Kode - kodean...

128 7 0
                                    

Rumah Paman Lee...

Pagi - pagi Ferdi dengan sebuah koper ditangan kanannya mendatangi paman Lee dan bibi Yuan. Meskipun uang itu ia tabung berbulan - bulan tapi bagaimanapun paman dan bibinya adalah terpenting. Dengan senyum, Ferdi memberikan koper itu pada paman dan bibi Yuan.
Paman membuka koper itu dengan pelan, Bibi dan paman hanya terdiam. Ada uang sebanyak 100 juta disana.

"Katakan pada mereka, sisanya akan ku bayar minggu depan."

"Kau tidak perlu melakukan ini nak, paman akan menyelesaikannya sendiri."

"Tidak paman, uang itu tidak sebanding dengan kebaikan paman dan bibi. Mulai sekarang kalau ada apa - apa, paman dan bibi harus memberitahuku. Aku akan benar - benar marah jika paman dan bibi menyembunyikannya dariku."
Nada Ferdi sedikit keras sambil memandang paman Lee dan bibi Yuan secara bergantian. Mata paman dan bibi mulai berkaca - kaca.

"Sudahlah paman, sudahlah bi. Percayalah pada Ferdi. Semua akan baik - baik saja. Sudah, kalian jangan menangis ya."
Ferdi tersenyum. Paman dan bibi ikut tersenyum.

"Bibi... Aku ingin memakan soup. Bisakah bibi memanaskan soup untukku?"
Bibi mengangguk lalu perfi ke dapur.

"Paman ingin bekerja dikantormu, bagaimana menurutmu?"

"Paman, lowongan itu untuk cleaning service. Jika paman benar - benar ingin bekerja, aku akan menghubungi temanku. Disana paman akan mendapatkan pekerjaan lebih baik." 

Ferdi mengatakan dengan wajah sedih. Paman hanya tersenyum. Bibi pun datang membawa semangkuk soup untuk Ferdi.

"Aku merindukan masakan bibi. Ini enak sekali bi."

Ferdi tersenyum lalu melanjutkan memakan soup.
###

Kontrakan Dinda...

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi namun, Ferdi belum juga terlihat. Semalam, Ferdi berjanji padanya untuk pergi ke sebuah tempat dengan view yang cantik hari ini tapi... Beberapa kali Dinda sudah menghubungi Ferdi tapi tetap saja, tidak ada jawaban. Ia juga sudah ke kontrakan Ferdi namun, tidak ada siapapun disana.

Dinda mulai tersadar dari tidurnya, ia mengambil hpnya. Ada 3 missed call dari Ferdi. Ferdi kembali menghubungi Dinda dan menanyakan keberadaan Dinda. Dinda hanya mengatakan bahwa dia dikontrakanya. Ferdi meminta Dinda untuk membuka kontrakannya karena dia sudah berada didepan.

"Kau marah padaku?"
Ferdi memandang Dinda. Dinda hanya terdiam tanpa memandang Ferdi.

"Duduklah sini!"
Ferdi meminta Dinda untuk duduk disampingnya.

"Maaf aku membuatmu menunggu."
Ferdi meminta maaf dengan wajah menyesal.

"Kau tak perlu meminta maaf seperti ini. Pasti urusanmu lebih penting dari hanya sekedar memenuhi janjimu kepadaku. Tidak papa, tidakpapa, aku mengerti."

"Tidak... Kau tidak mengerti. Kau marah padaku."

Ferdi menarik tangan Dinda dan mengajak Dinda pergi kedanau itu namun, Dinda menolak dan meminta Ferdi untuk pergi sendiri. Ferdi kembali duduk.

"Apa yang terjadi?"

"Tidak ada..."

"Kau masih marah padaku?"

"Aku menunggumu sejak tadi pagi. Aku mencarimu, aku menghubungimu tapi apa. Kau tahu, aku sudah membatalkan janji dengan temanku hanya karena kau. Dan lihat apa yang kau lakukan. Kau pergi tanpa memberiku alasan. Kau membuatku menunggu tanpa kabar. Apa maksudmu? Apakah sulit bagimu hanya sekedar menelponku dan memberi kabar padaku?"

"Maaf... Aku tak memberimu kabar. Tapi aku kesini untuk memenuhi janjiku."

"Kau pikir aku masih berminat pergi denganmu sekarang?"

"Dinda please! Aku benar - benar stress hari ini. Jangan membuatku semakin emosi!"

"Jadi aku yang salah? Jadi aku yang membuatmu stress. Aku benar - benar salah telah membatalkan janji dengan temanku."

Dinda memandang Ferdi kesal lalu pergi menuju dapurnya untuk mengambil minum.

Beberapa saat berlalu tapi mereka masih sama - sama diam. Dinda menarik nafas panjang dan memandang punggung Ferdi dengan kesal. Bagaimana bisa Ferdi mengatakan bahwa ia membuatnya semakin stress. Tiba - tiba hp Ferdi berdering. Ferdi langsung mengangkatnya.

"Iya paman... Paman berikan saja nomer hpku pada mereka. Biar aku yang berbicara pada mereka. Paman sekarang tenang ya, paman harus percaya padaku, semuanya akan baik - baik saja paman. Sungguh aku berjanji pada paman dan bibi. Aku tidak akan membiarkan paman terluka lagi. Jika mereka berani melukai paman dan bibi, aku sendiri yang akan menghadapi mereka. Paman harus percaya padaku."

Pamannya terluka? Masih masalah hutang itu? Astaga kenapa aku malah marah - marah padanya? Kenapa aku malah membuatnya semakin stress? Ku buatkan kopi susu saja untuknya, siapa tahu ia bisa lebih tenang.

Dinda beranjak, membuat kopi susu hangat untuk Ferdi. Ia meletakkan kopi susu itu dimeja depan Ferdi. Tiba - tiba hp Ferdi kembali berdering. Ada telepon dari Presdir Cho. Ferdi membiarkan telepon itu hingga hapenya berhenti berdering.

"Minumlah..."
Ferdi meneguknya sedikit lalu menyandarkan punggungnya dan menutup matanya.

"Maafkan aku. Aku benar - benar tidak tahu jika ini tentang paman dan bibimu."
Ferdi membuka matanya, memandang Dinda yang terlihat menyesal. Ia tersenyum.

"Terimakasih sudah mengerti. Sekarang, ayo kita ke danau sebelum gelap!"

"Tidak... Hari ini pasti kau sangat lelah jadi istirahatlah saja!"

Ferdi terdiam. Ia melepas alas kakinya lalu meletakkan kepalanya dipangkuan Dinda. Dinda terkejut. Ia benar - benar tidak mau Ferdi seperti itu. Namun, Ferdi memaksa untuk tidur dipangkuan Dinda.

"Kenapa? Bukankah hanya kita yang tahu?"
Ferdi  kembali meletakkan kepalanya dipangkuan Dinda. Dinda hanya terdiam.

"Tapi apakah benar, kau membatalkan janji dengan temanmu hanya karena ingin pergi bersamaku?"
Ferdi tersenyum. Dinda memandang Ferdi kesal.

"Baiklah... Aku tidak akan membahas itu lagi."
"Aku benar - benar lelah hari ini. Kepalaku benar - benar pening."

Ferdi mengatakan sambil menutup matanya perlahan. Tapi tak lama ia kembali membuka matanya..

"Kau mau makan? Aku bisa memasak untukmu!"

"Tidak usah, aku sedang tidak nafsu makan! Sudah, jangan pergi - pergi, diamlah seperti ini, sebentar saja!"

Ferdi kembali menutup matanya. Dinda terdiam, perlahan ia tersenyum.

Entah kenapa aku merasa tenang melihatnya seperti ini. Dia terlihat begitu polos. Hah, kau pasti sudah bekerja keras hari ini!

"Sudah, jangan memandangku seperti itu. Apa kau tidak takut jatuh cinta padaku?"
Ferdi mengucapkan dengan enteng, sambil tersenyum lalu membuka matanya.

"Ku pikir kau sudah tidur."
Ferdi pun bangkit dari tidurnya.

"Kau sudah mulai tenang?"
Ferdi hanya mengangguk. Dan membalas pertanyaan Dinda dengan senyuman.
****

Apakah Dinda mulai menyukai Ferdi atau malah sebaliknya?

Direkturku, Pasanganku!!!Where stories live. Discover now