Mantan

27 2 0
                                    

Al terdiam disudut café sambil meneguk kopi buatannya sendiri, sesekali memegang tengkuk lehernya. Entah kenapa kepalanya terasa begitu berat.

“Kakak sudah sejak tadi disini?”
Dinda tiba - tiba muncul.

“Aku yang membantu karyawan membuka café.” Jawab Al sambil menatap keluar jendela.

Tempat duduk itu memang tempat favorit Dinda dan Al, dari sana ia bisa leluasa melihat keadaan luar.

“Kudengar dari kak Dimas, semalam kau tidak tidur karena tugas tambahan dari ayah. Istirahatlah kak, kau pasti lelah!”
Dinda memandang wajah Al yang lelah.

Al hanya meneguk kopinya tanpa menjawab ucapan Dinda. Ia langsung menurunkan kopinya dan memandang keluar.

“Bukankah aku sudah mengatakannya padamu, aku tidak mau melihatnya lagi. Kenapa kau masih memintanya datang?” kesal Al sambil terus memandang keluar.

Dinda ikut melihat siapa yang Al maksud. Dinda mengerti sekarang, dia melihat Chelsea mendekat ke cafénya.

“Chelsea? Kak, sungguh aku tidak memintanya datang, aku bahkan memintanya untuk tidak datang kemari.”
Dinda menjelaskan pada Al, ia takut Al berpikiran tidak – tidak padanya.

Dinda mengambil hapenya dan menunjukkan pesan yang ia kirim ke Chelsea tadi malam. Al membacanya dalam hati.

Aku dan kak Al akan pergi besok. Kami tidak ada di café, jadi kau tidak perlu datang untuk menemui kami.’

“Kau urusi dia, aku tidak mau melihatnya!”
Al meninggalkan Dinda dengan kesal. Baru saja Dinda akan pergi, Chelsea sudah memanggilnya.

“Eh Hai… Aku baru saja akan pergi. Kau ada apa kemari?”
tanya Dinda, meringis.

“Tidak… Hanya ingin menikmati kopi saja.”

20 menit sudah Dinda dan Chelsea berbincang – bincang. Sejak kemarahan Al padanya, ia tidak pernah lagi menyebut nama Al didepan Chelsea. Dinda tersenyum dan mengatakan bahwa ia ingin ke toilet. Baru saja akan berdiri, ia dikagetkan dengan kedatangan Gio yang langsung menggebrak meja hingga membuat Dinda dan Chelsea kaget. Mendengar itu semua, Al melihat mereka dari jauh. Gio langsung menarik Chelsea kasar membuat beberapa pelanggan lainnya terlihat kaget dan memandang khawatir.

“TERNYATA KAU DISINI SELAMA INI? TAPI KENAPA KAU MENGATAKAN PADAKU BAHWA KAU SEDANG KULIAH?” bentak Gio.

“Tuan… Kumohon jangan berbuat kasar padanya!” mohon Dinda.

“APA URUSANMU? CHELSEA ITU PACARKU, KAU TIDAK BERHAK IKUT CAMPUR DALAM URUSAN KAMI!”
Bentak Gio pada Dinda. Melihat itu, Al langsung berlari menghampiri Dinda.

“OWH… JADI DIA YANG MEMBUATMU KERAP KEMARI?” Bentak Gio sambil menunjuk wajah Al.

Chelsea meminta maaf dan memohon pada Gio untuk pergi. Seorang anak buah Gio datang dan membawa Chelsea ke mobilnya. Gio memandang Al tajam. Sementara Al terus meminta Dinda mundur.

“APA KARENA KAU SUDAH KAYA LALU KAU INGIN MENGAMBILNYA KEMBALI? KAU INGIN BALAS DENDAM DENGANKU KARENA AKU TELAH MEREBUTNYA DARIMU? BELUM PUAS KEMARIN AKU MEMBUATMU BABAK BELUR?” Bentak Gio…

Dinda hanya terdiam.

ingin kembali? Gio merebut Chelsea? Kak Al dibuat babak belur oleh Gio.’

Ia benar – benar merasa bersalah bagaimana bisa ia tidak tahu siapa mantan Chelsea yang ia ceritakan selama ini padanya.

“Gio… Gio… Bukan begitu, aku bisa jelaskan… Aku…” belum selesai Al berbicara, Gio memukulnya hingga Al terjatuh.

Al langsung bangkit dan mencoba memukul Gio namun, kedua anak buah Gio langsung memukulnya hingga Al tergeletak. Lalu mereka pergi begitu saja. Beberapa karyawan langsung membawa Al masuk, beberapa lagi mencoba menenangkan para pengunjung. Dinda memandang Al dengan panik. Beberapa karyawannya datang membawa minuman hangat, handuk, air bersih, dan kotak P3K, setelah itu mereka kembali bekerja.

Dinda mengambil handuk kecil lalu membersihkan wajah dan tangan Al. Sesekali Al terlihat meringis kesakitan. Setelah itu, ia mengambil kotak P3K untuk mengobati luka – luka Al. Setelah selesai, Dinda merapikan obat – obatan, mengambil minum dan membantu Al untuk meminumnya.

Dinda perlahan mundur tapi Al mengeram kesakitan karena Dinda tidak sengaja menduduki kakinya. Dinda melepas sepatu Al dan memang benar ada memar dikaki Al. Dinda mengambil salep lebam dan membalurnya diluka Al.

Dinda pergi mengambil kain untuk menutup tubuh Al. Al perlahan menutup matanya, selain badannya yang terasa sakit juga karena matanya yang mengantuk. Ia menutup matanya namun, telinganya masih berfungsi dengan baik. Dinda menutup sebagian tubuh Al dan terdiam. Seketika airmatanya mengalir saat melihat wajah Al yang penuh lebam. Al kembali membuka matanya.

“Kau kenapa Dinda?” lirih Al. Dinda langsung menghapus airmatanya dan tersenyum.
“Kau mau berbohong padaku?”
Dinda hanya menggelengkan kepalanya.
“Lalu kenapa kau menangis?”

“Maafkan aku kak, aku benar – benar tidak tahu kalau Chelsea adalah…” dengan airmata

“Sudahlah… Sudah…” sahut Al sambil tersenyum. Al mengangkat tangannya dan menghapus airmata Dinda.

“Kakak tidakpapa…” sambungnya.

“Sekarang istirahatlah kak, kau harus banyak istirahat!” pinta Dinda.

“Aku tidak bisa tidur…”

“Apa ada yang sakit lagi kak, apa ada yang luka lagi kak?” sahut Dinda cemas.

“Bagaimana aku bisa tidur kalau kau menangis?” 
Al manja. Dinda tersenyum.

“Tidak tidak… Aku tidak akan menangis, jadi istirahatlah!” pinta Dinda dengan senyumnya.

Al mengangguk lalu menutup matanya. Dinda bergegas meninggalkan Al agar Al bisa istirahat dengan tenang tapi Al menahannya dengan memegang tanggan Dinda. Dinda terdiam, kedua matanya memandang Al.

“Bisakah kau menemani aku sebentar saja?”
Al mengatakan dengan mata tertutup. Ia ingin membuka matanya namun, matanya begitu berat untuk terbuka. Dinda hanya mengangguk meski Al menutup matanya. Al melepas tangan Dinda dan Dinda ganti mengenggam tangan Al.
*****
Yah, udah, baper deh mereka.. Din, woi woi inget Ferdi

Direkturku, Pasanganku!!!Where stories live. Discover now