181

54 8 5
                                    

Kedua mata Jisoo memerah. Gadis itu merasa marah dan juga tak berdaya. "Waktu itu kita masih cukup muda dengan status sebagai seorang anak. Kita tidak pernah tahu apa yang dipikirkan oemma waktu itu. Namun unnie yakin bahwa oemma telah memikirkan semuanya dan hanya melakukan apa yang menurutnya benar. Jiyoon-a kita belum tahu bagaimana rasanya menjadi seorang ibu sehingga unnie yakin dan percaya dengan keputusan oemma."

Jiyoon menatap sang kakak membuat Jisoo tersenyum melihat tingkah sang adik yang menurutnya lucu. "Apa yang kamu pikirkan?"

Tatapan kedua bersaudari itu bertemu "Apa unnie sangat menyayangi Alisyah?" Pertanyaan Jiyoon membuat Jisoo terdiam.

Setelah berfikir beberapa saat, Jisoo kemudian berkata. "Jiyoon-a. Unnie tidak bisa membenci seseorang tanpa alasan. Bahkan jika menghadapi masalah dengan orang lain, aku akan tetap memilih jalan tengah. Kita tidak tahu apa yang difikirkan atau yang menjadi pertimbangan seseorang untuk menentukan sikapnya pada kita. Sedangkan Alisyah adalah adik kita. Kalian berdua adik-adik unnie. Ketika suatu saat kamu berbuat salah, aku tidak akan tega menghakimimu tanpa mengetahui permasalahan yang sebenarnya. Kita bahkan belum pernah mendengar penjelesannya namun kita sudah menghindari dan menghakiminya.."

"..Memang benar waktu itu aku tidak mengatakan sesuatu atau menunjukkan sikap yang jelas tapi bagaimanapun juga aku terkejut mengetahui berita ini. Alisyah sibuk penempuh pendidikan ketika oemma sedang sakit parah sedangkan oemma telah meluangkan waktu yang dia punya hanya untuk mengurus dan merawatnya ketika kecil hingga sebelum oemma jatuh sakit.."

".. Namun kita tetap keluarga. Aku tidak akan pernah bisa memutuskan hubungan persaudaraan apalagi sebelum oemma pergi, oemma telah menitipkan Alisyah untuk kita jaga." Ada jejak ketiadpuasan dan kesedihan dimata Jiyoon. Gadis itu hanya bisa terdiam menyikapi pengakuan Jisoo.

***
Alice pada akhirnya pulang tanpa hasil. Sebagai gantinya dia berkunjung ke apartemen dokter Rose. Namun sebelum memencet bel, Alice sempat menatap lama pintu unit Jennie yang berada tepat di sebelah unit Rose.

Rose baru saja kembali dari dapur untuk membuat jus jeruk hangat untuk Alice dan berkata saat setelah meletakkan minum di atas meja. "Bagaimana kesehatanmu akhir-akhir ini?"

"Sudah kembali stabil. Sepertinya aku kambuh karena malam itu aku lupa memakai jaket saat keluar dan diguyur hujan. Salahku karena tidak berhati-hati." Alice berkata kemudian menyesap jus hangatnya.

"Sekarang sudah awal musim dingin. Udara akan semakin dingin jadi mulai minggu depan aku akan menjadwalkan terapimu sekali seminggu. Tim kami dan prof diana telah membuat formula dan injeksi antibodi baru yang terupgrade. Semoga saja hasilnya akan bertahan lebih lama." Setelah mengatakan hal itu, Rose menyesap minumannya juga.

"Terimakasih telah bekerja keras. Lalu, bagaimana rekamanmu? Alice unnie sempat berkata bahwa kamu sudah rekaman." Alice

Gadis itu tersenyum malu. "Sekitar seminggu yang lalu. Mungkin dalam dua minggu atau tiga minggu dari sekarang baru akan rilis."

"Terus bagaimana jika nanti ternyata karirmu didunia entertaint melejit?"Alice

"Tidak jadi masalah. Alice unnie telah mengatur perjanjian kerja pada pihak agensi agar aku juga tetap dapat bekerja sebagai dokter walaupun tidak akan sepadat dulu. Namu kita belum tahu hasilnya akan seperti apa. Menyanyi hanyalah hobi sedangkan menjadi dokter sudah menjadi cita-citaku."Rose

"Selamat untuk itu. Kabari aku jika waktu rilis tiba."Alice

"tentu, terimakasih."Rose

Setelah beberapa saat mereka bercengkrama, Suzy akhirnya datang dan bergabung dengan kedua gadis duduk di sofa ruang tamu.

Alice (Dreams And Memories) Book 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang