Surat Kematian Palsu

31 2 0
                                    

Al mendatangi Star Production dan mencari Presdir Cho tapi tidak ada Presdir Cho disana. Akhirnya ia menghampiri Lusi dan menanyakan siapa atasan disana. Lusi mengantarkan Al ke ruangan Andre. Andre menyapa dengan ramah lalu meminta Al untuk duduk.

“Ada apa? Oiya ku dengar direktur Ferdi bersamamu, apa kabar dia?”
Andre tersenyum. Al hanya tersenyum kecil.

“Justru itu tujuanku kemari. Aku hanya ingin mengantarkan ini untuk seluruh crew Star Production!”
Al memberikan sebuah amplop pada Andre.

Andre memandang Al. Al hanya mengangguk. Dengan ragu ia membuka surat itu. Entah kenapa perasaannya sangat tidak enak. Sebelum Andre selesai membaca, Al pergi meninggalkan Andre. Andre langsung berlari menyusul Al. Andre memanggil nama Al keras. Semua crew langsung berdiri melihat itu. Al menghentikan langkahnya dan berbalik badan.

“Apa ini maksudnya Al?”
Andre dengan wajah sedih menunjukkan surat kematian Ferdi. Al hanya terdiam, ia juga menunjukkan wajah sedih.

“KAU BOHONG KAN? BARU 4 HARI YANG LALU KAMI SALING MEMBERI KABAR, KENAPA SEMUA INI? KAU PEMBOHONG AL!” Teriak Andre, semua crew terlihat bingung. Lusi langsung mendekat pada Andre.

“Maafkan aku Andre, aku hanya mendapat tugas untuk mengantarkan surat itu. Sekali lagi, maafkan aku!”
Al memberi salam lalu pergi.

“AL… HEI… AL…” teriak Andre tapi Al tidak juga kembali.

Andre dengan panik mengambil hape dari sakunya. Ia langsung menghubungi nomer Ferdi beberapa kali tapi selalu tidak aktif. Andre menghubungi Dinda. Panggilan pertama tidak ada jawaban, panggilan kedua Dinda mengangkatnya, Lusi dan yang lainnya tetap diam, tak tahu menahu.

“Dinda… Apa surat itu benar, semuanya bohong kan Dinda? Dia baik – baik saja kan?” tanya Andre panik. Dinda hanya diam, sama sekali tidak menjawab.
“Ayo jawab Dinda, jangan diam saja. Ada apa ini sebenarnya?”

“Maafkan aku kak, maaf…”
Dinda parau lalu menangis.

Andre terdiam, badannya langsung terasa lemas. Semangatnya langsung menurun. Lusi hanya memandang Andre cemas. Andre langsung mematikan panggilan masuknya pada Dinda. Ia kembali menyimpan hapenya. Para crew mendekati Andre dengan penuh tanya. Andre memandang Lusi.

“Batalkan semua meeting untuk 3 hari mendatang. Dan jangan hubungi aku dulu. Aku ingin sendiri!”

“Tapi ada apa, kenapa?” tanya Lusi cemas.
Andre menggelengkan kepala dengan wajah sedih lalu memberikan surat itu pada Lusi lalu pergi begitu saja.

Air mata Lusi dan beberapa crew langsung menetes setelah membaca judul surat itu. ‘Surat Kematian’ atas nama Ferdi Putra Wibawa.
*****
Dalam waktu 3 jam, kabar meninggalnya Ferdi sampai ke telinga Rendy, Alex, Denta, Shahnas, dan semua orang – orang terdekat Ferdi. Rendy tertawa puas mendengar kabar itu. Diwajahnya sama sekali tidak ada guratan kesedihan.

Sedangkan Bibi Yuan langsung pingsan saat menerima surat yang Tuan Park dan Nyonya Dina bawa. Paman Lee langsung mendekap istrinya dengan tangisan. Raisa mencoba terus menghubungi nomer kakaknya. Lalu menangis setelah beberapa kali menelpon kakaknya tapi tidak ada jawaban. Alex yang sedang makan bersama Angel langsung menghentikan makannya setelah mendengar kabar itu. Alex langsung menghubungi Raisa. Raisa hanya menangis saat Alex menanyakan kabar itu. Alex langsung mengenggam tangan Angel dan pergi meluncur ke rumah Ferdi.

Denta dan Shahnas juga langsung meluncur ke rumah Ferdi. Bibi Yuan, Raisa, Paman Lee, Alex, Angel, Denta, dan Shahnas berkumpul dirumah Ferdi untuk mendoakan Ferdi bersama. Diandra yang berada diluar negeri pun langsung memesan pesawat untuk mencari tahu kebenaran dari kabar itu.
*****
Keesokannya harinya Dinda mendatangi ruangan Ferdi. Sejak kemarin Ferdi melarang siapapun masuk keruangannya termasuk para pegawai medis. Perlahan Dinda masuk, ia melihat Ferdi masih tertidur, makanan yang kemarin ia bawakan pun masih utuh dan tanpa berubah sedikitpun. Dinda menghampiri Ferdi, memandang wajah Ferdi.

“Maafkan aku… Maaf… Aku tidak bisa mencegah semua ini tapi ini satu – satunya pilihan untuk membuat Rendy berhenti mengejarmu…”
Ferdi terdiam, sebenarnya ia mendengar semuanya. Namun, ia pura – pura tidur. Dinda membalikkan badannya beberapa kali ia terlihat menghapus airmatanya.

“Aku tidak tahu kenapa semua ini terjadi!”
Dinda berbalik, memandang Ferdi sedih.

“Maafkan aku dan semua keluargaku. Sungguh, kami hanya ingin Rendy menyudahi semuanya!”

“Apakah ayah tahu mengenai ini?”

“Paman Wibawa baik – baik saja. Kami pastikan paman tidak mengetahui tentang ini.”

“Maaf jika sikapku akhir – akhir membuat kesulitan bagimu.”
Ferdi tetap tidak memandang Dinda.

“Tidak papa… Aku paham kenapa kau seperti ini. Aku yang seharusnya minta maaf padamu.”

Ferdi memandang Dinda. Dinda hanya memandang Ferdi dengan sedih. Bahkan bekas airmatanya masih saja dapat dilihat. Ferdi meminta Dinda duduk diranjangnya. Kedua mata Ferdi fokus pada Dinda lalu tersenyum.

“Aku suka kau masih memakai kalung itu!” ucapnya, mencoba tersenyum.

Dinda membalas senyum itu lalu mengeluarkan jam tangan yang pernah ia berikan pada Ferdi. Jam tangan itu terjatuh diambulans saat Ferdi dibawa rumah sakit. Kemarin ia membenarkan jam tangan itu dan baru sempat memberikannya saat ini. Ferdi menyodorkan tangannya, meminta Dinda memakaikannya. Dinda tersenyum kecil lalu memakaikan jam tangan itu pada Ferdi.

“Kenapa kau tidak mau makan?” tanya Dinda lembut.

“Aku ini sedang sakit, aku menunggu orang untuk menyuapi tapi tidak ada yang datang jadi aku tidak mau makan!”
Ferdi berucap manja. Dinda tersenyum lalu menyuapi Ferdi. Ferdi dan Dinda tersenyum dan sedikit tertawa. Namun, Dinda tetap mengerti, Ferdi tidak bisa melupakan kabar itu.
****
Alex masih saja terdiam diruang kerjanya. Beberapa hari ini Alex hanya duduk diruang kerjanya tanpa menyentuh pekerjaannya sedikitpun. Ia masih tidak percaya dan belum bisa menerima tentang kabar kematian Ferdi. Baru beberapa hari yang lalu ia tertawa dengan Ferdi tapi sekarang…

Sampai saat ini ia juga tidak bisa menghubungi nomer Dinda. Saat menghubungi Al, jawaban yang selalu sama. Al hanya menjawab bahwa dia hanya bertugas mengantarkan surat kematian itu saja.

“Kau masih memikirkan Ferdi?”
Angel membuat Alex sadar dari lamunannya. Alex hanya terdiam.

“Ayo kita keluar!”
Angel tersenyum. Alex hanya menggelengkan kepalanya. Tapi Angel terus memaksa, akhirnya Alex mengikuti Angel.

Mereka tiba disebuah objek wisata. Disana ada permainan flying fox, permainan kayuh air berbentuk bebek, dan masih banyak permainan lainnya. Angel dengan semangat menarik tangan Alex untuk bermain kayuh air itu. Awalnya Alex menolak tapi karena Angel merengek, mau tidak mau, Alex mengikuti kemauan Angel. Akhirnya, mereka menaiki permainan kayuh air itu. Alex hanya menunduk sambil membantu Angel mengayuh bebek – bebekan itu.

“Aku paham, kematian Ferdi sangat sulit bagimu. Tidak hanya kehilangan partner terbaik dalam kerja namun, kau juga kehilangan teman terbaik dalam hidup. Tapi sudah hampir seminggu kau seperti ini. Ragamu dikantor tapi pikiran dan rasamu entah kemana.” Ucap Angel lembut.

“Selama ini aku banyak berbuat salah padanya!” 
Alex tetap menunduk.

“Aku yakin Ferdi sudah memaafkanmu. Dia pasti akan sedih melihatmu seperti ini. Come on Alex, Ferdi tidak butuh sedihmu, dia hanya butuh doa kita.”  Angel memberi semangat Alex.

“Setelah berpisah lama, baru saja kami menemukan persahabatan kami kembali. Tapi kenapa semua begitu cepat!”

“Kita doakan yang terbaik untuk Ferdi ya, agar Ferdi lebih tenang disana!”
Angel mengenggam tangan Alex. Alex langsung mengangkat wajahnya dan memandang Angel. Angel tersenyum tulus pada Alex, Alex ikut tersenyum.
*****
Kok ikut sedih ya...

Direkturku, Pasanganku!!!Where stories live. Discover now