Datang lagi

29 2 0
                                    

Dinda tersenyum melihat cafénya yang semakin hari semakin ramai pengunjung. Al ikut tersenyum memandang Dinda senang. Seorang karyawannya terlihat memberikan laporan keuangan café bulan ini. Dinda dengan bantuan Al mengeceknya dengan semangat.

Al adalah laki – laki yang memiliki penasaran tinggi terhadap ilmu. Ia bisa dengan mudah mempelajari hal baru, salah satunya tentang laporan keuangan. Itulah yang membuat Dinda senang saat bersama Al, karena dia dapat menjawab apapun pertanyaan Dinda. Dinda mengucapkan terimakasih dengan wajah manjanya.

“Kak, aku keluar sebentar ya. Ada temanku yang akan datang tapi dia bingung jadi aku harus menjemputnya.”
Al hanya mengangguk dan menawarkan apakah perlu diantar.

“Tidak usah kak, hanya didepan saja.”
Dinda tersenyum. Al hanya mengangguk. Dinda pergi.

“Wah kau belajar bisnis begitu cepat ya. Café mu maju dengan sangat cepat. Sepertinya aku perlu berguru padamu!” puji teman Dinda pada Dinda setelah duduk.

“Kau mau mencoba menu baru di café ku? Sekalian aku ingin meminta pendapatmu tentang menu baruku.”
Teman Dinda mengangguk setuju. Dinda meninggalkan temannya untuk menghampiri Al.

“Kak, ada temanku didepan. Tunjukkan kehebatanmu ya kak.” Mohon Dinda. Al hanya mengangguk. Dinda kembali pada temannya.

“Ehm… Ada apa? Saat meneleponku suaramu terdengar sangat kesal?”

“Kau tahu pacarku?”
Dinda hanya mengangguk.

“Aku kesal sekali padanya. Tiba – tiba dia menjadi sangat protektif, kemanapun aku harus melaporkan padanya. Hah, aku merasa terkekang.” Kesalnya.

“Minuman special untuk teman Dinda.”
Al dengan senyum manisnya. Namun, senyumnya menghilang saat melihat teman Dinda.

“Kenalkan, dia Chelsea temanku kak!”
Dinda mengenalkan. Chelsea dan Al saling tersenyum canggung. Mereka berpura – pura bahwa mereka tidak saling mengenal didepan Dinda.

“Duduklah kak!” pinta Dinda.

“Aku tidak mau menganggu obrolan kalian jadi lebih baik aku masuk.” Canggung Al.

“Tidak… Tidakpapa, aku tidak merasa terganggu.” Sahut Chelsea dengan senyumnya. AL pun duduk, ia nampak sangat tidak nyaman berada disana.

“Apalagi contoh keprotektifan pacarmu itu?”
Dinda memandang Chelsea.

“Dia sering sekali mengecek hapeku. Bahkan aku harus mengganti nama setiap teman laki – laki di hapeku. Aku sangat kesal. Kau tahu sendiri kan aku paling tidak suka dikekang.” Rengek Chelsea.

“Bukankah itu artinya dia ingin melindungimu, bukankah begitu kak?”
Al mengangkat kepalanya. Ia benar – benar tidak nyaman masuk dalam pembicaraan ini.

“I… Iya… Bukankah seharusnya kau bersyukur memiliki pacar yang slalu ingin tahu kegiatanmu. Mungkin dia seperti itu karena dia takut kehilanganmu atau mungkin dia tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk padamu.”
Al dengan senyumnya diakhir kalimat.

“Tapi dia sangat berbeda dengan mantanku. Dia sangat baik dan perhatian padaku. Tidak seperti pacarku yang terlalu posesif, membuatku seperti dineraka!” kesal Chelsea.

Dinda menghembuskan nafas berat dan merebahkan punggung di kursinya.

“Hah, aku kesal setiap kau membicarakan mantanmu itu.” Kesal Dinda. Al yang mendengarnya hanya bisa menelan ludahnya.

“Kenapa kau kesal. Bukankah dia sangat baik padaku, dia juga tidak pernah menyakitiku.”

“Hai, aku bukan kesal pada mantanmu. Aku kesal padamu.” Kesal Dinda.

“Bagaimana kau bisa melepaskan dia yang begitu baik dan perhatian padamu hanya karena ekonominya pada saat itu tidak stabil? Seharusnya kau mendukungnya bukan malah meninggalkannya bersama laki – laki lain. Sungguh, kau ini benar – benar mengesalkan.” Kesal Dinda lalu mendekatkan kepalanya pada Chelsea.

