Menunggu Keputusan

27 1 0
                                    

Sementara Al yang baru saja membuka mata langsung menanyakan keberadaan Dinda pada Dimas. Dimas hanya mengatakan bahwa Dinda pergi untuk menyelesaikan urusan pribadinya. Baru saja Al akan kembali bertanya, hape Dimas berdering. Dengan semangat ia mengangkat telepon dari Kenny, kekasihnya. Sepanjang Dimas menerima telepon dari Kennya, Al hanya menjadi pendengar.

“Apa Kenny selalu seperti itu?”
Al menanyakan setelah Dimas menyudahi teleponnya.

“Maksudnya?”
Dimas mendekat pada Al.

“Menanyakan sedang apa dan bersama siapa?”
Dimas hanya mengangguk sambil tersenyum kecil.
“Apa kau tidak risih?”

“Lhoh apa yang harus dirisihkan, bukankah itu tandanya dia peduli padaku?”

“Apa Kenny selalu ikut campur dalam urusanmu?”

“Jika urusan pekerjaan, dia tidak pernah ikut campur sekalipun. Dia mengerti akan pekerjaanku dan menghargai pekerjaanku tapi, diluar pekerjaanku dia selalu berusaha ikut campur walaupun tidak semua bisa dia ikut campuri.”
Dimas menyimpan hapenya.

“Termasuk masalah keluargamu?”

Dimas mengeluarkan nafas dari mulutnya, membenarkan posisi duduknya.

“Apa tidak masalah bagimu jika Kenny selalu ikut campur dalam urusan keluargamu?”

“Al, ketika kau ingin seseorang masuk dalam kehidupanmu, kau harus menanggung resiko bahwa orang itu akan ikut campur dalam segala urusan dan masalah tentang hidupmu. Awalnya aku sempat kesal atas sikap Kenny yang selalu ingin tahu dan ikut campur bahkan cenderung seperti mengatur apa yang harus aku lakukan. Tapi pada akhirnya, aku sadar bahwa jawabannya lebih baik dari aku, karena dia wanita. Semua yang wanita lakukan itu dari hati, termasuk ucapannya. Dan apapun yang dari hati pasti pilihan terbaik. Jadi kalau kau ingin menyelesaikan semua urusanmu sendiri, jangan berusaha menarik orang lain untuk tertarik pada kehidupanmu, mengerti?”
Dimas dengan memberi tekanan pada kalimat terakhir.

Al dan Dimas langsung memandang pintu saat tiba – tiba Dinda dan Ferdi masuk ditambah dengan tangan mereka yang saling mengenggam. Saat Ferdi akan meletakkan buah – buahan yang ia bawa, baru ia melepas tangan Dinda. Ferdi langsung memeluk Dimas, Dimas menyambutnya dengan senyuman. Sedangkan Al hanya terdiam, hanya ekspresi datar.

“Hai bosku, ada apa denganmu?”
Ferdi bertanya pada Al yang sudah tidak lagi menjadi Putra.

“Ehm… Tidakpapa, hanya kelelahan saja!”
Al mencoba tersenyum.

“Ehm… Sejak kapan kau datang kemari, kenapa tidak memberi kabar?”
Al tetap tersenyum.

“Baru tadi siang aku kemari, urusan pekerjaan. Aku sudah memberi kabar pada Dimas dan Dinda. Tadi saat kami makan, Dinda memberi kabar padaku bahwa kau sakit jadi, setelah makan aku memaksanya untuk mengantarkan aku melihat kondisimu.”

“Terimakasih sudah menjengukku, aku sudah baik – baik saja, Besok aku juga sudah pulang jadi tidak ada yang perlu dicemaskan.” Ucap Al ramah.

“Karena ini hari terakhirmu, bagaimana kalau kita menginap disini untuk menemani Al, bagaimana?”
Ferdi bertanya pada Dimas dan Dinda secara bergantian, sejenak senyum Al menghilang tapi, ia kembali tersenyum saat Ferdi memandangnya.

“Setuju, lagi pula sudah lama sekali aku tidak sharing denganmu, ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu!” ucap Dimas.

“Baguslah, lagipula aku rindu pada Dinda, sudah lama aku tidak bergurau dengannya. Bagaimana Dinda, kau setuju?”

“Ide bagus, kalau begitu aku akan pergi mencari makanan ringan untuk kalian.”
Dinda mengambil dompetnya namun, Dimas menahannya dan meminta Dinda untuk tetap disana sedangkan Dimas mengajak Ferdi yang keluar bersamanya untuk mencari makanan kecil.

Dinda dan Al sama – sama terdiam, tidak mengucapkan sepatah katapun. Dinda bingung akan membuka percakapan dengan kalimat apa sedangkan Al masih berusaha menetralkan perasaan dan emosinya. Baru setelah beberapa saat hening, Al membuka percakapan.

“Jadi yang Dimas maksud kau menyelesaikan urusan pribadimu adalah Ferdi?”
Dinda hanya mengangguk sambil terseyum.

“Kenapa tidak bilang padaku?”

“Tadi saat aku akan pergi, kau sedang istirahat, aku tidak mau menganggu istirahatmu karena itu aku langsung pergi. Lagipula aku tidak mau membuatnya menungguku terlalu lama.”

“Ehm… Kau tidak suka Ferdi disini?” lirih Dinda.

“Aku tidak punya hak untuk mengatakan seperti itu, Aku hanya kaget saja tiba – tiba kau datang bersamanya. Lagipula mana bisa kan seorang bodyguard melarang tuannya pergi bersama temannya.”
Al mencoba tersenyum.

“Dia khawatir padamu karena itu aku antarkan dia kemari.”

“Iya, aku mengerti. Lakukan saja apa yang ingin kau lakukan. Jangan menahannya hanya karena kau tahu perasaanku padamu! Jangan pikirkan aku, bersikaplah seperti biasa saja!”

“Ehm… Kau mau Apel?”
Dinda sedikit salah tingkah.

“Biar aku yang mengupasnya sendiri!”

“Diamlah, kau ini sedang sakit jadi, aku yang akan mengupaskannya untukmu.”

Dinda mengambil sebuah apel dan mengupasnya. Setelah selesai, Dinda langsung menyuapi Al. Al nampak ragu sebelum pada akhirnya menerima suapan dari Dinda.

“Apakah ini artinya aku harus berhenti menanti jawabanmu?” pertanyaan Al membuat Dinda menghentikan gerakannya sejenak.

“Kalau kau ingin berhenti, berhentilah. Tidakpapa, aku tidak akan memaksamu untuk menunggu jika kau sudah tidak bisa menunggu. Tapi jika kau kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama, aku akan menjawab bahwa aku ingin kau terus menanti jawabanku.”
Dinda tersenyum lalu berdiri dan meletakkan sisa apel itu.

Ferdi masuk tanpa mengetuk dan memeluk Dinda dari belakang, membuat Al langsung menutup matanya. Sedangkan Dimas langsung duduk disofa. Ferdi langsung mengeluarkan 2 batang coklat dan ½ berbisik bahwa ia sengaja membelikannya untuk Dinda. Dinda memegang tangan Ferdi dan melepas pelukan Ferdi.

"Kau membeli coklat agar sengaja membuatku gendut?"

Ferdi melepas pelukannya dan menatap Dinda dengan senyuman manisnya, ia mengacak – ngacak lembut rambut Dinda.

“Kau ini memikirkan apa, baru saja aku tinggalkan sebentar kau sudah terlihat kurus, makannya aku belikan coklat. Sudah, jangan banyak bicara, terima saja ya nona!”
Ferdi beralih ke Al dan memberikan beberapa minuman pengganti ion. Al hanya tersenyum dan mengucapkan terimakasih.
*****
Nah lhoh, mana kubu Al, mana kubu Ferdi?

Direkturku, Pasanganku!!!Where stories live. Discover now