COASS COOPERATE 4.0 (Part of...

By feyarms

2M 386K 140K

Ini bukan hanya cerita tentang kisah cinta antara koass dengan koass atau koass dengan residen. Ini cerita te... More

Kenalan Dulu, Yuk! (Para Koass)
Kenalan Dulu, Yuk! (Residen dan Internship)
The Most People You Love, Hurt You So Bad
Otolaringologi, Memahami Berawal Dari Mendengar
Surprise Midnight Video Call - 1
Surprise Midnight Video Call - 2 END
Anak Yang Bisa Melihat Dedemit dan Lelembut
Every Stalks of Sunflower is A Hope - 1
Every Stalks of Sunflower is A Hope - 2 END
The Best Damn Thing
RESIDENSTAGRAM - Cha Eunwoo
Begini Kacaunya Ruang Koass
Jangan Mendekat, Wooseok Sedang Kesal!
BURN YOUR PASSPORT!!
Happy Belated Birthday, "Fiance"
Big Brown Teddy Bear
CONSULENTAGRAM - Kang Dongho (ft. Eunwoo's Chatroom)
Angel On A Rainy Day
Persahabatan Bagai Ulat Bulu
Server 404 Not Found - Residents Headache!
COASSTAGRAM - Keum Donghyun
Everytime I See You, I Die A Little More
In The Aftermath of The Destructive Path
Junho vs Dongpyo, Eunsang Menonton!
RESIDENSTAGRAM - Cha Eunwoo
Prahara Keseharian Koass - 6
Orthopedi Resident-Consulent Relationshit
Balada Saat Harus Maju Referat
Obsgyn, Looks Like Mother and Son
Behind Closed And Locked Door
RESIDENSTAGRAM - Lee Jinhyuk
From Me, Thank You Very Much
Belajar Aja Susah, Apalagi Rebahan?
Just The Way You Lie
COASSTAGRAM - Keum Donghyun
Best Support System
Bagian Tidak Penting, Amat Tidak Penting
All Things To Do When You Get Well
Separuh Pendengaran Hyungjun Hilang!
The Story Behind The Lunch Box
Stolen Moment That We Steal
RESIDENSTAGRAM - Song Yuvin
Suatu Pagi di Apartemen Junho
Kotak Bekal Sarapan Untuk Hyungjun
These Wounds Won't Seem To Heal
Kuch Kuch Hota Hai
Cerita Dari Koridor di Pagi Hari
Mysterious Box, Who Sent It?
Four Separate Viewpoints - 1
Four Seperate Viewpoints - 2 END
COASSTAGRAM - Cha Junho
Feelings of Doctor and Patient
What Are They Doing There?
There's No Smoke, If There's No Fire
A Family That Can't Be Touched
Cerita Yang Belum Terselesaikan
Unread Messages And Busy Calls
Sometimes Logic Speaks Without Looking At Feeling
Then, Can I Call Your Name?
The Chaotic Day of Coass
Sudden Cardiac Arrest
Lacrymosa
Si Kembar Menangkap "Api"
Panik dan Spesialis Baru
I'm Sorry That I Can't Be Perfect
Album Foto dan Selamat Tinggal
Hold You In My Arms
Ruang Gosip Kembara Kembar Nakal
I'm Here to Stay
Imperfections
Junho di Tengah Papa dan Mama Babi
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Neurologi Punya Cerita
Balada Rencana Tahun Baru Ala Koass
Dalam Pandangan Junho
Pertimbangan dan Perasaan Dalam Percakapan
Malam Tahun Baru Ala Kami
Why Can't I Hold You In The Street?
Tahun Baru dan Koass
Beautiful Bucket, Beautiful Hopes
RESIDENSTAGRAM - Song Yuvin
Sebelum Makan Siang
Laki-Laki Yang Menjual Cerita
Story Behind A Code Blue
COASSTAGRAM - Song Dongpyo
Papa Hwang dan Mama Kkura Pusing!
Sepasang Sepatu Yang Tertukar
Resep Perut Nyoi-Nyoi Ala Yunseong
Bagimu, Aku Ini Apa?
Decisions and Considerations
Hello
Rain Clouds Come to Play Again
COASSTAGRAM - Kim Yohan
The Hidden Other Side
Paris, Sweet and Warm Welcome
The Story of A Little Girl
DILARANG BERTANYA SAAT PRESENTASI REFERAT!
Cara Membahagiakan Minhee Ala Yunseong
Give Me An Answer
Keributan Dari Kamar Rawat Wonjin
Pulmonologi dan Respirasi, Bangku Kosong (Lagi?)
Kesedihan di Balik Hangat Selimut
COASSTAGRAM - Song Hyungjun
Rekomendasi Dua Ahli Hematologi
Sebuah Konfrontasi
Lekas Sembuh, Junho!
Shock Delivered!
Spill The Tea!
Komurola Take Care of His Favorite Resident
Impervious
Simple Plan
Sekilas Tentang 2019-nCoV
Greetings Along The Way
Greetings Along The Way - 2 END
COASSTAGRAM - Cha Junho
ALGANAX
Takut
Di Balik Layar
Suatu Kejadian Perkara...
Minhee dan Legenda Perut Tanpa Akhirnya
The Fourth Diagnosis - Panic Disorder
Pocky JR is Catching Fire
I Swear, I Will Not Cry
Shock Received!
RESIDENSTAGRAM - Song Yuvin
Why was I born in July?
Dari Wonjin, Untuk Minkyu
Bicara Tentang Keluarga
The Woman Who Came From Taiwan
Seungyoun, Please...
Unwanted Youngest Son
Overture
Hashirama Senju dan Tobirama Senju
Inner Turbulence
CONSULENTAGRAM - Miyawaki Sakura
Kegagalan Quality Time
What's Wrong With Him?
He Helplessly Stands By, It's Meaningless
Hello, Tony. Long Time No See
War Inside My Head
Every Second, Every Thought, I'm In So Deep
Night Bleeds
Chaos
Kabar Baik di Jam Makan Siang
COASSTAGRAM - Keum Donghyun
Kabar Baru Mulai Berhembus
You Made My Mom and Brother Fight!
I'm The Lie Living For You
Ternyata Yunseong Diopname
Alasan di Balik Sikap Dokter Seongwoo
Ternyata Memang Sepi...
'Cause I've Been Feeling You Leaving - 1
Please Tell Mom, It's Not Her Fault - 1
'Cause I've Been Feeling You Leaving - 2 END
Please Tell Mom, It's Not Her Fault - 2 END
CITO
We Don't Know When He Will Wake Up
Dari Mereka Yang Menyayangi Junho
Home
Hitam Putih Tersirat Dalam Radiologi
Mendung Dari Kamar Junho
Cokelat dan Surat Cinta Untuk Minhee
Speechless
Wooseok Mengomel, Bukan Mengeong
Going Under
Mendacium
What's On Yunseong's Mind
T.E.A.R.S
Junho Tidak Ikut?
RESIDENSTAGRAM - Cha Eunwoo
R.E.W.R.I.T.E
Silenced Without Action
When I Watch You Look At Me
Goodnight Song and Kisses
Shoulder to Lean Back
Non Subditos
Lingkaran Persegi Panjang
Reaksi Semu
Status Dramaticus
Et Sacrificium
Destruktif
Ekuilibrium
RESIDENSTAGRAM - Song Yuvin
Sebaris Nasihat Choi Minki
Distraksi
Rekonstruksi Asa
Kim Yohan Sudah Bertitah!
Anomali Hening
COASSTAGRAM - Kim Minkyu
Recover
Pudar
Hideout
I'm Sorry For Everything
Anak Itu Kembali?
Anak Yang Berpetuah
Handle Everything For You
Happy Crack Open Day, Eunwoo!
Happy Birthday, Eunwoo
COASS COOPERATE 5.0

This Pain is Just Too Real

10.6K 1.8K 350
By feyarms

Warning: This chapter contains content about the effects of violence on children, suicidal thought and behavior, mental health issues, poor self-control, toxic family, and other content that might cause uncomfortable feelings. It's forbidden to link the profession with characterizations. If you feel uncomfortable, please skip. Take care of yourself.

🌹Read at your own risk🌹

Junho kelihangan akal sehatnya, lebih daripada malam-malam buruk sebelumnya. Ia tidak bisa berpikir jernih. Setelah memaki-maki Seungyoun, dadanya justru terasa semakin sesak. Untungnya, ia masih bisa bernapas dan mengangkat kakinya untuk sekedar menyusuri jalanan yang semakin malam, semakin gelap. Pikirannya nyaris penuh, seperti tertahan tanpa bisa dimuntahkan, kepalanya pening dan ia tidak mengerti pikiran mana yang harus menjadi satu-satunya pegangan untuknya agar tetap pada langkah yang benar. Ia kehilangan pikirannya.

Hidupnya berantakan, semuanya hancur dalam sekejap mata. Semua kekuatan dan dinding pertahanan yang dibangunnya hancur tidak berbentuk, tidak tersisa. Ia tidak bisa lagi berpegangan pada runtuhan dinding pertahannya sendiri. Ia hanya bisa berdiri di atas kedua kakinya, yang bahkan sudah gemetaran untuk menahan dirinya sendiri. Sejujurnya, ia ingin hidup tenang, sehari saja memiliki hidup yang benar-benar hidup, bukan hidup yang seperti sudah mati di dalam, tapi sepertinya ia tidak bisa.

Ditatapnya lurus-lurus pria berjambang gelap dengan seragam necis di depannya. Pikirannya kosong dan penuh di waktu bersamaan. Tangannya terangkat, menunjuk sembarangan. "Berikan aku apapun," katanya memerintah.

Pria itu menggeleng ragu. Ia menatap deretan botol di belakangnya, kemudian menggeleng makin tegas ketika melihat pemuda berantakan berparas arogan yang baru saja memerintahnya. "Tidak. Kamu sedang berantakan, Nak. Jangan pernah minum saat kamu sedang berantakan. Semuanya malah akan jadi makin berantakan. Pulang dan tidurlah."

Junho berdecih, senyum sarkasnya timbul. Seringainya terlihat licik. "Aku bukan anak kemarin sore yang bisa kamu larang untuk minum. Usiaku hampir 23 tahun. Biarkan aku minum."

Namun pria itu dengan tegas tetap menggeleng. Ia menolak. Tatapannya tajam, menatap lurus ke dalam netra coklat penuh gurat emosi Junho. "Aku tidak tau kamu siapa, Nak. Beberapa orang pergi ke kelab ini untuk melepas penat, kurasa kamu salah satunya. Tapi untukmu, aku tidak akan memberi minuman apapun. Pulanglah, selesaikan masalahmu. Jangan melarikan diri dan berusaha membuat dirimu mati rasa. Aku tau, kamu kesakitan."

Sepasang mata Junho memincing tajam. Raut arogan di wajahnya kian mengeras, membuatnya sedikit banyak mirip dengan sang papa. Ia terkekeh, penuh ejekan di dalamnya. "Kalau saja semuanya bisa diselesaikan seperti menyelesaikan sengketa tanah, sudah kuselesaikan sejak kemarin-kemarin. Tapi nggak. Semuanya mungkin akan selesai kalau aku mati."

"Pulanglah, kamu masih terlalu muda untuk mabuk di sini. Usiamu bahkan tidak lebih dari 25 tahun. Pulanglah, jangan berharap aku akan memberimu minum. Kalau aku jadi ayahmu, aku tidak ingin putraku datang ke tempat seperti ini ketika dirinya berantakan, meski aku bekerja di sini."

Junho tertawa terbahak-bahak, entah bagian mana yang terdengar lucu. Ia hanya tertawa keras, menggebrak meja bar, dan membuat beberapa orang mabuk, setengah mabuk, dan belum mabuk memusatkan perhatian padanya. "Pak, anakmu beruntung. Tapi sayangnya, aku nggak seberuntung anakmu. Papaku nggak akan peduli. Bahkan aku overdosis obat pun, dia nggak akan peduli. Jadi, berikan aku minum dan aku nggak akan mengganggumu, pak."

Pria itu menyerah. Ia menghela napas berat, kemudian memunggungi Junho. Untuk sejenak, ia tidak bicara apapun. Tangannya meraih sebuah botol besar di salah satu raknya, meraih satu gelas berukuran kecil dan menuangkan sesuatu di sana. Di belakangnya, Junho tersenyum remeh. Ia selalu bisa membuat orang lain menyerah dan memberikan apapun yang ia inginkan. Setidaknya, minum malam ini bisa membuatnya lepas sejenak dari beban berat di kepalanya.

"Hanya satu gelas. Aku tidak bisa memberimu banyak. Kamu datang sendirian. Kalau kamu mabuk, tidak akan ada yang mau mengantarmu." Pria itu mengangsurkan segelas kecil minuman. Warnanya kekuningan, berkilau terkena remang-remang lampu di sana. Junho menatapnya dengan seringai yang terpantul di sana. "Dengar, setelah ini, kamu harus pulang, Nak. Jangan habiskan waktumu di sini," titahnya.

Junho bukan orang bodoh. Meski terlibat anyaran dan nyaris awam, ia tahu minuman apa ini. Orang-orang menyebutnya whiskey. Kadar alkoholnya sebagai minuman beralkohol golongan C jelas bukan main-main. Dulu ketika mempelajari blok neurologi dan berada di stase Saraf, ia sudah kenyang dengan bagaimana minuman beralkohol bisa merusak sistem saraf. Dan sekarang minuman yang seringkali diwanti-wanti oleh dokter Yena untuk tidak dikonsumi, berada tepat di depannya. Junho meringis kaku.

Ketika pengunjung lain memesan whiskey dan memilih meneguknya perlahan sambil sesekali berbincang dengan penuh makian dalam kalimat mereka, Junho menandaskan segelas whiskeynya dalam sekali teguk. Ia mengecap rasa tajam minuman itu dalam sekali waktu, memejamkan matanya sejenak, kemudian menelannya bulat-bulat. Beberapa orang menatapnya ngeri, termasuk pria berpakaian necis di depannya. Jarang sekali orang datang - apalagi masih muda - memesan whiskey dan langsung menandaskannya seperti minum air mineral biasa.

Pria itu menggeleng pelan sembari mengelap tangannya dengan kain putih. "Kamu kelihatan sangat frustasi, Nak. Orang-orang ini, meskipun mereka datang dalam keadaan frustasi dengan pekerjaan, pasangan, rumah tangga, dan banyak sekali hutang, tidak pernah kulihat yang sefrustasi dirimu. Apalagi kamu masih sangat muda, usiamu masih 23 tahun. Di usiamu yang masih muda, seharusnya kamu tidak sefrustasi sekarang."

Junho terkekeh pelan. Ia merogoh saku jaketnya, menemukan beberapa lembar uang yang ia tidak tahu itu cukup atau tidak, kemudian meletakkannya di bawah gelasnya. "Pak, nggak semua anak muda hidupnya menyenangkan. Hanya karena mereka masih muda, bukan berarti mereka nggak punya kehidupan yang kacau atau nggak berhak merasa frustasi dengan hidupnya. Setiap orang berhak merasa marah dan frustasi atas hidupnya, bahkan jika dia masih remaja yang nggak tau apa-apa."

Pria itu menatap Junho ragu. Raut wajahnya tampak khawatir. "Kamu bisa menunggu di sini atau sewalah kamar sampai tengah malam nanti. Aku bisa mengantarmu pulang. Jangan pulang sendiri," katanya.

Namun Junho tidak mendengarkannya. Ia lebih dulu berdiri dan berlalu begitu saja. Tubuh tegapnya, dengan bahu lebar yang kokoh beberapa kali menabrak pengunjung lain yang berhilir mudik memasuki kelab dengan menggandeng seorang wanita berpakaian begitu berlebihan di matanya.nPikirannya terasa penuh dan kosong di waktu bersamaan lagi. Dadanya terasa sesak. Kepalanya sedikit pusing. Tubuhnya mulai menolak whiskey yang sudah terlanjur masuk, juga terlanjur ia bayar sembarangan.

Junho menekan dadanya. Sakit sekali rasanya. Rasa sakitnya berbeda seperti rasa sakit orang dengan masalah jantung. Ia tahu, ia tidak punya masalah dengan jantungnya. Tapi dadanya, sakit sekali rasanya, seperti ada luka menganga di sana. Junho menahan napasnya. Matanya terasa memanas, kepalanya berdenyut tidak nyaman, napasnya agak tersenggal.

"Buat apa kamu masuk ke tempat itu?"

Suara berat itu...

Junho mendongakkan kepala perlahan. Langkah tanpa arahnya baru membawanya beberapa langkah menjauhi kelab itu, membawanya pada deretan mobil yang hanya boleh parkir di sisi kanan jalan. Ia menahan napasnya. Kelab ini bersebrangan dengan sebuah restoran China dan pengunjung restoran itu mau tidak mau harus menuruti aturan bahwa mobil mereka harus diparkir di sisi kanan jalan, dan beberapa pengunjungnya harus berbesar hati memarkirkan mobil mereka di depan kelab.

"Tempat seperti itu seharusnya nggak kamu masuki kalau kamu cukup pintar. Buat apa kamu masuk ke tempat itu?"

Junho gemetar. Itu suara papanya. Bagaimana bisa papanya melihatnya keluar dari kelab dengan begitu santainya?

"Kamu punya mulut, jangan bertingkah seperti orang bisu. Kalau kamu bisa bicara, jawab pertanyaan papa. Buat apa kamu masuk ke tempat itu?"

Namun Junho hanya menggeleng. Ia masih dirundung keterkejutannya sendiri. Papanya muncul di depannya secara tiba-tiba di saat ia belum siap bertemu salah satu di antara papanya ataupun Myungsoo.

"Papa tau, hari ini bukan waktumu bebas dari stasemu. Tapi kamu muncul dari kelab yang seharusnya nggak kamu masuki dan kamu nggak menjawab satupun pertanyaan papa. Apa yang kamu pikir, Junho? Kakak-kakakmu sama sekali nggak ada yang pernah keluar masuk, kelab. Bahkan nggak ada yang mendidikmu tentang masuk ke kelab. Setelah tinggal sendirian bertahun-tahun, kamu jadi liar dan berani keluar masuk kelab saat teman-temanmu belajar?"

Beberapa pejalan kaki menatap ke arahnya, juga ke arah papanya. Junho membuka mulut, menjawab dengan satu kalimat untuk sekedar membela dirinya di depan sang papa, meski ia gemetar dan takut bukan main. Namun baru beberapa kata yang keluar dari bilah bibirnya, sang papa sudah menetap tajam, sarat akan ketidaksukaan, cemoohan, dan kebencian padanya.

Junho menelan ludah susah payah. Papanya pasti mencium aroma rokok dan alkohol dari napasnya. Ia berhenti bicara, tidak berani berkutik di tempat. Ia memejamkan mata ketika papanya membentak keras, seakan mempermalukannya di hadapan banyak orang dengan menyebutnya sebagai anak tolol, tidak berguna, bodoh, pembangkang, dan pembuat onar. Dan sayangnya, orang-orang yang tidak tahu apa-apa itu hanya lewat tanpa berani menengahi.

"Dari dulu kamu hanya bikin masalah, masalah, dan masalah. Apa sekali saja dalam pikiranmu itu nggak pernah terlintas pikiran untuk berhenti bikin masalah? Bau rokok, alkohol, kamu pikir kamu bakalan jadi orang berhasil dengan itu? Nggak, kamu hanya akan gagal. Masa depanmu gelap. Nggak ada harapan buat kamu. Harusnya..."

Kedua tangan Junho terkepal di kedua sisi tubuhnya. Rasa sakit di dalam dadanya kian menjadi-jadi. Kepalanya berdenyut dikuasi emosi yang tidak bisa ia kendalikan. Papanya terus memaki, mencemooh, dan menghinanya di ruang terbuka, di hadapan banyak orang yang mungkin saja salah satu mengenalnya. Ia dipermalukan habis-habisan. Meskipun sudah sering dipermalukan, ini pertama kalinya ia dipermalukan di tempat umum, dengan makian-makian kasar dan intonasi tinggi.

Rahang Junho mengeras. Wajahnya merah pada. Sepasang kakinya gemetar. "Ya, ya, aku tau! Harusnya aku mati seperti yang papa mau! Harusnya aku nggak ada seperti yang papa mau! Aku hanya bisa bikin masalah, masalah, masalah, dan masalah. Hidupku emang sejak awal udah masalah, lahir dan hidup pun hanya jadi masalah!" bentaknya.

Sang papa - kalian pasti sudah mengenal siapa namanya - tampak mengeraskan rahang. Ia mengangkat tangan, melayangkan satu tamparan keras ke wajah Junho yang membuat anak itu terpelanting jatuh. Juga membuat beberapa pria akhirnya bertindak peduli dengan memisahkan ayah dan anak yang bersitegang itu.

Junho menepis tangan-tangan yang berniat membawanya menjauh. Matanya memerah, sorotnya menunjukkan seberapa terluka dan kecewanya ia. Tangannya terangkat, menunjuk tepat ke wajah murka sang papa. Dengan segenap keberanian yang bahkan tidak pernah ia kumpulkan, ia berteriak...

"Aku benci nama Cha di depan namaku! Aku benci keluargaku!"

Selamat berakhir pekan. Semoga akhir pekan kalian menyenangkan dan mengesankan🙈

Continue Reading

You'll Also Like

157K 16.1K 63
FREEN G!P/FUTA • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
97.2K 11.3K 49
[COMPLETE] "Kincir angin kecil termenung berdiri sendirian seolah sedang menunggu seseorang, itu aku." High Rank: #1 - Pinwheel (24-6-20) #1 - wonu (...
1.6K 72 9
Kedua orang itu terus berpelukan gayanya seperti name duduk bersandar di kasur dan shidou menggelamkan kepalanya didada name. Shidou melihat keatas d...
3.1K 121 14
Pas lagi sayang sayangnya ee malah di tinggal, tapi bukan di putusin tapi lupa ingatan kira kira gimana ya 😕? Cowok yang cool dan sedikit konyol...