Greetings Along The Way - 2 END

10.2K 1.7K 496
                                    

"Daniel! Yuvin! Coba sepatu saya nggak usah dibawa kabur!"

Setelah melewati belokan, Junho dan Eunsang justru disambut dengan teriakan dokter Hwang Minhyun spesialis bedah konsultan bedah onkologi yang sedang berlari dengan bertelanjang kaki sambil berteriak dan melambai-lambaikan tangannya ke depan, sementara di depannya, dokter Kang Daniel spesialis bedah konsultan bedah toraks dan kardiovaskular berlari sanbil tertawa keras dan membawa sebuah pantofel hitam di tangan kanannya bersama dokter Song Yuvin yang kebetulan masih residen yang berlari sambil tertawa terbahak-bahak dan membawa sebuah sepatu pantofel lain di tangannya.

Junho senewen sendiri melihatnya. Ini seperti rumah sakit berubah menjadi taman kanak-kanak di pagi hari saat suasananya masih sepi. Memang siapa yang lewat di koridor belakang jam segini kalau bukan hanya orang-orang ini saja?

"Pagi, dek Junho, dek Eunsang. Kami duluan ya!"

Junho memutar kepalanya, dokter Daniel dan dokter Yuvin baru saja menyapanya. Mereka masih dengan kegiatan berlari sambil membawa sepatu di tangan masing-masing, sementara dokter Minhyun di belakang mereka berlari semakin kencang dan meminta mereka untuk berhenti, menyerahkan sepatunya, dan ditambah beberapa ancaman yang justru membuat Eunsang yang jalan di sisinya tertawa lucu.

"Kalian berdua kalau nanti jadi dokter, ingatlah kalau kalian itu dokter, udah dewasa! Jangan kayak 2 manusia yang ngambil sepatu saya lho ya!"

Junho tertawa pelan, kemudian mengangguk. Ia menggaruk pipinya pelan beberapa kali. "Siap, tapi nggak bisa janji, dok."

"Kenapa pagi ini dokter-dokter jadi random ya?"

Junho mengalihkan pandangannya ke samping, ke arah Eunsang yang tampak kebingungan, tapi juga menggemaskan dengan raut berpikirnya. "Mungkin mereka lelah? Terkadang jadi anak-anak itu lebih menyenangkan daripada jadi orang dewasa. Anak-anak bebas mau mengekspresikan diri mereka seperti apa, tapi semakin mereka dewasa dengan umur yang bertambah, kebebasan mengekspresikan diri itu mulai terbatas, padahal setiap manusia itu perlu mengekspresikan diri mereka dan batasan itu muncul karena pandangan orang lain. Bahkan kadang saat kita pengen mengapresiasi diri kita terhadap sesuatu yang udah kita lakukan, ada aja orang lain memandang bentuk apresiasi itu sebagai hal yang nggak penting. Terkadang hal sepele kayak gitu yang bikin beberapa orang akhirnya nggak bisa atau kurang menghargai diri mereka sendiri."

"Oh, gitu. Iya, barangkali dokter-dokter itu capek dengan rutinitas mereka dan ngobrol dengan teman-teman mereka bisa mengurangi tingkat stress mereka." Eunsang mengangguk-angguk beberapa kali. "Biasanya kalau selesai stase, Eunsang suka bikin cemilan-cemilan manis atau main sama Ddam seharian. Hitung-hitung buat apresiasi diri karena selama stase, Eunsang udah berusaha belajar dengan baik."

Senyum Junho mengembang. "Itu bagus," katanya. Ia mengangkat tangannya yang bebas dan mengusap penuh sayang puncak kepala Eunsang, bermain-main sebentar dengan helaian halus rambut hitam Eunsang.

"Saya memandang Minhee itu seperti Yamanaka Ino, dok, karena Minhee itu bisa kalem di depan saya, tapi bisa jadi barbar di depan orang lain. Persis banget sama Yamanaka Ino. Apalagi kalau rambutnya blonde, saya kadang-kadang memfantasikan Minhee sebagai Yamanaka Ino. Tapi kalau saya harus memfantasikan Minhee sebagai bijuu, mungkin dia terlihat seperti Kurama. Atau Matatabi ya? Eh, jangan. Matatabi terlalu halus dan lembut. Walaupun perut Minhee saya sangat nyoi-nyoi halus lembut, tapi dia nggak seperti Matatabi. Minhee saya itu punya jalan ninja, dok. Mandi adalah pemborosan, begitu."

"Seong, kamu ngomong apa sih? Dari semua omongan kamu, nggak ada satupun yang bisa saya pahami. Kalau kamu mau ngomong nggak jelas, mending kamu ngomong sendiri aja."

"Sebenarnya ngomong sama dokter yang nggak ngerti itu sama dengan ngomong sendiri lho, dok. Karena nggak nyambung. Kampret kau, dok."

Junho hampir menyemburkan tawanya ketika dokter Hwang Yunseong yang sedang berjalan berdampingan dengan dokter Yena spesialis saraf konsultan neuro-onkologi tiba-tiba mengumpat sangar, tapi ia langsung menahannya ketika dokter Yunseong menatap ke arahnya. "Pagi, dokter Yena, dokter Yunseong," sapanya. Di sampingnya, Eunsang juga ikut menyapa lirih.

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang