Dua Pria

20 0 0
                                    

Ferdi terdiam diluar rumah, ia memandang langit malam itu. Entah kenapa rasanya ia benar – benar merindukan keluarga dan teman – temannya, belum lagi urusan kantor. Ia ingin berbicang – bincang bersama mereka. Ia ingin sekali berkumpul bersama mereka meskipun hanya sekedar menikmati secangkir kopi. Dimas melangkah keluar dan terdiam menatap Ferdi. Ia tahu betul bahwa Ferdi membutuhkan hiburan. Dimas keluar lalu menyodorkan hape dan earphonenya, membuat Ferdi bingung.

“Kau tidak ingin menghubungi Dinda?”
Dimas menawarkan. Ferdi tersenyum senang dan langsung menghubungi Dinda.

“Dinda…” ucap Ferdi senang. Dinda ikut tersenyum senang.

“Kau apa kabar direktur?”

“Dimas menyiksaku!”
eluh Ferdi dengan kesal.

“Uh uh manja sekali…”
“Kau sudah makan malam hari ini?” 
Ferdi mengangguk.

“Apa kau tidak merindukanku?”
lirih Ferdi.

“Bagaimana bisa aku tidak merindukanmu? Kemarin aku sudah menghubungi kak Dimas untuk berbicara denganmu tapi rupanya kau sangat sibuk membantu masyarakat disana. Kau hebat sekali direktur. Aku senang kau mau membantu mereka!” puji Dinda dengan senyum manisnya.

“Hah, kenapa Dimas tidak memberitahuku…” kesal Ferdi.

“Sudahlah, kan sekarang kita sudah video call an. Kau sabar ya, ikuti saja kemauan kak Dimas. Yakin padaku, kau takkan rugi pergi bersama kak Dimas!” ucap Dinda mengingatkan.
“Kau harus tetap semangat ya, jaga kesehatanmu baik – baik. Jangan membuatku khawatir. Oiya, apa kegiatanmu besok?”

“Ehm… Entahlah aku tidak tahu. Tapi energiku pulih kembali setelah melihatmu. Aku senang sekali malam ini. Kau jaga diri baik – baik ya!”
ucap Ferdi senang.

Hanya satu dua kalimat lagi lalu telepon berakhir. Dinda meletakkan hapenya lalu terdiam. Ia tidak tahu pada siapa sebenarnya hatinya terpaut. Ferdi atau Al. Mereka sama – sama pria baik – baik, mereka sama – sama dekat dengannya. Hanya saja, Ferdi sudah jelas menyimpan rasa untuknya, sedangkan Al? Dia sulit membedakan apakah perlakuan Al padanya memang karena Al menyimpan rasa padanya atau karena ia melakukan pekerjaannya yaitu, menjadi bodyguard Dinda. Lamunannya terhenti saat ia mendengar langkah seseorang. Dinda keluar dan Al datang.

“Maaf ya, aku terlambat!” lirih Al. Dinda hanya memandang Al.
“Aku membersihkan diri dulu ya, setelah itu, aku temani kau!” ucap Al dengan senyumnya lalu pergi.

Dinda hanya tersenyum kecil. Dinda membuat minuman hangat dan membawa camilan. Ia letakkan dimeja lalu memilih DVD mana yang cocok untuk ditonton malam ini bersama Al. Sebenarnya ia sangat ingin menonton drama korea tapi pasti Al tidak suka. Okelah, Dinda memutuskan untuk menonton film dengan genre drama – action.

“Tumben tidak menonton drama korea?”
Al duduk disamping Dinda dan menyomot camilan ditangan Dinda.

“Tidak, lagipula kakak kan tidak suka drama korea, jadi kita menonton film drama – action saja!”
Dinda fokus pada film itu.

Sedangkan Al memandang Dinda. Sudah seharian ia sangat sibuk menyelesaikan urusannya. Bahkan ia tidak sempat memberi kabar pada Dinda seharian ini.

“Oiya kak, apa kesehatanmu sudah benar – benar pulih, akhir – akhir ini kau terlihat sangat sibuk! Kau masih ingat kan apa yang dokter katakan padamu?” Al hanya mengangguk dengan senyumnya.

“Ehm… mulai besok aku akan cuti!”
Al membuat gerakan tangan Dinda terhenti. Fokusnya pada film seketika memudar.
“Aku sudah mengatakannya tadi pada ketua!”

Dinda meletakkan camilannya, ia membersihkan tangannya yang kotor karena camilan dengan tisu dan tersenyum kecut lalu memandang Al. Al juga memandang Dinda. Ia memang pernah meminta Al untuk cuti bahkan berjanji untuk meminta ayahnya mengizinkan Al untuk cuti. Tapi, kenapa setelah Al benar – benar akan cuti, rasanya ia ingin sekali menahannya. Dinda mengalihkan pandangannya lalu…

“Ehm… iya kak, kau betul. Kau memang perlu cuti!” lirih Dinda lalu meneguk minumnya.

“Aku tidak tahu siapa yang akan menggantikanku. Tuan Park tidak memberitahu padaku!”
Al mencoba semangat. Dinda hanya mengangguk tanpa memandang Al.

“Hai, coba lihatlah. Kenapa perempuan itu menangis? Aku tidak terlalu fokus tadi!”
Al mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.

“Ia bertemu dengan prianya, mengira prianya datang untuk menemaninya tapi ternyata ia harus menangis karena prianya menemuinya hanya untuk mengatakan bahwa keesokannya pria itu harus pergi. Sementara ia berharap prianya selalu ada didekatnya!” lirih Dinda.

Al hanya menelan ludahnya mendengar ucapan Dinda. Padahal ia sudah menonton film itu lebih dari 2 kali. Ia tahu persis bahwa wanita itu menangis karena ia harus kehilangan rumahnya yang penuh kenangan bersama keluarganya karena bom yang dijatuhkan oleh lawan mereka. Setelah itu, tidak banyak kata lagi yang mereka ucapkan. Mereka terus menonton film itu hingga mereka tertidur.

Al terbangun lalu mengusap matanya. Gerakannya terhenti saat ia menyadari Dinda tertidur dibahunya. Al tersenyum memandang Dinda, menyibakkan rambut Dinda yang menutupi wajah cantiknya. Hanya beberapa menit saja. Al memandang jam dinding, masih tengah malam.

Al mematikan TV dan secara perlahan mengambil selimut di samping Dinda lalu menyelimuti Dinda dengan pelan agar Dinda tidak terbangun. Al menggunakan sisa selimutnya untuk menutup tubuhnya lalu mendekap Dinda. Ia kembali memandang Dinda, malam ini akan menjadi malam yang sangat sulit ia lupakan dalam hidupnya. Malam dimana ia bisa memandang Dinda dengan puas. Malam dimana ia bisa mendekap erat Dinda. Malam dimana ia berperan sebagai penghantar ketenangan dan kehangatan untuk Dinda.
*****

Keesokan harinya Dinda terbangun, gerakannya terhenti saat ia menyadari bahwa ia tertidur dalam dekapan Al bahkan ia bisa mendengarkan detak jantung Al. Dinda langsung berpura – pura kembali tidur saat ia tahu bahwa Al mulai terbangun. Al tersenyum karena Dinda masih tidur dalam dekapannya. Al menyibakkan rambut Dinda untuk memandang wajah cantik Dinda yang bertambah cantik saat sedang tertidur. Rasanya ia ingin terus malam dan tak ingin pagi namun, saat ini saja sudah pagi. Al memandang Dinda lalu mencium tulus kening Dinda.

“Kau jaga diri baik – baik ya selama aku pergi. Sebenarnya aku juga tidak mau meninggalkanmu tapi, huft… Aku harus tahu keadaan ibu.” Lirih Al lalu pergi dengan sangat pelan.

Dinda membuka matanya setelah Al pergi. Ibu Al, ada apa dengan nyonya itu. Kemarin Al bahkan mengusir ibunya tapi kenapa tiba – tiba Al cuti untuk mengetahui keadaan ibunya. Ada apa dengan ibunya. Lalu apakah ini berkaitan dengan saat Al mengatakan bahwa dia tidak mau datang secara keras pada lawan teleponnya saat ia dirawat di rumah sakit.
******
Ada apa dengan cuti Al yang tiba - tiba? Lalu kepada siapa Dinda akan melabuhkan hatinya? Kepada Ferdi atau malah Al?

Direkturku, Pasanganku!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang