Kembalinya Tuan Wibawa

24 1 0
                                    

Hampir 2 minggu sejak kepulangan Putra, Dinda dan Al tidak pernah sekalipun bertemu bahkan mereka tidak berkomunikasi melalui telepon. Dinda sudah memutuskan untuk menghindari Al untuk sementara waktu.

Hari ini, Dinda mendapat telepon dari ayahnya. Tuan Park hanya mengatakan meminta Dinda datang ke restoran bersama Putra. Bahkan tuan Park tidak menjelaskan acara apa dan siapa saja yang akan ada disana.

Putra dan Dinda berjalan meninggalkan ajudan tuan Park lainnya dengan tangan Dinda di lengan Putra. Mereka berjalan mencari dimana ayahnya duduk. Langkah Dinda terhenti saat ia melihat Al duduk didekat ayahnya. Dinda langsung menurunkan tangannya saat Al melihatnya. Namun, Putra dengan percaya diri mengenggam tangan Dinda dan mengajaknya menghampiri Al dan Tuan Park. Dinda hanya berjalan menunduk. Putra baru melepasnya saat mereka akan duduk.

“Maaf tidak memberitahu kalian kalau Al disini juga. Sebenarnya aku juga mengundang Dimas tapi, Dimas memilih untuk menemui kekasihnya itu. Bagaimana lagi, aku tidak bisa menahan orang yang sedang dilanda rindu.” Canda Tuan Park. Al dan Dinda hanya saling menunduk.

“Oiya, tujuanku mengundang kalian disini untuk memberitahu kepada kalian bahwa Al dan Dimas dapat menangkap seluruh anak buah Rendy. Jadi kau Putra…” sambil memandang Putra diakhir kalimat. “Itu tandanya minggu ini kau bisa kembali menjadi Ferdi, menemui ayahmu dan keluargamu sebagai Ferdi!”

“Sungguh tuan?” Putra terlihat begitu senang.

“Iya, terimakasihlah pada Al dan Dimas!”

“Terimakasih Al, kau sangat banyak membantuku, sekali lagi terimakasih!”
Al hanya mengangguk dengan senyum kecilnya.

“Besok kau temui ayahmu sebagai Ferdi, lusanya aku dan istriku sendiri yang akan mengantarkan kau kembali pada keluargamu. Aku dan istriku akan menjelaskan pada bibi, paman, dan adikmu tentang kondisi ini.” tuan Park membuat Putra tersenyum.

“Dinda tidak ikut paman, Dinda juga ikut kan?” 
Putra penuh harap. Tuan Park hanya menggelengkan kepalanya. Senyum Putra menipis.

“Sudah jangan sedih seperti itu. Tenanglah, kita kan bisa sering – sering memberi kabar. Lagipula aku tidak mau menganggu waktumu besok bersama keluargamu. Aku tahu, kau sudah lama merindukan hal ini terjadi jadi, sekarang makanlah, kau harus selalu sehat mulai sekarang. Aku tidak mau lagi kau melewatkan kebersamaan ini hanya karena kau sakit.” Ucap Dinda dengan senyum merekahnya. Tuan Park mengangguk setuju.
*****
Dimas, Dinda, dan Putra menuju rumah sakit untuk menjemput tuan Wibawa. Putra lebih banyak diam, perasaanya bercampur aduk, antara senang dan takut karena mungkin saja ayahnya lupa terhadap dirinya. Bahagia, bahagia karena akhirnya, penantian 11 tahun itu terjadi hari ini. Gugup, gugup karena tidak tahu apa yang harus ia ucapkan untuk pertama kalinya saat ia benar – benar menjadi Ferdi. Putra melangkah dengan semangat menuju ruang rawat ayahnya tapi, langkahnya terhenti saat mereka tiba di depan pintu ruangan tuan Wibawa.

“Tidak papa, kami akan menunggu kau hingga siap!” Dinda mengangguk setuju dengan ucapan Dimas.

“Tenanglah, ayahmu pasti mengingatmu. Belum lama ini kak Dimas menunjukkan fotomu pada ayahmu dan paman bisa mengingatnya dengan mudah.”  Dinda berusaha menenangkan.

Putra terdiam, menarik nafas panjang dan membuangnya melalui mulut. Terus mencoba menenangkan dirinya. Sedangkan Dimas dan Dinda sabar menunggu. Dinda mendekati Putra dan tersenyum pada Putra.

“Kau pasti bisa…”
Dinda memegang lengan Putra. Putra hanya tersenyum.
“Kau sudah siap?”
Putra mengangguk.
“Baiklah, kita lepas kumismu, lalu kacamatamu dan… Kau masih tampan.”
Dinda membuat Dimas tersenyum.

“Ya sudah, ayo kita masuk, semakin cepat akan semakin baik!” ajak Dimas. Mereka masuk tapi, Ferdi berada dibelakang Dinda.

“Paman…”
Dimas  menyapa dengan ceria. Tuan Wibawa tersenyum senang. Dinda melambaikan tangan dan dibalas hal yang sama dengan tuan Wibawa.

“Siapa lagi teman yang kau bawa nak?”

“Paman ingat dia?”
Dinda menarik tangan Ferdi untuk mendekat pada tuan Wibawa. Tuan Wibawa hanya melihat Ferdi ragu – ragu. Topi yang Ferdi kenakan itu, membuat separuh wajah Ferdi tertutup.

“Dia Ferdi paman…”
Dimas melepas topi yang Ferdi kenakan.

Tuan Wibawa terdiam sekian detik, melihat Ferdi. Seperti percaya dan tidak percaya bahwa dia adalah Ferdi Putra Wibawa, anaknya. Begitupun Ferdi, ia terdiam, ia tak tahu harus mengatakan apa pada ayahnya. Tiba – tiba tuan Wibawa memeluk erat Ferdi.

“Kau benar anakku, nak?”
bisik tuan Wibawa dengan suara parau.
Ferdi hanya mengangguk, ia tidak bisa menjawab. Tenggorokan sulit mengeluarkan suara karena menahan tangisan.

“Aku sangat mencintaimu nak!”
Dan kini airmata Ferdi benar – benar tumpah. Ia tak bisa lagi membendungnya.

“Aku benar – benar merindukan ayah, ayah jangan pergi lagi yah!” ucap Ferdi parau.

Beberapa saat hanya ada suara tangisan didalam ruangan itu. Dinda dan Dimas berjalan mundur dan keluar, membiarkan Ferdi dan tuan Wibawa saling menunjukkan rasa rindu mereka. Dimas memandang Dinda yang masih saja menghapus airmatanya.

“Sudah, jangan menangis, kau ini cengeng sekali!” Dimas mengusap kepala Dinda.

“Kak, kau itu juga menangis…”
Dinda menunjuk sisa airmata Dimas. Dimas dan Dinda saling melihat dan tertawa kecil bersama.
******
Hari ini Tuan Wibawa, Nyonya Dina, Tuan Park dan salah satu supir kepercayaan tuan Park ada dalam satu mobil. Sedangkan 2 mobil yang setiap mobilnya berisi 2 orang ajudan tuan Park, berada di depan dan belakang mobil tuan Park. Mereka dalam perjalanan menuju rumah Paman Lee. Sudah 3 jam lebih perjalanan mereka menuju rumah paman Lee. Ferdi terlihat terus mengenggam tangan Ayahnya, sesekali ayahnya tersenyum dan memeluk Ferdi. Mereka terlihat begitu bahagia.

Sesampainya didepan rumah paman Lee, Nyonya Dina dan tuan Park terlebih dahulu keluar dan membiarkan Ferdi dan tuan Wibawa tetap di mobil. Raisa dengan semangat membukanya. Namun, senyumnya meredup ketika ia melihat nyonya Dinda dan Tuan Park. Tapi, senyumnya kembali mengembang, menyapa nyonya Dina dan Tuan Park dengan ramah.

“Tujuan kami kemari untuk mengembalikan sesuatu yang telah hilang dan kami ambil dari kalian!” 
tuan Park mengatakan dengan senyumnya. Nyonya Dina hanya mengangguk.

Raisa hanya memandang bingung dengan kata – kata Tuan Park. Tuan park memberi kode pada salah satu ajudannya dan keluarlah Ferdi. Raisa hanya terdiam, sama sekali tak menyangka dia bisa kembali melihat kakaknya. Ferdi mendekat pada Raisa dengan senyuman. Raisa mengusap matanya lalu segera memeluk kakaknya setelah yakin bahwa itu benar – benar kakaknya. Airmatanya benar – benar mengalir, do’anya selama ini terkabulkan. Paman Lee mengeringkan tangannya dan bi Yuan mematikan kompornya. Mereka tergesa – gesa ingin melihat siapa yang datang.

“Siapa nak yang dat…” ucapan Paman Lee terhenti saat melihat Ferdi berdiri sambil merangkul adiknya.

“Nak, ini benar kau?”
Bi Yuan bertanya dengan 1/2 tak percaya. Ferdi mengangguk dengan senyum manisnya.

Paman Lee dan Bi Yuan menangis haru dalam pelukan Ferdi. Beberapa saat setelah tangisan mereka mereda. Ferdi kembali berjalan, menjemput ayahnya yang memakai topi yang menutup separuh wajahnya sehingga paman Lee, Bibi Yuan, dan Raisa tidak bisa melihat siapa itu. Setelah dekat dengan mereka, Ferdi melepas topi ayahnya. Membuat paman Lee, bi Yuan, dan Raisa kembali menangis bahkan Raisa tidak mau melepas pelukan ayahnya meski mereka sudah duduk bersama didalam.

Tuan Park dan nyonya Dina berusaha menjelaskan semua yang terjadi, alasan sebenarnya kenapa tuan Park memutuskan untuk membuat surat kematian palsu, kenapa Ferdi harus menjadi Putra, kenapa Tuan Park harus menyembunyikan keberadaan Ferdi, sampai bagaimana cara mereka menemukan tuan Wibawa.

Hari ini menjadi hari yang paling membahagiakan untuk keluarga Ferdi. Semua tertawa bahagia, mereka sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. Mereka justru mengucapkan terimakasih pada keluarga tuan Park yang sudah menyatukan kembali keluarganya.
*****
Syukurlah Fer, 11 tahun, kesabaranmu terbalaskan... Terharu...

Direkturku, Pasanganku!!!Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu