Kisah Al

37 2 0
                                    

Al terdiam didepan ruangan tuan Wibawa. Ia mulai ingat semua memori tentang ayahnya. Andai saja ayahnya masih hidup pasti dia bisa menyembuhkan ayahnya dengan uang yang ia miliki sekarang. Pasti saat ini ia masih bisa tertawa bersama ayahnya, menikmati hari demi hari dengan ayahnya. Dinda yang melihat Al nampak sedih langsung menghampiri Al. Saat AL menyadari kehadiran Dinda, ia langsung mengangkat wajahnya dan tersenyum.

“Hai… Kau darimana, sudah lama aku tidak melihatmu… Oh, aku tahu... Kau datang kemari pasti karena merindukanku kan?”

“Kau ini… Memang kak, tidak ada yang menandingi kepercayaan dirimu…”
Al langsung mengeluarkan gaya sok coolnya. Dinda tertawa kecil melihat gaya Al.

“Kak, aku sangat lapar… Temani aku makan ya!”
Al hanya mengangguk.

Dinda langsung merangkul lengan Al. Al hanya tersenyum. Tiba di tempat makan, mereka langsung memesan makanan yang mereka inginkan. Selama menunggu, mereka hanya saling bercanda. Beberapa kali senyum mereka berkembang. Tak lama pesanan mereka datang.

“Kau ini sejak dulu tidak berubah ya. Masih saja suka memesan spaggeti saat makan bersamaku. Pasti kau berharap aku menghapus kotoran dibibirmu karena spaggeti ya?”

“Kau ini benar – benar menyebalkan ya kak. Hai, siapa kau berani berbicara dengan bosmu seperti itu?” kesal Dinda lalu memakan spagettinya.

“Yang bosku itu Tuan Park, bukan kau. Lagian malas sekali aku memiliki bos sepertimu…”

“Hust… Sudah diam, cepat habiskan saja makananmu!” sahut Dinda dengan kesal.

“Kak… Ada apa denganmu?”
Al hanya menggelengkan kepanya.
“Aku melihat kau terdiam didepan kamar paman Wibawa, aku tahu kau memikirkan sesuatu!”

“Hahahaha kau ini rupanya mulai tertarik padaku ya, sampai – sampai memperhatikanku hingga seperti itu!”

“Kak… Aku serius!” sahut Dinda dengan nada meninggi. Al menghentikan candaannya.

“Aku tidakpapa Dinda…”
Al tersenyum. Dinda mendekatkan wajahnya pada Al dan terus memandang Dinda tajam.
“Ah, baiklah… Aku tidak tahan kau terus memandangku seperti itu.”

“Kau lupa siapa yang membawamu dan memohon pada tuan Park untuk menerimamu?”
Dinda memandang Al curiga. Al menggelengkan kepalanya.

“Lalu apa yang terjadi?”
Dinda menyodorkan garpu didepan wajah Al. Al tersenyum dan mengambil garpu itu dari tangan Dinda. Ia membenarkan posisi duduknya dan mulai bercerita.

“Tidakpapa… Hanya saja setiap aku melihat tuan Wibawa, semua memoriku tentang ayah kembali muncul. Sudah lama sekali aku tidak mendatangi makamnya. Tiba – tiba aku sangat merindukan ayah!”

“Ayo kita jenguk ayahmu!” ajak Dinda semangat.

“Aku tidak mungkin meninggalkan tugasku. Aku tidak boleh meninggalkan rumah sakit terlalu lama. Bagaimana bisa sedangkan perjalanan dari sini kemakam ayahku saja 1 jam!” ucap Al.

Dinda memandang Al yang nampak pesimis. Dinda terdiam sejenak lalu tersenyum, seperti baru saja mendapatkan ide. Dengan cepat ia mengambil hapenya dan menghubungi nomer ayahnya tanpa sepengetahuan Al.

“Ayah… Hari ini aku benar – benar stress. Jadi aku ingin jalan – jalan untuk menghilangkan stresku yah, aku mohon!” rengek Dinda pada ayahnya.

“Ya sudah, sekarang kau dimana, biar ku pinta salah satu ajudan ayah untuk menjemput dan mengantarkanmu jalan – jalan!”

“Tapi ayah, aku hanya ingin pergi bersama kak Al!” rengek Dinda.

Direkturku, Pasanganku!!!Место, где живут истории. Откройте их для себя