92

49 10 0
                                    

Pagi hari yang cerah, Suzy sedang sibuk di kamar Alice untuk membantu mengemas barang yang akan ia bawa. Tak banyak, hanya satu koper berukuran sedang yang berisi beberapa pakaian, barang serta buku penting yang Alice butuhkan. Sesuai rencana, seharusnya kemarin Alice sudah harus berangkat ke korea selatan. Namun karena insiden yang menimpah Citra, ia harus menunda kepulangannya berharap bisa menunggu kepulangan sang mama di rumah. Tapi sudah tiga hari berlalu sejak Citra dibawa ke rumah sakit belum ada tanda-tanda kepulangannya. Hal itu yang membuat Alice semakin merasa bersalah dan tak enak hati, ditambah lagi Albar yang telah mendiaminya.

Semalam Alice menerima telepon dari Jessica yang memintanya untuk segera kebali ke korea selatan. Sebab banyak hal yang harus ia kerjakan sebelum gadis itu mulai berkantor. Itulah yang membuat Alice membulatkan tekad mengumpulkan keberanian untuk menemui kedua orang tuanya di rumah sakit hari ini.

Tanpa ekspresi Alice melangkah keluar dari lift dan melihat kondisi rumah yang cukup sepi karena Eyang Ana masih stay di rumah sakit untuk membantu Citra dalam proses pemulihan bersama dengan Albar yang membawa pekerjaannya ke rumah sakit. Sejak malam itu, Albar terlihat lebih protektif pada sang istri.

"aku tak menyalahkannya. Hanya saja, seandainya dia lebih disiplin jadwal makannya kan gak mungkin sampai citra bawain makanan ke kamarnya." Terdengar nada marah bercampur penyesalan dari suaranya.

"Mas. Alice anak yang baik. Hanya saja malam itu aku sempat liat dia kelelahan jadi aku berinisiatif membawakan makanan biar dia gak usah ke bawah lagi."

"mungkin saja Alice masih sibuk pa."

"coba mas telepon dulu, mungkin saja dia takut menghadapi mas karena merasa bersalah."

"Alice bahkan tak menelfon ataupun mengirim pesan menanyakan kabarmu."

Pagi ini Alice sekali lagi mendengar keluarganya membicarakan dirinya. Suara itu adalah suara sang ayah, mama dan saudara laki-lakinya. Tak lama setelah itu beberapa suara lain terdengar. Sepertinya Alice harus benar-benar menebalkan muka dan memutup telinga untuk menghadapi keluarganya yang sepertinya sedang menjenguk Citra.

"Albar Nak, sudah. Mungkin saja Alice benar-benar dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk datang. Bisa jadi dia benar-benar tak tahu harus bersikap seperti apa. Bagaimanapun semuanya sudah kehendak Tuhan, pasti ada hikmah dari kejadian ini." Suara kakek Harist Gunawan terdengar.

"apa kita akan masuk?" Suzy bertanya ketika melihat Alice hanya berdiri ragu di depan pintu yang masih tertutup dan di jaga oleh dua orang pengawal. Kedua pengawal itu sempat memperhatikan tangan kiri Alice yang tertutupi mantel di bahunya menggunakan Arm Sling abu-abu. Alice juga menggunakan masker sebab khawatir akan ada staf rumah sakit yang mengenalinya.

"kita ke kamar kecil sebentar." Suzy kemudian mengikuti kepergian Alice sementara dokter Furqon yang baru saja datang setelah selesai memeriksa pasiennya melihat kepergian Alice dari depan pintu perawatan Citra.

"bukankah tadi itu Alice?" Furqon bertanya pada mereka.

"benar tuan."

Furqon kemudian masuk dan melihat ruang perawatan Citra cukup ramai.

"apa Alice mengambil penerbangan pagi?" pertanyaan Furqon membuat mereka sedikit bingung.

"Alice?" Albar.

"ia. Bukankah Alice baru saja dari sini untuk pamit?"

Pertanyaan Forqon seketika membuat Albar dan Citra tersadar. Kedua orang tua itu sampai lupa bahwa kemarin seharusnya Alice berangkat ke korea selatan karena jadwalnya mulai padat.

Alice (Dreams And Memories) Book 1Where stories live. Discover now