Part 4 : Yang Utama

731 85 3
                                    

"Tapi.." Gulf tidak yakin, meskipun suara Tharn terdengar parau, tapi ia cukup dekat untuk mendengarnya dengan jelas.

Tharn mengerutkan keningnya, ia tidak tahu sejak kapan anak bodoh ini menjadi begitu sulit. Kesabarannya sudah sangat menipis saat ini, nada suaranya seketika dingin.

"Kubilang, kau salah mendengarnya."

"Kita hanya sekedar teman saat magang di perusahaan yang sama." Tharn saat awal studi S2 nya dan Type saat awal studi S1. "Apa kau mencurigaiku?"

"Tidak.." Gulf tidak sadar langsung mengelak. Seluruh bagian bola matanya memerah. Ia ingin mangatakan sesuatu lagi tapi lawan bicaranya tidak memberinya kesempatan.

"Kalau begitu jangan pernah memikirkannya, yang kau lakukan sangat tidak menarik. Kalau kau bosan lakukan hobi lain yang lebih berguna, seperti membaca buku.." Selesai meracau, sinar mata Tharn kemudian berubah saat ia terfikir sesuatu, dan senyum mengejek muncul pada ujung bibirnya.

"Ah, aku lupa, kau tidak bisa membaca sama sekali."

Pernyataan Tharn sarat akan kebencian.

Gulf lahir di kondisi keluarga yang cukup memalukan, Phonya meninggal sangat awal, hingga tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan dua anak, hanya beberapa tahun pertama dan Gulf terpaksa putus sekolah, dan pergi ke jalanan untuk menjual kue bersama ibunya dari pagi buta saat hari masih sangat gelap.

Saat masih bersekolah, teman-teman sering mengejeknya bodoh, dan ia memang bodoh, ia menyadarinya. Tapi tetap saja rasanya sangat sedih saat yang mengejekmu adalah orang yang paling kau sayangi.

Gulf menundukkan kepalanya teramat rendah, air mata menetes membasahi punggung kakinya, tidak bisa membela diri.

"Ya.. a.. aku akan belajar menulis namaku.."

Dan nama Phi Tharn..

Kalimat terakhir, sebelum Gulf berhasil mengucapkannya, Tharn sudah berbalik pergi keluar rumah, pintu rumah terbanting dengan keras setelahnya.

Gulf tidak pernah tahu bagaimana cara menghadapi kemarahan Tharn, dan sekarang pun sama.

Saat awal-awal bertemu dengannya, Tharn selalu tersenyum kepadanya dengan lembut dan menawan, mengatakan bahwa ia memiliki parasaan padanya, bahwa Tharn menyukainya, Gulf tidak tahu sejak kapan menjadi seperti sekarang ini.

Sebenarnya, dengan kemampuannya yang tidak seberapa, Gulf pun mengingat nomor telepon Tharn.

Saat awal keduanya bersama, Gulf berusaha dengan sangat keras untuk menghafalnya, dan butuh beberapa hari sampai ia benar-benar hafal.

Ia tahu ia sedikit berbeda dengan orang lain, otaknya tidak cukup baik, ingatannya pun buruk, ia juga takut kalau suatu hari ia tersesat ia tidak akan bisa menemukan Tharn lagi.

Gulf berfikir bahwa selama ia bisa mengingat nomor Tharn dan menuliskan namanya, meski dalam keadaan bingung sekalipun, ia akan bisa bertemu Tharn kembali.

Yang tidak diketahuinya adalah, saat Tharn mungkin tidak akan pernah peduli jika harus kehilangan dirinya.

Yang dilakukan Tharn saat ini hanyalah permainan konyol.

Sopir datang tepat waktu memasuki gerbang Villa, melihat Tharn keluar ia keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya.

Tharn memasuki mobil dengan ekspresi datar, alisnya berkerut, entah apa yang dipikirkannya, sopirnya memanggilnya beberapa kali sebelum akhirnya ia mengalihkan pandangan pada kursi kemudi.

"Apa yang kau katakan?"

Sopirnya tahu moodnya sedang tidak baik, dengan menahan keringat dingin dan berusaha lebih berhati-hati dalam berbicara.

Little Fool GulfWhere stories live. Discover now