Siuman

66 0 0
                                    

Rumah Sakit...

Dinda berjalan pelan menuju ruang tawarin paman. Namun, langkahnya terhenti. Dari kejauhan ia melihat seorang pria, memakai baju serba hitam dengan topi hitam terlihat sedang mengawasi kamar paman sambil menelepon seseorang. Dinda mendekati pria itu dengan pelan.

Pria itu terus mengawasi ruangan paman Lee sambil berbicara pada lawan teleponnya. Ia hanya mengatakan kepada lawan teleponnya bahwa orang yang tertabrak adalah paman Lee yang merupakan paman Ferdi. Ia juga mengatakan bahwa paman Lee baru saja sadarkan diri tadi pagi. Ia juga menceritakan bahwa Ferdi tidak kembali ke ruangan pamannya sejak semalam. Orang itu terlihat mengangguk lalu menyimpan hpnya. Pria itu menoleh, Dinda langsung bersembunyi. Setelah itu, pria itu langsung pergi.

Dinda berjalan pelan menuju ruang rawat paman. Bibi langsung memeluk Dinda ketika Dinda datang. Dinda tersenyum senang ketika melihat paman. Ia menghampiri paman dan bersyukur atas sadarnya paman. Dinda menanyakan kepada bibi bagaimana keadaan paman. Bibi hanya meminta Dinda untuk mendoakan agar paman segera sembuh. Dinda hanya tersenyum.

"Dinda... Bisa kita keluar sebentar, ada yang ingin ku bicarakan padamu."
Dinda hanya mengangguk. Mereka pun keluar dan duduk didepan ruangan paman.

"Dinda, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa bisa seperti ini?"
Dinda dengan tenang menceritakan kejadian itu. Bibi hanya mengangguk beberapa kali. Dinda meminta bibi untuk berpura - pura tidak tahu apapun tentang ini. Bibi hanya mengangguk.

"Bibi, aku tidak melihat direktur Ferdi dikantor, aku pikir dia kemari ternyata tidak ya."

"Iya nak... Semalam Ferdi meminta izin padaku untuk keluar, setelah itu ia tidak kembali. Tapi aku yakin dia masih disekitar rumah sakit ini. Dinda, bibi minta tolong padamu ya, carikan Ferdi. Sejak semalam ia belum makan nak, aku mengkhawatirkannya. Tapi, aku harus menjaga paman Lee."

"Iya bi, aku akan mencarinya."
Bibi tersenyum.

"Oiya bi, bibi hati - hati ya. Jangan tinggalkan paman sendirian, bibi harus segera telepon Dinda ya jika ada sesuatu yang tidak baik."
Pinta Dinda pada bibi Yuan. Bibi menanyakan ada apa.

"Tidak ada apa - apa bibi... Aku hanya ingin bibi terus disamping paman."
Dinda tersenyum. Bibi hanya mengangguk.

"Ya sudah bi, aku cari Direktur dulu ya." Bibi mengangguk. Dinda pergi meninggalkan bibi Yuan.

Dinda mulai mencari Ferdi diberbagai sudut rumah sakit namun ia tidak juga menemukan sosok Ferdi. Dinda terus mencari Ferdi hingga langkahnya terhenti saat melihat Ferdi sedang duduk dibangku taman. Dinda tersenyum dan menghampiri Ferdi. Dinda duduk disamping Ferdi, Ferdi menoleh kepada Dinda sejenak lalu kembali melihat kedepan. Ferdi menanyakan sedang apa Dinda di rumah sakit. Dinda mengambil kotak makannya.

"Hari ini aku membuat sandwich. Bukankah wanginya sangat menggoda?"
Dinda, membuka kotak makannya sambil tersenyum tapi Ferdi masih diam saja.

"Tadi aku sudah makan banyak, bantu aku untuk menghabiskannya ya."

"Pulanglah..."
Ferdi mengatakan dengan lirih. Dinda kembali menutup kotak makannya.

"Tadi aku mencarimu dikantor tapi kau tidak ada, aku berpikir kau di rumah sakit, ternyata dugaanku benar kau disini."
Dinda tersenyum. Ferdi masih diam.

"Kenapa hpmu tidak aktif, kau membuat semua orang khawatir..."

"Pergilah... Kumohon, jangan bersamaku!"
Ferdi bersuara lirih.

Dinda hanya mengatakan bahwa hari ini ia free jadi ia bisa pergi untuk menemani Ferdi dan bibi.

"Pergilah..."
Senyum Dinda menghilang, ia memandang Ferdi yang tidak mau memandangnya.

"Ada apa denganmu direktur?"
Dinda memandang wajah Ferdi yang terlihat sedih.

"AKU BILANG PERGILAH, PERGILAH JIKA KAU TIDAK MAU TERLUKA!"
Dinda hanya menatap Ferdi bingung. Ferdi berdiri membelakangi Dinda.

"Aku tidak ingin lagi ada orang yang terluka karena aku, jadi pergilah!" pinta Ferdi dengan nada lebih rendah.

"Direktur, tidak ada yang terluka karenamu. Ini semua kecelakaan, ini bukan salahmu!"

"KAU SAKIT KARENA AKU, PAMAN SAKIT KARENA AKU, SIAPA LAGI YANG AKAN TERLUKA KARENA AKU? DIA INGIN MENCELAKAIKU TAPI LIHAT SIAPA YANG TERLUKA! JADI JIKA KAU INGIN BAIK - BAIK SAJA, PERGILAH DAN JAUHI AKU!"
Dinda hanya diam, duduk dibangku taman itu.

"Kau sudah selesai berbicara?"
Dinda membuka obrolan setelah beberapa saat hening.

"Ada apa denganmu direktur? Siapa yang terluka karena siapa? Tidak ada yang akan terluka lagi. Ini semua musibah bukan karenamu. Ada atau tanpa adanya kau jika paman harus terluka maka paman akan terluka, jadi ini bukan salahmu..."

Dinda memandang punggung Ferdi. Dinda berdiri dan menyentuh pundak Ferdi.

"Paman akan baik - baik saja, kau harus percaya itu!"

"Kau terluka karena aku, paman juga terluka karena aku..."
Dinda menyentuh lengan Ferdi dan mengajak Ferdi untuk duduk. Mereka kembali duduk.

"Kumohon jangan seperti ini!"
Dinda menatap Ferdi, begitupun Ferdi. Tatapan Ferdi pada Dinda, Dinda dapat membaca, tatapan kesedihan, penyesalan, ketakutan, kecemasan, semua berkumpul menjadi satu yaitu berada di tatapan Ferdi.

"Aku tidak ingin siapapun terluka lagi karena aku. Aku tidak mau kehilangan siapapun!"

"Aku tahu itu."
Dinda lalu mengenggam tangan Ferdi.

"Oleh karena itu, kau harus kuat, kau harus bisa menjaga paman dan bibi agar mereka bisa hidup dengan tenang. Kau harus bisa melawan dia yang ingin melukaimu."

"Aku tahu, ini memang sulit untukmu. Tapi jangan seperti ini. Jika kau seperti ini, dia bisa melukaimu dengan mudah, dia bisa melukai siapapun disekitarmu dengan mudah. Siapapun dia, dia hanyalah seorang pengecut yang bersembunyi tanpa berniat menampakkan diri. Kau harus bisa bertahan, kau harus kuat untuk melawannya..."

"Pergilah dariku, ku mohon pergilah!"

"Sudah ya, aku tidak mau mendengarmu mengatakan seperti itu lagi."
Dinda tersenyum dan kembali mengambil kotak makannya.

"Sekarang kau harus makan!"
Ferdi menggelengkan kepalanya. Dinda membuka kotak makan itu dan berbicara seolah - olah sandwich itu yang sedang berbicara.

"Hai direktur pemarah, lihatlah aku... Makanlah aku... Bukankah aku terlihat begitu lezat... Lihatlah, pasti kau akan tergoda olehku... Ayo makan aku!"

Ferdi tersenyum. Ferdi mengambil sandwich itu dan memakannya. Dinda tersenyum senang melihatnya. Selesai makan, Dinda langsung memberikan minum untuk Ferdi. Ferdi meneguknya hingga habis.

"Ayo kita menemui paman..."
Dinda tersenyum.
"Paman sudah sadar!" bisik Dinda.

Ferdi menatap Dinda dengan wajah tidak percaya. Dinda berdiri, mengenggam tangan Ferdi lalu mengajaknya menemui paman.

Sesampainya diruangan paman, Ferdi langsung masuk dan menghampiri paman. Ia mengenggam tangan paman dan meminta maaf. Paman menatap Ferdi dan tersenyum. Airmata Ferdi mulai menetes, bibi Yuan menghampiri Ferdi dan mengusap lembut bahu paman.

"Paman... Aku benar - benar takut kau kenapa - napa."

Paman hanya mengedipkan matanya. Bibi memeluk Ferdi. Airmata Ferdi semakin mengalir sedangkan Dinda hanya berdiri didekat pintu.

Oh Tuhan, bagaimana aku tidak terharu kalau seperti ini? Orang yang awalnya aku anggap sebagai orang songong ternyata seperti ini. Ternyata memiliki hati yang sangat lembut.

"Paman mengucapkan terimakasih karena kau segera membawanya kerumah sakit."
bibi Yuan berusaha menenangkan Ferdi. Paman kembali mengedipkan matanya. Bibi melepas pelukannya terhadap Ferdi.

"Sudah, semuanya akan baik - baik saja."
bibi mengusap lembut bahu Ferdi. Dinda juga berbalik arah, menghapus airmatanya.

"Kau terlihat sangat tampan jika kau tersenyum nak!"
Ferdi langsung tersenyum dan menghapus airmatanya.
******
Sebenarnya siapa yang mencoba membunuh Ferdi? Siapa dalang dibalik semua ini? Sabar Ferdi, yang buruk pasti akan terbongkar juga..

Direkturku, Pasanganku!!!Where stories live. Discover now