Hutang...

124 5 0
                                    

Gedung...

Dinda merenggangkan tangannya, ia terbangun dari tidurnya, memutar bola matanya dan gerakannya terhenti saat ia melihat Ferdi duduk tak jauh darinya. Ia terdiam, mungkin ia masih saja memikirkan  paman dan bibinya.

"Mau ku ambilkan segelas teh hangat?"

Ferdi mengangguk. Dinda beranjak pergi mengambil teh untuk mereka. Sambil sesekali masih memandang Ferdi. Entah kenapa ia merasa ikut mencemaskan keadaan Ferdi dan keluarganya. 

"Apa kau baik - baik saja?"
Sebelum akhirnya Dinda menyeruput tehnya.

"Apa aku baik - baik saja? Aku tidak paham dengan kalimatmu!"

“Aku hanya melihatmu berbeda dari biasanya.”

“Itu hanya perasaanmu saja.”
Ferdi tersenyum lalu meneguk teh hangatnya.

“Apa terjadi hal buruk pada paman dan bibimu?"
Dinda memandang Ferdi. Ferdi memandang jauh lalu menarik napas panjang.

“Masih ada waktu untuk kau bercerita.”

“Aku mau jalan – jalan, kau mau ikut?”

Dinda hanya mengangguk. Mereka berjalan cukup jauh dan duduk di sebuah kursi taman. Untuk beberapa saat Ferdi dan Dinda hanya terdiam. Ferdi memandang Dinda. Ferdi terdiam sejenak lalu mulai bercerita.  

“Kemarin bibi meneleponku. Bibi begitu panik. Aku dengar seseorang membentak paman. Bibi tidak mengatakan apapun, aku hanya mendengarnya menangis. Makanya aku segera kesana.”

“Apa yang terjadi pada mereka?”

“Pamanku berhutang pada rentenir. Dan orang itu memerintahkan anak buahnya untuk mendatangi paman dan bibi. Mereka mengancam akan menghancurkan rumah kami jika paman dan bibi tidak segera membayar hutangnya. Dan aku baru tahu semua ini setelah mereka mengobrak – abrik rumah kami beberapa hari yang lalu.”

“Ajak paman dan bibimu untuk tinggal bersamamu. Mereka akan aman disana. Setelah semuanya kembali seperti semula, mereka bisa kembali ke rumah.”

“Sudah Dinda… Aku sudah mengajak mereka tinggal di kontrakanku tapi mereka selalu menolak. Mereka sama sekali tidak mau meninggalkan rumah itu. Mereka selalu mengatakan bahwa lebih baik bagi mereka jika mereka terluka daripada membiarkan rumah itu hancur.”

"Berapa jumlah hutang paman dan bibi?"

"300 juta..."

"Ehm... Kau sudah mencoba meminjam uang pada perusahaan?"

“Tidak mungkin perusahaan mau memberikan uang sebanyak itu.”
Ferdi terlihat sedih. Dinda hanya diam.

“Sudahlah… Kau doakan saja ya semoga semua baik – baik saja.”

Dinda tersenyum. Mereka kembali ke gedung. Sudah ada Lusi disana. Lusi menghampiri Dinda dan mengajak Dinda untuk merapikan meja untuk hidangan. Sementara Ferdi kembali mengecek tatanan bunga disetiap sudut.

"Apa semalam kau tidak pulang?"
Dinda hanya mengangguk.

“Dinda… Orang diluar sana mulai membicarakan kedekatanmu dengan direktur Ferdi. Tapi kau tidak perlu mendengar ucapan mereka.”

“Tapi aku dan direktur Ferdi tidak memiliki hubungan apapun. Hubungan kami hanya atasan dan bawahan, sudah itu saja kak.”

“Ya memangnya apa peduliku? Entah kau memiliki hubungan dekat atau tidak dengan Direktur Ferdi, itu bukan urusanku. Itu urusan kau dengan Direktur Ferdi. Selama kalian masih professional dalam bekerja, itu tidak akan jadi masalah.”

“Andai semua orang sepertimu…”
Dinda tersenyum lalu memeluk Dinda. Lusi memang orang yang paling mengerti Dinda.
###

Presdir Cho dan istrinya datang. Istri Presdir Cho terlihat sangat tertegun dengan kejutan yang suaminya siapkan untuknya. Istrinya benar – benar terlihat bahagia. Para tamu satu persatu mulai berdatangan. Acarapun dimulai. Presdir benar – benar terlihat begitu romantis kali ini. Presdir memberikan cincin kepada nyonya Han lalu berdansa dengannya. Suara instrument dari lagu kesukaan nyonya Han menjadi pengiringnya. Para tamu pun ikut berdansa.

“Wah ternyata Presdir Cho benar – benar romantis ya.”
Yola memandang kagum dengan cara Presdir Cho memberi kejutan kepada istrinya.

“Kau ini selalu seperti itu. Diamlah, tak usah banyak berkomentar lihat saja!”
Lusi meminta Yola diam.

Acarapun berjalan sesuai harapan. Presdir dan Nyonya Han terlihat begitu bahagia. Tim Ferdi menghampiri Presdir Cho dan Nyonya Han. Nyonya Han dan Presdir Cho mengucapkan terimakasih atas kerjasama Ferdi bersama timnya. Sebagai tanda terimakasih, Nyonya Han mengajak Ferdi dan timnya untuk makan bersama dengan Nyonya Han dan Presdir Cho. Seusai makan, Presdir kembali memberikan bunga kepada Nyonya Han.

“Wah, benar – benar membuatku iri.”
Lagi – lagi Yola berkomentar.

“Makanya, kalian segeralah menikah. Agar seperti kami.”
Nyonya Han berusaha membuat iri para staff suaminya.

“Kau juga Ferdi. Aku tidak pernah melihatmu bersama wanita. Kau ini jangan bekerja keras terus menerus, sekali – kali pergilah berkencan dengan wanita.”

“Ah senangnya, Presdir dan Nyonya akhirnya mengizinkanku untuk berkencan dengan nona Kim.”

“Berani kau mengajak anakku berkencan, aku akan menangkapmu hingga keujung dunia.”
Presdir Cho bercanda, membuat semua orang tertawa.

"Nona Kim? Aku tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya?"
Dinda berbisik pada Lusi.

"Nona Kim itu putri Presdir Cho dan Nyonya Han, dia memang dekat dengan direktur! Karena dekatnya, dulu, ia sering ke kantor hanya untuk bertemu direktur."

Presdir dan Nyonya Han pun berpamitan pulang. Ferdi dan Dinda mengantarkan mereka hingga ke mobil. Nyonya Han mengatakan bahwa dia senang bertemu Dinda dan meminta Ferdi untuk membawa Dinda kerumah mereka jika ada waktu. Ferdi hanya mengangguk.
*****

Apakah Ferdi bisa menyelesaikan masalah hutang pamannya?

Direkturku, Pasanganku!!!Where stories live. Discover now