182

68 11 7
                                    

Jisoo tiba-tiba mendekat dan memeuluk Alice. "Maaf karena meninggalkanmu malam itu.."

"Kamu tahu bahwa unniemu yang satu itu sangat payah mengendalikan emosinya.." Jisoo berkata kemudian melepas pelukannya dan menatap Alice yang matanya sedikit menggenang.

"Jangan terlalu memikirkan kata-katanya. Jiyoon hanya terlalu terkejut dan tidak berfikir dengan baik. Aku yakin kamu memiliki alasan sehingga menyembunyikannya dari kami. Dia hanya marah sehingga mengatakan hal-hal yang yang tidak pantas. Namun.."

"..unnie meminta tolong padamu untuk saat ini, kita ikuti saja keinginan Jiyoon unniemu sampai suasana hatinya membaik sebelum kita membicarakannya lagi. Hmm? kali ini unnie rasa butuh waktu cukup lama untuk membujuknya." Jisoo kemudian menarik kursi dan mengisyaratkan Alice untuk duduk.

"Unnie tidak marah padaku?" Kali ini Alice memberanikan diri menatap kedua mata Jisoo.

Jisoo perlahan menarik kursi dan duduk disebelah Alice dan memutar arah agar mereka saling berhadapan. "Tentu aku marah padamu.."

Alice tersenyum canggung saat mendengar ucapan Jisoo. "..aku marah karena kamu merahasiakan masalah sebesar ini. Namun semarah apapun aku, kamu tetap adik unnie yang paling kecil. Aku hanya akan menunggu sampai kamu mau meceritakan semuanya."

"Maafkan aku unnie. Aku belum bisa mengatakannya. Namun aku bersumpah aku tidak memiliki niat buruk sedikitpun."

"Hmm, unnie percaya." Jisoo berkata sambil mengusap kepala Alice dengan sayang.

"Mulai sekarang, lupakan semua perkataan buruk Jiyoon dan beraktifitaslah seperti biasanya. Makan dan beristirahatlah dengan teratur. Jika kamu ingin menghubungiku, tidak perlu berfikir dua kali. hmm?"

"Terimakasih unnie." Alice berkata dengan senyuman lembut saat matanya yang menggenang tampak berkilau. Gadis itu berusaha mengendalikan emisonya, gadis dinging yang cengeng.

Jisoo tersenyum lembut. "Tidak lama lagi Jennie akan pulang. Dia berkata bahwa kamu belum pernah membalas pesan terakhirnya. Sebaiknya jangan membuat masalah ini berlarut-larut.

Beberapa hari kemudian, Jennie akhirnya pulang. Dua minggu lebih gadis itu meninggalkan seoul dan menyerahkan semua pekerjaan untuk Yuna tangani. Mengemudi seorang diri, Jennie memperhatikan jalan terasa sedikit sepi karena hari sudah sangat larut. Karena merasa bosan, Jennie akhirnya memutar saluran radio favoritnya.

"Rose-shi. Kami mendengar bahwa anda sebenarnya adalah seorang dokter. Apakah itu benar?"

"Itu benar."

"Wah. Rose-shi selain memiliki suara indah dan unik anda ternyata seorang jenius. Anda masih dua puluh empat tahun kan?"

Terdengar suara tawa kecil."Benar."

"Oh okay. Ini berita yang sangat mengejutkan. Bagaimana bisa anda menjadi seorang dokter diusia semuda ini? Wah. Saya merasa masih sulit percaya. Lalu apakah anda bisa berbagi informasi pada kami dan pemirsa tentang anda bekerja dibagian apa?"

"Saya bekerja di salah satu rumah sakit sebagai dokter bedah.."

Jennie masih mendengarkan dengan serius sambil berfikir keras dan bergumam."Bukankah itu suara dokter Rose?"

Tiba di apartemen, Jennie segera membawa tas koper nya menuju kamar kemudian berbenah seperlunya sebelum kemudian membersihkan diri di kamar mandi. Tubuhnya sangat lelah dan terasa lengket jadi ia memutuskan untuk mandi.

Alice (Dreams And Memories) Book 1Where stories live. Discover now