What's On Yunseong's Mind

10.3K 1.6K 243
                                    

Yuvin dan Yunseong bertengkar.

Mungkin ini pertama kalinya dalam sejarah pertemanan mereka, keduanya bertengkar. Bagaimana cara mereka bertengkar dalam benak kalian? Saling memaki dan memukul? Tidak, tidak, rasanya meskipun seringkali berperilaku seperti orang aneh, keduanya cukup intelek untuk tidak mempertontonkan bagaimana keduanya bertengkar. Tapi siapapun yang sudah mengenal baik keduanya, pasti merasa bahwa keduanya sedang bertengkar atau setidaknya berada dalam ketegangan yang menyebabkan keduanya tidak saling bertegur sapa dan saling mengobrol. Padahal sebelum-sebelumnya, kedua residen yang kerap kali terlibat dalam satu kasus yang sama ini sering menghabiskan waktu bersama untuk sekedar makan siang dengan kepala panas, minum kopi di kantin sambil menggaruk kepala bingung, atau bahkan berbagi keluhan tentang umur PPDS mereka.

Sayangnya siang ini, keduanya tidak terlihat bersama dalam hubungan yang baik. Alih-alih saling menyapa seperti biasanya, keduanya justru saling memalingkan wajah dan tidak bertegur sapa. Dan siapapun pasti bisa menyadari bahwa kedua residen ini sedang berada dalam hubungan yang tidak baik. Bahkan di jam makan siang pun, Yuvin memilih pergi bersama rekan-rekan sesama residen bedahnya, sementara Yunseong memilih makan siang sendirian. Keduanya masih saling menyimpan perasaan dongkol yang berimbas pada hubungan baik keduanya sebagai kedua residen yang kerap kali berpusing-pusing bersama.

Dan perasaan dongkol itu sudah mereka bawa sejak semalam. Setelah mendapat tuangan teh yang tidak lagi panas, namun masih terasa hangat dari Jinhyuk dan Eunwoo, keduanya mengalami silang pendapat yang lumayan keras. Ketika Yuvin mengungkapkan pikirannya, Yunseong menyela dan menentangnya keras. Sementara ketika Yunseong menyampaikan pikirannya, Yuvin balas menentangnya keras. Dan itulah yang terjadi. Keduanya pulang dengan membawa kejengkelan masing-masing dan berimbas pada apa yang terjadi seharian ini.

Untungnya setelah nyaris makan siang sendirian seperti orang merana, Yunseong tidak jadi makan siang sendirian ketika Minhee menghampirinya dan memeluk lehernya dari belakang erat-erat. Anak itu sebenarnya akan makan siang dengan teman-temannya, hanya saja kebetulan ia melihat Yunseong duduk sendirian, jadilah ia memutuskan untuk menghampiri dan sesekali menemani residen saraf itu makan siang. Lagipula, sudah lama sekali ia tidak makan dengan Yunseong.

Minhee hanya tersenyum dan tertawa ringan ketika Yunseong meliriknya lewat ekor mata pria itu. "Kenapa sih? Galak banget mukanya. Nggak suka ya saya temenin?" tanyanya menggoda.

Sayangnya, Yunseong masih menekuk wajahnya. Benar-benar masih terlihat jengkel walaupun sumber kejengkelannya sedang tidak dalam radius dekat.

"Kenapa sih, dok? Ada masalah?" Minhee dengan iseng-iseng menangkup kedua pipi Yunseong dari belakang dan menguyelnya pelan seperti mengadoni roti, kemudian memberi satu kecupan kupu-kupu di pipi kanan prianya, sebelum akhirnya ia membawa dirinya duduk berhadapan dengan Yunseong. "Tumben makan siang sendirian. Kalau emang lagi makan siang sendiri, kenapa nggak telepon saya?" tanyanya setengah berguman.

Yunseong mendengus sebentar. Matanya tampak lebih sayu daripada biasanya. "Nanti ganggu waktu kamu bareng teman-temanmu. Saya juga nggak enak sama mereka," jawabnya.

"Kenapa harus merasa nggak enak? Mereka bukan tipe teman yang bakalan marah-marah hanya karena saya makan siang bareng dokter kok. Lagipula belakangan ini, saya lebih sering makan siang bareng mereka lho," Minhee berkilah. Ia mencoba menilik wajah tampan Yunseong, mencoba membaca ekspresinya, meski akhirnya ia menyerah.

Sekali lagi, hanya gelengan yang Yunseong berikan. Ia menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan. "Kamu nggak makan siang? Pesen makan siang sana, biar saya yang bayar. Pesenin saya sekalian, saya males mau berdiri. Engsel kaki saya kayak mau copot, dek," katanya. Di ujung kalimatnya, ia sedikit memberi kesan merengek.

Untuk beberapa saat, Minhee terlihat terkejut bukan main. Namun ia buru-buru tersenyum geli dan kembali mengecup pipi Yunseong. Sayangnya kali ini bukan hanya pipi kanan Yunseong yang menjadi korbannya, melainkan kedua pipinya juga. "Minum choco hazelnut juga boleh?" tanyanya penuh harap.

Yunseong mengangguk. Diusaknya sebentar puncak kepala Minhee sembari memainkan beberapa helaian halus rambut Minhee, "Apapun. Asalkan kamu jangan nangis kayak beberapa hari lalu. Pesen apapun yang kamu mau, tapi jangan berlebihan. Ingat, apapun yang berlebihan itu nggak baik buat kesehatanmu."

Minhee terdiam sebentar, sampai kemudian ia tersenyum ketika rona merah mulai terlihat di kedua pipinya dan bergerak untuk naik ke telinganya. Ia membuka bibirnya sebenar, menggumamkan beberapa angka tanpa suara, yang ternyata berhasil membuat Yunseong tersenyum dan mengangguk mengerti.

"444 555 999 7777 6."

Sebuah kode yang hanya mereka yang bisa mengerti dan memahami maknanya.

Sepeninggal Minhee, Yunseong kembali dibuat berpikir tentang perdebatan panjangnya dengan Yuvin, dan kembali merasa dongkol karenanya. Ia tidak tahu mengapa temannya yang satu itu sangat kekanakan. Jangankan mendengarkannya, mendengarkan pendapat Eunwoo saja tidak mau. Padahal menurutnya, pendapat Eunwoo malam kemarin adalah pendapat terwaras yang pernah ia dengar.

Hanya saja, Yuvin terlalu kekanakan dan keras kepala. Kepalanya keras sekali, seperti batu, sampai tidak ada yang mengerti bagaimana dia bisa berpikir sejauh itu tentang seseorang yang bahkan hanya dikenalnya sepintas lalu.

Yunseong menggeleng. Ini bukan masalahnya, juga bukan urusannya. Ia akan mencoba tenang, atau mungkin bicara pada Seungwoo? Ya, sudah lama sekali ia tidak kopi darat dengan teman sejawatnya yang satu itu.

Tapi bukankah jika ia berbicara sangat jauh ke ranah pribadi, ia justru akan mencampuri urusan orang lain yang seharusnya ia tidak perlu turut ambil andil dan membuat segalanya semakin carut marut?

"Dokter Yunseong, jangan melamun. Orang yang sering melamun biasanya nanti jadi kuda lumping lho."

Yunseong melompat kaget. Di hadapannya, Minhee tersenyum tanpa rasa bersalah. Ia menghela napas panjang. Sebaiknya ia simpan dulu pikirannya. Toh untuk apa juga dia memikirkan begitu keras permasalahan orang lain? Meski teman, setidaknya ia tahu batas-batas di mana ia harus bertindak dan di mana ia tidak perlu bertindak.

Lagipula, mereka semua sudah dewasa kan?

Batu belah, batu betangkup, berikanlah aku inspirasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Batu belah, batu betangkup, berikanlah aku inspirasi...😐

Ada yang bisa membantuku menentukan nama untuk mamanya Seungyoun? Seperti yang sudah diceritakan kemarin, mama Seungyoun adalah wanita blasteran yang tinggal di Lisse, Belanda. Seperti Seungyoun yang juga lahir dan besar di Lisse💐

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang