Chapter 30 : Hadiah

572 71 5
                                    

Kali ini Gulf mau menurut, karena, ia takut Tharn tidak akan menyukainya lagi.

Meski ia tetap takut ditinggalkan, ia tidak melepaskan pandangannya pada Tharn hingga keluar ruangan.

Tahapan psikologi pertama dalam konseling adalah menemukan penyebab, prosesnya mungkin sulit, tidak tahu dari mana harus memulainya, Gulf menunjukkan sedikit gejala autis, terlebih setelah kehilangan anaknya, dia enggan berbicara lebih, saat dokter didepannya berharap ia bisa mengatakan hal yang paling menyakitkan dalam hatinya.

Hal pertama yang muncul di kepalanya adalah mimpi buruk yang dialaminya setiap malam, ia mendengar bayi menangis, tapi tidak dapat menemukannya sekeras apapun ia mencari.

Gulf duduk di seberang dokter dengan kepala tertunduk, bahunya mengerut, beberapakali ingin melarikan diri dari sana, tapi ia berusaha keras menahannya dan tetap bercerita dengan air mata menetes.

Karena Phi Tharnnya berkata, jika ia kembali sehat Phinya akan menyukainya.

2 jam kemudian pintu ruangan terbuka, untuk sementara Gulf ditinggalkan sendirian di dalam, dan dr. Lin keluar membicarakan diagnosisnya pada Tharn.

"Mr. Kana pada dasarnya merupakan orang yang sensitif, ia juga kurang mendapatkan kasih sayang, merasakan ketidakamanan yang ekstrim (insecure), ditambah dengan kejadian kehilangan anaknya, pukulan mentalnya terlalu besar. Mengakibatkan halusinasi, dan beberapa sikap tidak normal lainnya."

"Bisa dikatakan anak yang belum sempat lahir tersebut memiliki substansi spuritual untuknya, ia merasa tidak bisa mendapatkan cinta dan kehangatan dari orang lain, karenanya anaknya menjadi satu-satunya harapan dalam hidupnya, dan tiba-tiba ia kehilangannya juga, tentu sulit untuk diterima."

Tharn sudah memperkirakan hasil tersebut, namun ternyata lebih serius dari yang ia bayangkan. Ia perlahan mnegernyitkan dahi dan bertanya, "Jadi, apa yang harus dilakukan agar dia kembali normal?"

"Kuncinya adalah dirimu." dr. Lin mengatakan.

"Aku?"

dr. Lin mengangguk, "Kau adalah orang terdekatnya,  orang paling penting baginya, dia sangat peduli denganmu, dan bahkan ia juga sangat bergantung padamu. Dari percakapan kami barusan, aku bisa mengerti kalau pasien sangat takut kau meninggalkannya, mengabaikannya."

"Tentu kata mengabaikan kurang tepat untuk hubungan suatu pasangan, biasanya adalah putus, atau berpisah, tapi bagi Mr. Kana kau bukan hanya kekasihnya, tapi ia sudah menganggapmu sebagai keluarga, ia mengatakan padaku kalau kau adalah orang terbaik baginya setelah ibunya."

"Dalam kata lain, baginya kau adalah segalanya."

"Kondisi psikologinya saat ini sangat tidak stabil, jika terus seperti ini, ia bisa benar-benar menutup dirinya dari orang lain, seperti orang yang mengalami sindrom autis. Kau perlu memberinya rasa aman untuk bisa melakukan hal-hal yang membuatnya bahagia, membuatnya merasa hangat,  dan rasa sakit yang dialaminya perlahan akan berkurang, dan semoga akhirnya bisa terlupakan."

Si anak bodoh ini awalnya adalah orang yang sederhana dan ceria, sekarang menjadi seperti ini, Hati Tharn pun merasa buruk, kemudian ia berbisik. "Aku tahu."

"Terimakasih."

Setelah diskusi berakhir, Gulf akhirnya diizinkan untuk keluar ruang treatment, dan saat dia melihat Tharn, mata merahnya seketika bersinar dengan kabur air mata, "Phi Tharn.."

Phi Tharn benar-benar tidak menginginkannya.

"Apa kau mendengarkan dokter?" Tharn tersenyum dan mengusap rambut ikal halusnya.

Gulf mengangguk, air matanya menetes pada pipi pucatnya.

Ya...

"Baiklah, jangan menangis lagi, kita pulang sekarang." Tharn membawanya dalam pelukan dan berbisik menenangkan.

Little Fool GulfWhere stories live. Discover now