

"Tadi, disaat aku tanya apa kabar, kenapa tidak menjawab?"

"Karena aku tidak tahu harus menjawab apa."

"Kau kan bisa menjawab baik - baik saja dan selesai kan!"
Dinda melanjutkan makannya.

"Aku bingung, jika aku jawab baik - baik saja, pada nyatanya aku tidak baik - baik saja. Jika aku jawab aku buruk, pada nyatanya aku tidak buruk. Tapi, sekarang aku bisa menjawabnya. Aku bahagia, sangat bahagia."

Dinda tersenyum mendengar jawaban Al.

"Kenapa tidak pernah memberi kabar?"

"Sejak terakhir kita komunikasi, aku mencoba lagi tapi nomermu sudah tidak aktif. Seluruh ajudan ayahmu, termasuk Dimas tidak ada yang mau memberi nomer mu. Mungkin ketua benar - benar marah. Hah, lagi pula, kenapa semua media sosialmu tidak kau aktifkan? Kenapa pula tidak pernah menghubungiku? Berusaha melupakanku?"
Al menatap Dinda, sedikit kesal tapi bahagia.

"Ini semua ulah ayah. Ayah sengaja memblokir nomermu di hapeku. Dan hal yang sama terjadi padaku. Semua juga menyembunyikan nomermu. Ayah menyetingnya begitu. Ayah juga membuatku sangat sibuk. Jadi membuatku lelah setiap harinya."

"Ehm... Maaf ya, usahaku mencarimu kurang keras."

"No problem, terpenting kita sudah bertemu..."
Mereka tersenyum renyah.

"Bagaimana kabar ketua dan nyonya? Bagaimana disana?"

"Semua baik - baik saja. Tidak ada yang berubah."

"Ehm... Aku lihat kau begitu akrab dengan direktur Hamam?"

"Kau cemburu?"
Al hanya menjawabnya dengan salah tingkah.
"Beliau memang seperti itu. Sangat friendly..."
Dinda tertawa kecil mengingat direktur Hamam. Ia memandang jam tangannya lalu memutar bola matanya.

"Kau menunggu siapa?"

"Eehm... Itu dia..."
Dinda melihat kearah datangnya Dimas. Al langsung berdiri memeluk Dimas.

"Ah, tega sekali kau menyembunyikan Dinda padaku!"
Eluh Al pada Dimas lalu menerima segelas minuman dan memberikan pada Dimas. Dimas langsung meneguknya.

"Ini namanya ujian cinta. Bagaimana, bahagia kan kalian sekarang?"
Dinda dan Al menjawabnya dengan senyuman bahagia.
"Ini untuk kalian!"
Dimas memberikan 2 undangan untuk Dinda dan Al.

"2 months again? Wow, selamat, aku turut bahagia..."

"Kak, kenapa tidak memberi tahuku. Ehm... aku turut bahagia kak. Akhirnya, masa lajangmu punah!"
Dinda mengatakannya sambil melihat undangan itu.

"Aku akan sangat marah jika kalian tidak datang!"

"Aku pasti..."

"PAPA..."
Teriakkan seorang anak kecil menghentikan ucapan Al. Semua mata tertuju pada anak itu. Anak laki - laki berumur 6 tahun itu berlari ke arah Al.
"Papa kemana saja? Aku senang bertemu papa..."

Al tersenyum paksa lalu memeluk anak itu, menanyakan bundanya kemana. Dinda dan Dimas hanya diam. Benar - benar Diam.

"Hah, maaf anakku menganggu kalian!"
Seorang wanita datang dengan terengah - engah lalu mengambil anak itu dari Al.
"Fachmi, ayo kita pergi nak! Jangan ganggu papa, papa sedang bekerja!"

"Bunda, aku tidak mau. Papa, belikan Fachmi es krim dulu!" Rengek Fachmi.

"Dinda, Dimas, aku akan jelaskan nanti. Aku mohon, setelah membelikan es krim aku akan kembali, tunggu aku! Ku mohon!"
Al langsung menggendong anak itu dan segera pergi.

Wanita itu, memandang Dimas dan Dinda, merasa bersalah. Mengucap maaf lalu pergi.

Al berlari dengan cepat menuju Dinda dan Dimas tapi percuma, mereka tidak ada lagi. Al mengusap wajahnya. Jelas ini kesalahpahaman...
*****
Kesalahpahaman apa Al? Jelas itu anak manggil kamu papa. Gimana ceritanya?

Direkturku, Pasanganku!!!Where stories live. Discover now