Chapter 45 : Indah Bukan?

587 73 13
                                    

"Kenapa?" Tanya Tharn.

"Aku.." Gulf menunduk, tangannya perlahan meraih selimut di badannya. "Aku ingin.. Phi Tharn menemaniku."

Tidak perlu lama, cukup sampai gemuruh petir di luar berhenti, atau sampai ia tertidur hingga ia tidak bisa mendengarkannya lagi, setelahnya, tidak masalah jika Phi Tharn pergi.

Kata-kata Gulf sangat pelan, Tharn tidak bisa mendengarnya dengan jelas namun ia bisa memperkirakan intinya.

Entah sejak kapan anak bodoh ini menjadi sangat melekat padanya.

Seperti anak anjing liar yang perlahan mulai tidak terpisahkan dengan tuannya sepanjang memeliharanya, yang tentu membuatnya puas, tapi anjing tetaplah seekor anjing, sesayang apapun anjing itu pada tuannya, ia tidak akan menganggapnya sebagai manusia seutuhnya.

Tharn menatapnya tanpa ekspresi. "Kau tahu Type adalah kekasihku, tidak ada alasan untuk aku meninggalkannya sendirian dan memilih bersamamu."

"Kau tidak seharusnya meminta hal yang tidak masuk akal, istirahat di rumah, dan jangan pernah memikirkannya."

Setelah mengatakannya, tanpa menunggu jawaban Gulf, ia pun pergi. Dan saat bunyi 'klik' pintu terdengar, tubuh Gulf bergetar dan ketakutan.

Setelah bertemu Tharn ia kerap menghabiskan malam sendiri di rumah yang dingin ini, Tharn secara berlebihan membatasi geraknya, merampas kemampuannya untuk bertahan hidup dengan mandiri, tidak membiarkan berteman dengan orang lain, dan menjadikannya satu-satunya yang ia miliki. Tapi disaat yang bersamaan ia tidak bersedia untuk memberikan terlalu banyak kasih sayang dan kehangatan kepadanya. Menjadikannya seperti tawanan, sungguh kejam.

Jika ini terjadi pada orang normal, tentu ia akan sudah memberontak sejak lama. Namun Gulf terlahir bodoh, tidak akan mudah berpaling dari orang dekatnya, tidak akan sadar kalau selama ini ia hanya ditipu dan dimanfaatkan. Hanya merasa kalau dirinya tidak cukup baik, wajar jika Tharn lebih memilih Type, dan tidak menyukai dirinya.

Gulf kemudian dengan sempoyongan berjalan menuju jendela, rintik besar hujan mengenai kaca jendela, dan pemandangan di luar menjadi sedikit buram. Samar-samar Tharn terlihat memakai payung keluar rumah.

Gulf melihatnya memasuki mobil, dan Maybach hitam perlahan berjalan meninggalkan Vila. Ia mengatupkan erat bibirnya, tangan rampingnya perlahan melekat pada perut bagian bawahnya, air mata panik tiba-tiba menetes, ia berkata dengan suara bodoh,

"bayiku.."

"Maafkan aku.. aku tidak berguna.. tidak cukup baik untuk membuat ayahmu menyukaiku.. dan mungkin karenaku juga ia membencimu.."

"Tapi tidak masalah.. kau dan aku.."

"Aku akan sangat menyayangimu, sangat sangat menyukaimu, berkali-kali lipat melebihi bagian Phi Tharn untukmu."

Setelah berhari-hari hujan badai, cuaca akhirnya membaik, dan Gulf masih saja belum berani untuk berbalik menghadap jendela, khawatir ia akan melihat monster legendaris dengan wajah hijau dan taring tajam saat ia berbalik. Tapi kelamaan, ia tidak lagi takut dengan suara gemuruh di luar seperti sebelumnya.

Kadang ia berpikir, dan membandingkan, kalau kamar bawah tanah sederhana dan lembab tempat tinggalnya dulu membuatnya lebih merasa aman. Tempat yang kecil, kurang dari lima meter persegi, tanpa jendela dan terpisah dengan semen tebal dari lantai atasnya, hingga ia tidak bisa mendengar sama sekali suara hujan dan angin di luar.

Sangat melelahkan untuk selalu bertahan di pose yang sama tiap malamnya, kualitas tidurnya tidak terlalu baik, dan saat ia terbangun di tengah malam ia akan kesulitan untuk bisa tidur lagi. Hanya menekan-nekan jemarinya hingga hari terang, disaat seperti itu ia akan teringat Tharn. Bertanya-tanya kapan ia akan pulang.

Little Fool GulfWhere stories live. Discover now