Hampir Ketahuan

25 1 0
                                    

Keesokannya Dinda terbangun saat hapenya berdering, dengan malas ia membuka pesan dari Dimas. Ia langsung membuka matanya lebar saat Dimas mengatakan bahwa kedua orangtuanya dalam perjalanan untuk menjenguk Al. Dinda terlihat langsung, membereskan alas tidurnya, lalu membersihkan tubuhnya. Setelah keluar, ia melihat Al sudah membuka matanya dan tersenyum. Dinda hanya meringis lalu membersihkan ruang rawat Al.

“Ada apa?”

“Ayah dan ibu sedang dalam perjalanan kemari!”

Wajah Al berubah gelisah, baru saja ia akan mengambil hapenya untuk menanyakan pada Dimas sampai mana. Tuan Park dan Nyonya Dina sudah masuk. Al langsung meletakkan hapenya dan beranjak duduk namun, tuan Park menahannya.

“Kau ini benar – benar membuatku marah, sungguh kau membuatku kesal!” kesal tuan Park.

“Maafkan aku tuan!” lirih Al.

“Kau pikir karena kau tangan kananku lalu kau boleh pergi dan menghilang tanpa kabar begitu saja? Kau tahu, kau akan mendapat hukuman setelah kau kembali bekerja nanti. Sudah pergi tanpa kabar, lalu masuk rumah sakit, sekarang kau meminta anakku menjagamu seperti ini?”

“Ayah, aku yang ingin disini, bukan kak Al yang memintaku. Jadi, jangan salahkan dia!”
ucap Dinda membela Al.

“Diam disitu, atau ku pukul Al!"

Dinda menghentikan langkahnya, seisi ruangan nampak kaget, termasuk nyonya Dina yang berada disamping suaminya. Tuan Park semakin mendekati Al, membuat Dinda semakin takut, takut ayahnya benar – benar memukul Al.

“Akh, apa yang kau pikirkan? Kau tidak malu seorang sumbaem bisa sakit seperti ini?” lirih tuan Park pada Al. Membuat Al dan Nyonya Dina bingung.
“Keluarlah, jangan lama – lama disini! Aku masih punya hutang menraktirmu makan bersama!”
Al hanya mengangguk dengan senyum kecilnya.

“Maaf ya, kami baru bisa menjengukmu sekarang.”
nyonya Dina tersenyum. Dinda dan Dimas hanya memandang bingung. Tadi, tuan Park marah – marah sekarang mereka tersenyum bersama.

“Aku merasa sangat senang, tuan dan nyonya meluangkan waktu untuk menjengukku. Maafkan aku tuan, nyonya. Aku janji tidak akan membuat nona Dinda bertahan disini!”

“Kau ini, jangan seperti itu. Cepatlah sembuh agar anakku tidak terus – terusan menjagamu. Anggap saja ini bonus untukmu. Anggap saja kau dan Dinda berganti posisi. Kau atasan Dinda dan Dinda bodyguardmu. Tapi, kau harus janji padaku, kau harus mengajaknya jalan – jalan setelah kau sembuh.” Bisik tuan Park.

“Maksud Tuan?”

“Hah, kau ini pura – pura tidak paham. Sebulan lagi Dinda ulangtahun, kami berencana untuk mengadakan pesta kecil – kecilan untuknya. Sungguh kau tidak mau ikut merayakannya?”
goda nyonya Dina tersenyum.

“Sudah ayo, jangan terlalu lama menganggu istirahat Al. Kita masih harus ketempat lain!” ajak tuan Park pada istrinya. Istrinya mengangguk.

“Kau cepatlah sembuh ya, ini ku bawakan buah – buahan untukmu!”
Nyonya Dina meletakkan buah itu diatas meja.

“Dinda, ini pakaianmu dan makanan untukmu!” ucap nyonya Dina pada anaknya, membuat Dinda mendekati ibunya dengan wajah bingung.

“Bu, ini apa maksudnya?” lirih Dinda bingung sambil menerima sekantong pakaian dan makanan untuknya.

“Kau tega meninggalkan dia dalam keadaan sakit?” bisik nyonya Dina.

“Tapi bu, aku…”

“Ya sudah, kami harus pergi! Kau istirahatlah Al. Aku tidak mau kau keluar masuk pekerjaan karena sakit. Kau tidak boleh masuk bekerja sebelum kau benar – benar sehat. Untuk sementara lupakan pekerjaanmu, kesehatanmu itu lebih penting!” potong tuan Park.

“Terimakasih, terimakasih tuan, nyonya!” ucap Al dengan terharu. Tuan Park dan nyonya Dina hanya tersenyum lalu pergi diikuti Dimas.

Al dan Dinda saling memandang, mereka sama – sama bingung kenapa sikap kedua orangtua Dinda seperti itu. Dinda meletakkan barang yang ibu bawakan untuknya. Ia duduk lalu meletakkan kedua tangannya di wajahnya. Al mengambil nafas panjang beberapa kali lalu mengeluarkan melalui mulut.

“Kau memberitahu pada ayah dan ibumu tentang kita?” lirih Al. Dinda menggelengkan kepalanya. “Dimas?” sambungnya. Dinda kembali menggelengkan kepalanya.
“Kau yakin?” tanya Al lagi. Dinda mengangguk. “Astaga ada apa ini…”
*****
Waduh Fer, kalah telak nih

Direkturku, Pasanganku!!!Where stories live. Discover now