Ultah Dinda, Awal Perpisahan

22 1 0
                                    

Hari ini adalah hari yang ditunggu – tunggu oleh kedua orangtua Dinda. Tepat di hari ini Dinda berusia 23 tahun. Namun, semuanya terlihat biasa saja. Semuanya cuek, tak ada 1 pun yang mengucapkan ‘selamat ulang tahun’ pada Dinda. Apalagi tanda – tanda terlihat sibuk menata surprise untuknya.

“Kau lupa hari ini hari apa?”
Dinda bertanya pada Al yang sedang memakan roti di sampingnya.

“Ehm…”
Al mencoba mengingat.

“Ehm iya aku baru ingat!”
Dinda tersenyum penuh harap.

“Hari ini kan hari…”
Al sengaja menjeda ucapannya. Ia sengaja membuat Dinda penasaran. Dinda tersenyum berharap Al mengucapkan padanya.

“Hari Sabtu…”
Al membuat senyum Dinda menghilang.

“Kenapa kau begitu mengesalkan, ha?”
kesal Dinda lalu pergi untuk melihat keadaan café.

Al hanya melihat Dinda. Semakin hari ia semakin dibuat jatuh cinta oleh Dinda, apalagi melihat Dinda saat menjelaskan sesuatu pada karyawannya, itu membuatnya semakin terpesona. Ia pandang jam ditangannya. Masih jam 1 siang itu artinya masih ada waktu 1,5 jam untuk menikmati kebersamaannya dengan Dinda.

Setelah mengadakan briefing dengan karyawannya, ia berdiri dengan kesal. Tiba – tiba senyumnya kembali mengembang saat ia melihat mobil Dimas berhenti di parkiran cafénya. Ia melihat Dimas membawa sesuatu di tangannya, ia berpikiran itu untuknya.

Dinda menyambut Dimas dengan senyuman manisnya. Namun, lagi – lagi ia harus kesal karena Dimas hanya menanyakan Al dan mengatakan bahwa ia ingin berbicara dengan Al. Tak sampai 20 menit, tiba – tiba seorang karyawan menghampiri Dinda dan memberi kabar bahwa Al baru saja pingsan.

Dinda berlari masuk dan benar saja, sudah ada beberapa karyawan yang mengitari Al yang tergeletak di sofa. Diatas meja sudah ada teh hangat dan beberapa wangi – wangian untuk menyadarkan Al. Dinda langsung mengambil alih dan meminta para karyawannya untuk kembali bekerja sehingga hanya ada Dinda, Dimas, dan Al diruang kerjanya.

“Ada apa dengannya kak?” tanya Dinda cemas.

“Aku juga tidak tahu. Setelah dari toilet aku sudah melihatnya tergeletak di lantai. Setelah itu aku panggil beberapa karyawan untuk membantuku. Apa dia sedang sakit?”

“Akhir – akhir ini kesehatannya memang sering terganggu.”
Dinda berusaha menyadarkan Al.

Perlahan, Al mulai sadar dari pingsannya. Dinda memandang Al dengan begitu cemas. Dinda meminta pada Dimas untuk mengantarkan mereka ke rumah sakit. Dimas mengiyakan tapi malah Al yang menolak. Ia mengatakan bahwa dirinya hanya kelelahan dan tidak perlu dibawa kerumah sakit. Al kembali menutup matanya setelah meneguk segelas teh hangat.

“Ehm… Dinda, nanti pukul 4 ada tamu penting tuan Park. Tadi ibumu menitipkan ini padaku, dia memintamu memakainya untuk menemui para tamu penting ayahmu.”
Dimas memberikan bawaannya tadi pada Dinda.

“Kenapa tidak dirumah saja. Kalau tamu ayah pukul 4, aku bisa pulang pukul 3. Lagipula dirumah gaunku masih banyak, kenapa harus baru lagi?”
Dinda sambil terus mengusap kepala Al dalam pangkuannya. Dimas hanya mengangkat pundaknya.

“Ehm… Aku harus segera pergi. Bagaimana apa jadi ke rumah sakit?”

“Tidak… Biarkan dia istirahat dulu!”

“Ya sudah, aku pergi dulu ya. Jangan lupa memakai gaun itu.”

“Iya kak. Maaf ya, aku tidak bisa mengantarkanmu kedepan.”

“Iya. Sampaikan pamitku pada Al ya. Kau hubungi aku saja kalau Al tidak bisa mengantarmu!”
Dinda hanya mengangguk dengan senyumnya.

Dinda mengambil hapenya lalu mengeceknya bahkan Ferdi juga tidak memberinya ucapan padahal ia tahu betul bahwa Ferdi tidak mungkin melupakan hari ulang tahunnya. Dinda kembali menyimpan hapenya lalu mulai memperhatikan wajah Al.

Direkturku, Pasanganku!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang