Menembak Dinda

45 2 0
                                    

Perlahan, Dinda membuka matanya. Ia melihat Ferdi masih tertidur, ia sentuh kening Ferdi, masih terasa panas. Ia membawa baskom itu dan mengganti air didalamnya lalu kembali mengompres kening Ferdi. Setelah itu ia ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk Ferdi. Ferdi terbangun saat mencium bau makanan, dia terus menatap Dinda. Dinda hanya tersenyum lalu menyisipkan bantal dipunggung Ferdi.

"Kemarin aku bertemu Rendy..."
Dinda terkejut.

"Ibunya meninggal karena aku..."
Dinda memandang Ferdi cemas. Ia mulai mengenggam tangan Ferdi. Perlahan airmata Ferdi mengalir.

"Aku pembunuh... Aku pembunuh... Aku pembunuh..."

"Kau bukan pembunuh Ferdi... Kau tidak membunuh..."
Ferdi hanya diam namun, airmatanya terus mengalir.
###

Andre terdiam di kantornya. Akhir - akhir ini keadaan kantor sedikit sepi karena tidak hadirnya Ferdi dikantor.

Sudah lebih dari 3 hari Ferdi absen dari kantor, saat Andre mencoba menghubungi, nomer Ferdi selalu tidak aktif. Sekalinya aktif, panggilannya direject oleh Ferdi. Pernah sekali ia mencoba menghubungi apartemen lama Ferdi namun ternyata Ferdi sudah pindah dan semua karyawan kantor termasuk Presdir Cho tidak ada yang tahu alamat baru Ferdi. Ia mengusap wajahnya lalu keluar untuk menemui Lusi.

"Apa akhir - akhir ini Direktur menghubungimu?"
Lusi hanya menggelengkan kepalanya.

"Sudah 3 hari direktur kita tidak memberi kabar. Dia tidak membalas semua panggilan dan pesanku. Bahkan dia tidak membalas emailku sekalipun masalah kantor. Aku mencemaskannya."

"Kau sudah mencoba menghubungi Dinda?"

"Sudah, tapi dia hanya mengatakan bahwa dia juga jarang berkomunikasi dengan direktur kita. Huft... ada apa dengannya?"
Lusi dan Andre terdiam dan saling memandang.
###

Raisa keluar dari rumahnya menggunakan jaket dan rambut kuncir kuda. Dia menghampiri Al dan meminta tolong Al untuk mengantarnya ke mini market. Al mengangguk, sepanjang jalan ia tersenyum senang. Jaket yang kemarin ia berikan pada Raisa, malam ini digunakan Raisa. Mereka berjalan santai sambil bercengkrama.

"Ku dengar kemarin kau sudah membuat CV untuk melamar pekerjaan?"
Raisa mengangguk.
"Dimana saja kau masukkan CV mu?"

"Aku belum memasukkannya kemanapun kak. Masih sulit untukku bekerja jika keadaan kak Ferdi masih seperti ini. Aku merasa sedih. Sejak ayah meninggal, kak Ferdi selalu menanggung semuanya sendiri. Entahlah, sudah berapa tulang dalam tubuhnya yang harus patah selama ini. Aku bisa berangkat keluar negeri karena kak Ferdi, paman dan bibi bisa makan enak juga karena kak Ferdi. Dia tidak peduli seberapa lelah tubuhnya karena bekerja, ia selalu tersenyum saat melihat aku, paman, dan bibi hidup senang. Ia tidak tahu bagaimana caranya mengistirahatkan badannya, yang ia tahu bagaimana caranya membuat kami bahagia." Lirih Raisa, beberapa kali ia terlihat menghapus airmatanya.

"Sudah jangan menangis. Kau tak perlu mencemaskan kakakmu. Aku yakin, dia pria yang kuat."
Al tersenyum. Raisa mengangguk setuju.
###
Apartemen Ferdi...

Dinda masih mengenggam tangan Ferdi. Ferdi yang mulai tenang kembali merebahkan badannya setelah meneguk air putih. Dinda menyodorkan makanan pada Ferdi namun, Ferdi menolaknya, pandangannya hanya lurus kedepan.

"Apa kau perlu sesuatu?"
Dinda tidak lagi mengenggam tangan Ferdi. Ferdi menggelengkan kepalanya.

"Aku panggilkan kak Diandra ya?"
Lagi - lagi Ferdi menggelengkan kepalanya.

"Istirahahatlah!"
Dinda bergegas pergi namun, Ferdi langsung menahan dan mengenggam tangan Dinda. Dinda menoleh, Ferdi terlihat menutup matanya.

"Jangan pergi! Jangan pergi!"
Dinda memandang Ferdi sedih. Dinda mengusap punggung tangan Ferdi.

Direkturku, Pasanganku!!!Kde žijí příběhy. Začni objevovat