“Kau tahu, kalau aku jadi kau, aku pasti sangat senang memiliki orang seperti dia. Aku akan menjaganya, aku tidak akan membiarkan wanita lain merebutnya dariku. Aku tidak akan melepaskannya apapun yang terjadi.”

Al tersedak saat mendengar Dinda mengucapkan kata – kata terakhirnya. Dinda dan Chelsea sama – sama menyodorkan minuman mereka.

“Sebaiknya aku mengambil minum sendiri. Aku masuk dulu ya!”
Al lalu masuk tanpa memandang Dinda dan Al.

Chelsea terdiam sambil menatap punggung Al. Hah, dia benar – benar merindukan punggung itu. Semua memorinya bersama Al kembali terputar. Di punggung itu ia pernah benar – benar merasa nyaman. Di punggung itu ia pernah tertidur saat digendong oleh Al. Hah, tapi dia harus menerimanya jika Al bersikap seperti itu padanya. Ini kesalahannya sendiri yang meninggalkan Al untuk bersama Gio, pacarnya sekarang.

Sesampainya didapur, Al meletakkan nampannya. Ia langsung meneguk segelas air putih, ia mencoba menenangkan dirinya. Bagaimana bisa Dinda mengenal Chelsea, dan bagaimana bisa mereka seakrab itu bahkan membicarakan tentang dirinya, meskipun Dinda sama sekali tidak tahu bahwa sebenarnya mantan yang Chelsea maksud adalah dirinya. Bagaimana bisa Chelsea menyebutnya mantan padahal tidak pernah ada kata putus diantara mereka.

“Apa kakak baik – baik saja?”

Al terdiam dengan wajah datarnya. Ia melepas celemeknya, membantingnya dan pergi. Dinda hanya terdiam, memikirkan sebenarnya ada apa dengan Al yang tiba – tiba terlihat berbeda.
******
Keesokan harinya...
Setelah selesai mendapat penjelasan dari tuan Park, Al bersama Dimas menuju apartemen Dimas, ada sesuatu yang harus mereka kerjakan bersama. Baru sore hari Al menuju café untuk membantu – bantu disana.

“Selamat siang, mau pesan apa?”
Al dengan senyum manisnya. Tapi, senyum Al menghilang saat tahu Chelsea yang datang.

“Apakah Dinda disini? Tadi aku mencoba menghubunginya tapi tidak ada jawaban darinya!”

“Ehm mungkin hapenya lowbat tapi, tadi dia bilang kalau hari ini dia tidak kemari. Duduklah, bersantailah. Kau mau apa, biar aku buatkan untukmu!”
Al dengan senyum kecilnya.

“Apa saja…”
Chelsea duduk di sudut ruangan.

Tak butuh waktu lama, Al datang membawa Vanilla latte. Al meletakkan Vanila Latte itu di depan Chelsea. Awalnya Al ingin segera pergi namun, Chelsea menahannya.

“Ternyata kau masih ingat ya dengan minuman favoritku…”
Chelsea, senang.

“Benarkah? Padahal aku membuat itu karena vanilla latte adalah salah satu menu terlaris disini.”
Chelsea tersenyum kecil lalu meneguk kopinya.

“Kau bekerja pada Dinda?”

“Bisa dibilang begitu. Kau sendiri masih sibuk dengan kuliahmu?”

“Kau tahu akau masih kuliah?”

“Tebakkanku salah?” sahut Al.
Lagi – lagi Chelsea hanya bisa tersenyum kecil. Tak lama ia menanyakan apakah besok Al memiliki waktu.  

“Besok jadwalku sangat padat. Ehm… ada apa?”

“Besok ayahku ulang tahun jadi, aku berencana membelikan sesuatu untuknya. Tapi tidakpapa kalau kau sibuk.”
Chelsea sedikit kecewa.

“Wow… Sampaikan ucapan selamat ulang tahun pada ayahmu ya. Lain kali aku akan menemanimu!”
Chelsea hanya tersenyum. Terdengar seseorang memanggil Al.

“Nikmati vanilla latte mu ya, aku harus kembali untuk membantu mereka.” Ucap Al. Chelsea hanya mengangguk.
*****
Yah, flashback nih Al...

Direkturku, Pasanganku!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang