Ungkapan Hati Part 3

45 1 0
                                    

Keesokan harinya Dinda mendatangi apartemen Ferdi. Ia melihat Ferdi masih tertidur pulas. Dinda hanya tersenyum memandang Ferdi yang masih saja tertidur di sofa. Ia berjalan ke dapur, mengambil piring dan menuang bubur yang telah ia buat untuk Ferdi. Ia menyiapkan sambil bernyanyi pelan. Ia merapikan apartemen Ferdi dengan bernyanyi, membuat Ferdi terbangun lalu terus memandang Dinda dengan senyum. Dinda yang menyadari, tersenyum malu.

“Bangunlah, ayo makan! Kau harus bekerja, direktur!” ajak Dinda. Bukannya mengiyakan, ia malah menanyakan kemana Al.

“Dia sedang bertemu bosnya. Jadi aku sendiri…”

“Kenapa sendiri, kau kan bisa bersamaku…”
sahut Ferdi dengan suara bercanda. Dinda hanya tersenyum. Ferdi beranjak bangun lalu memakan buburnya.
###
Kantor Sun Production...

Pagi – pagi Alex sudah disibukkan dengan pekerjaannya. Tiba – tiba tuan Tommy masuk, menghentikan pekerjaan Alex. Tuan Tommy duduk didepan Alex, meminta anak buahnya meninggalkan dia hanya dengan anaknya saja.

“Apa maksud ayah menjodohkan aku dengan Angel, yah? Kemarin ayah sangat marah saat aku dekat dengan wanita tapi sekarang kenapa ayah menjodohkan aku dengan Angel yah? Aku tidak suka wanita seperti Angel yah!”

“Ayah Angel adalah pemilik saham terbesar di Simon Production. Hampir 90 % saham Simon Production adalah miliknya. Bukankah sangat baik jika kita bisa bekerja sama dengan beliau?”

“Jadi ayah menjual aku demi kerja sama dengan Simon Production? Yah, tidak bisakah jika ayah mencari saham tidak dengan menjual aku? Yah, aku tidak suka dengan Angel, Angel juga tidak suka denganku, yah!”

“Rasa suka itu bisa tumbuh dari kalian sering bertemu. Aku sudah mengatur waktu untuk bertemu, kita akan makan siang bersama Angel jadi aku meminta Rendy untuk mengosongkan waktumu sampai pukul 2 siang.” Ucap Tuan Tommy santai.

“Kenapa tidak bertanya padaku dulu?”
Alex tambah kesal.

“Untuk apa, paling juga kau menolak. Ya sudah, aku pergi dulu ya!”
tuan Tommy berlalu dengan santai. Alex berteriak kesal.
###
Rumah Sakit...

Dimas terdiam disudut ruang rawat paman Wibawa. Entah kenapa ia merasa bertanggungjawab besar dengan kesalamatan dan kesehatan ayah Ferdi ini. Tiba – tiba hp Dimas berdering, ia keluar lalu mengangkat panggilan masuk itu. 2 bodyguard langsung menunduk hormat saat Dimas keluar.

“Kau sedang apa?” lirih Kenny

“Aku sedang bekerja, kau sedang apa? Sudah makan?”

“Aku baru saja pulang belanja dan aku sudah makan. Kau sendiri bagaimana? Jaga kesehatanmu ya, aku selalu mengkhawatirkanmu…”

“Maaf ya sudah membuatmu khawatir. Tapi aku suka jika kau mengkhawatirkan aku. Tandanya, kau mencintaiku hehehe… Oiya, hari ini aku akan sibuk sekali jadi, aku minta maaf ya kalau nanti malam aku tidak sempat meneleponmu. Tapi, akan aku usahakan tetap meneleponmu.”

“Tapi aku merindukanmu…”
Kenny merajuk. Dimas hanya tersenyum mendengarnya.

“Aku juga sangat merindukanmu. Maka dari itu, aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku. Bosku akan memberikan waktu aku untuk pulang jika aku segera menyelesaikan pekerjaanku. Hah, aku sangat ingin bertemu denganmu. Kau jaga diri baik – baik ya disana. Aku harus melanjutkan pekerjaanku.”

“Iya, kau juga ya. Jangan terlambat makan!”

Dimas hanya mengiyakan lalu mematikan teleponnya. Lalu menemui salah satu bawahannya. Meminta mereka lebih menjaga tuan Wibawa, setelah itu ia pergi.
###
Apartemen Baru Ferdi...

Dinda yang sedang menyiapkan makan siang untuk mereka, mengajak Ferdi untuk makan bersama. Ferdi menutup laptopnya dan dengan semangat memakan makanan itu, apalagi masakan itu buatan Dinda. Ditengah makan mereka, hp Ferdi berbunyi, ada email masuk. Ferdi menghentikan makannya dan melihat email itu.

Lagi – lagi akun itu. Akun itu mengirimkan foto ibu Ferdi dengan menggunakan pakaian rumah sakit, sedang menggendong seorang bayi. Ia memperbesar foto itu, mencoba melihat lebih detail. Ada tanggal disana. Itu terjadi 24 tahun yang lalu.

Ferdi berjalan ke dapur, mengambil air putih dari kulkas dan meneguknya. Ia genggam kuat gelas itu. Ia kembali melihat foto itu dan dengan emosi, ia melempar gelas itu hingga pecah. Dinda yang kaget langsung berlari mendekati Ferdi. Dinda terdiam melihat Ferdi duduk dilantai.

“Hai, ada apa denganmu?”
Dinda memegang bahu Ferdi, Ferdi hanya diam, pandangan lurus kedepan.

“Direktur… ada apa?”
Dinda mengambilkan minum untuk Ferdi namun, Ferdi menolak. Dinda mengantarkan Ferdi kekamarnya.

“Apa kau butuh sesuatu?”

Ferdi diam saja. Ia membelakangi Dinda. Dinda dengan keahliannya bergerak cepat, mengecek email itu dari hpnya. Semalam ia sudah meminta Al untuk menyadap hp Ferdi saat Ferdi tertidur.

“Direktur, duduklah, aku ingin berbicara padamu!” pinta Dinda pelan. Ferdi beranjak duduk.

“Ada apa denganmu?”
Ferdi memandang Dinda, menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum.
“lalu gelas itu?” sambungnya.

“Aku tidak sengaja menjatuhkannya.”

“Apa ada yang ingin kau ceritakan padaku?”
Ferdi terdiam sejenak lalu tersenyum.

“Ada apa direktur, katakan saja!”
Ferdi memandang Dinda.

“Jika ada seorang laki – laki yang mencintaimu tapi dia memiliki keluarga yang begitu rumit, dia memiliki keluarga yang begitu tidak jelas. Apa kau tetap mau menerima laki – laki itu?”
Ferdi bertanya serius. Dinda terdiam. Ia tahu, Ferdi menceritakan dirinya sendiri. Dinda tersenyum.

“Ehm… Setiap manusia itu memiliki masalahnya masing – masing. Serumit apapun keadaannya, selagi dia masih memiliki rasa cinta dihatinya. Apakah aku harus menolaknya?”

“Kau tahu, dulu, ayahmu selalu mengatakan padaku bahwa sebesar apapun kesalahan ibumu, cinta tetap cinta. Dia murni tidak berubah hanya karena kesalahan, tidak berubah hanya karena keadaan yang rumit. Selagi dihatinya masih ada cinta, dia tetaplah manusia yang berhak mendapat kebahagiaan…"

"Awalnya aku tidak mengerti maksud ucapan ayahmu. Tapi, sekarang aku mulai mengerti maksud ucapan ayahmu.”
Dinda tersenyum, mengingat kembali moment itu.

“Ayahmu selalu mengatakan padaku bahwa dia memiliki anak laki – laki yang begitu kuat, begitu tegar, berjiwa pemimpin, memiliki sifat yang baik, dan mudah memaafkan. Dan aku percaya bahwa ayahmu benar – benar memiliki anak laki – laki seperti itu.”
Ferdi hanya menunduk.

“Sekarang istirahatlah, kau hanya perlu istirahat.”
Ferdi hanya mengangguk.

“Oiya, besok aku akan pergi bersama kak Al. Kami harus mengurus sesuatu. Mungkin kami harus bermalam disana juga.”
Lagi – lagi Ferdi hanya mengangguk.

Ferdi kembali berbaring. Dinda menaikan selimut Ferdi. Ketika Dinda akan melangkah, Ferdi menarik tangan Dinda hingga Dinda jatuh dalam pelukan Ferdi. Ferdi menutup matanya.

“Tunggu sebentar, tunggu hingga aku tertidur!”
Dinda memandang wajah Ferdi. Perlahan Ferdi membuka matanya.

“Terimakasih karena selalu ada untukku. Terimakasih selalu menemaniku setiap waktu...”
*****
Tuh Din, kurang apa lagi? Udah jelas, Ferdi suka sama kamu, tunggu apa lagi?

Direkturku, Pasanganku!!!Where stories live. Discover now