Kesenangan Andre

28 2 0
                                    

Putra terdiam di ruang kerjanya. Bukan lagi memikirkan tentang pekerjaannya tapi memikirkan Dinda. Sudah lebih dari 2 hari hape Dinda tidak bisa dihubungi. Pesannya tidak dibalas, di telepon juga tidak bisa. Pikirannya sudah kacau sejak semalam, bahkan menganggu tidurnya. Ia mengambil hapenya dan mencoba menghubungi nomer Al setelah sempat beberapa kali menundanya.

Al menyudahi makannya saat hapenya berdering. Ia nampak ragu saat ia melihat nama Ferdi tertera di hapenya namun, pada akhirnya ia terima panggilan itu bersamaan dengan Dinda yang datang membawa 2 mangkuk bubur dan 2 gelas minum untuk sarapan.

“Ada apa?” tanya Al to the point.

“Sejak kemarin Dinda tidak menerima teleponku. Pesanku juga tidak dibalas, aku mengkhawatirkannya. Apa sekarang kau bersamanya?”

“Ehm iya Ferdi…”
Al membuat Dinda langsung menatap Al.

“Sejak kemarin Dinda memang sedang sibuk jadi mungkin dia tidak sempat memegang hapenya. Apa kau mau aku panggilkan Dinda?”

“Tentu… Terimakasih!” ucap Ferdi dengan nada senang.

Al meloudspeaker hapenya lalu memberikannya pada Dinda. Dinda melambaikan tangannya, memberi kode bahwa ia menolaknya tapi Al hanya mengangguk, menandakan bahwa Al mengiyakan Dinda menerima panggilan masuk dari Ferdi.

“Ha… Halo…”
Dinda sedikit kaku.

“Dinda, Akhirnya aku bisa mendengar suaramu. Kau kemana saja? Aku sangat mencemaskanmu. Kenapa kau tidak mengangkat panggilanku dan tidak membalas pesanku. Kau baik – baik saja kan?”
Al yang mendengar hal itu langsung mengambil buburnya dan memakannya sendiri.

“Ah iya, akhir – akhir ini aku memang sibuk jadi aku jarang memegang hapeku. Aku baik – baik saja, terimakasih telah mencemaskanku.”
Dinda sesekali memandang Al.

“Kemarin aku berhasil mengoal kan 1 proyek ratusan juta. Aku senang sekali jadi aku ingin memberimu kabar.” Ucap Ferdi dengan senang.

“Wow… Selamat ya, kau memang hebat. Oiya, bagaimana kabar paman Wibawa?”

“Ayah baik – baik saja. Hanya saja dia meridukanmu, baru semalam dia menanyakanmu. Lain kali aku akan menyambungkannya padamu ya.”

“Iya, sampaikan pada paman ya, aku juga merindukannya.” Ucap Dinda lirih.

“Ya sudah, aku sudah tenang mendengar kabarmu baik – baik saja. Kau jangan lupa makan ya, jaga dirimu dengan baik ya. Dinda…” Ferdi terdiam sejenak.
“Aku merindukanmu…” sambungnya. Al menghentikan kunyahannya sejenak, meneguk minumnya lalu kembali makan.

“Ehm… Lain kali aku akan membalas pesanmu ya.”

“Iya… Ya sudah, aku lanjut bekerja ya. Kau baik – baik ya disana.”
Ferdi menyudahi teleponnya.

Senyum Putra menyurut, ada yang aneh dengan Dinda, tidak seperti biasanya. Ia tahu betul bahwa percakapannya dengan Dinda terdengar begitu kaku, seperti pertama kali berkenalan saja. Belum lagi Al yang bertanya dengan nada sedikit sinis. Biasanya jika ia menghubungi Al, Al akan menanyakan kabarnya dengan santai dan sedikit menyelipkan joke sebelum akhirnya menyampaikannya pada Dinda tapi kali ini. ‘ada yang tidak beres…’ gumamnya. Namun, pikirannya terganggu saat tiba – tiba Andre masuk.

“Kemarin aku menemukan ini. Kau menjatuhkannya saat akan meninggalkan lokasi acara.” Ucap Andre sambil memberikan jepitan dasi berwarna silver, diujungnya ada ukiran bertuliskan tanggal 14 Feb, hari ulang tahun Ferdi. Andre menatap Putra dengan curiga.

“Ah, Aku sudah mencarinya sejak kemarin. Syukurlah kau yang menemukannya. Terimakasih.” Ucap Putra senang lalu memakainya.

“Sebenarnya apa hubungannya kau dengan direktur Ferdi?” tanya Andre, membuat senyum Putra menghilang.

“Kenapa tiba – tiba menanyakan hal itu?”

“Penjepit dasi itu milik direktur Ferdi. Hadiah ulang tahunnya saat ia berusia 17 tahun. Dan sekarang kau yang membawanya. Siapa kau sebenarnya?”
Andre semakin curiga.

“Ah, kau benar. Ini memang milik direktur Ferdi. Presdir Lee juga sudah menceritakan itu sebelum memberikannya padaku.”
Putra, berusaha santai.

“Lalu bagaimana dengan ini?” tanya Andre sambil mengeluarkan gantungan kunci berbentuk batman.

“Hei, dimana kau menemukannya? Aku sudah lama mencarinya. Ini milikku.” Jawab Putra senang sambil mengambil gantungan kunci itu dari tangan Andre.

“Benar itu milikmu?"

“Iya seseorang memberikannya padaku!”
Putra terus melihat gantungan itu.

“Dinda?”

“Dari mana kau tahu?”
Putra menatap wajah Andre yang curiga. Senyum Putra menghilang. Ia terpancing oleh Andre.

“Siapa kau sebenarnya? Aku sudah curiga padamu sejak awal. Aku tidak tahu kau siapa tapi tiba – tiba kau masuk perusahaan dan menjadi presdir dengan mudahnya. Satu lagi, kau tahu semua aturan perusahaan ini yang bahkan hanya aku dan direktur Ferdi yang tahu. Siapa kau sebenarnya?”
Andre, sedikit menggertak.

Putra menyimpan gantungan kunci dari Dinda di dalam sakunya lalu ia berdiri, menatap kearah keluar sambil menghembuskan nafas beratnya. Ia masukkan kedua tangannya kedalam kantong celananya. Ia berbicara tanpa memandang Andre.

“Aku tahu kau curiga dengan keaslian surat kematian Ferdi. Aku tahu selama ini seperti apa pengabdianmu pada Ferdi. Aku tahu kau bekerja keras selama Ferdi tidak ada. Lusi juga sudah bercerita padaku, bgaimana kau saat mendapat surat kematian Ferdi. Aku tahu kau benar – benar menghormati Ferdi. Kau begitu hafal dengan sikap Ferdi tapi kau tidak pernah mengambil hati atas semua perkataan kasar Ferdi.”

“Kau benar, Presdir Lee tidak akan semudah itu memberikan perusahaan ini kepada sembarang orang.”
Putra membalikkan badannya, kembali mendekati Andre.

“Jika aku memberitahu identitasku yang sebenarnya apa kau mau berjanji padaku untuk merahasiakan identitasku sebenarnya kepada semua orang, termasuk pada Lusi?”
Putra ganti menatap Andre tajam.

“Kenapa aku harus berjanji dan merahasiakan siapa kau sebenarnya?” lirih Andre.

“Karena suatu saat aku yang akan mengatakannya sendiri dan membuka identitasku sebenarnya. Bagaimana?”
Andre terdiam lalu perlahan mengangguk.

Putra menarik nafas panjang dan membuangnya dari mulutnya, mempersiapkan diri. Perlahan ia membuka kaca matanya dan menatap Andre. Andre hanya terdiam, matanya mulai berkaca – kaca. Perlahan, Putra melepas kumis palsu dan menatap Andre.

“Kau masih tidak tahu siapa aku sebenarnya?”
Tanpa pikir panjang, Andre langsung memeluk Ferdi.

Direkturku, Pasanganku!!!Where stories live. Discover now