Recover

9.8K 1.6K 304
                                    

Kata orang, tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihat orang yang kita cinta dan sayangi dalam keadaan sehat, dan selalu tampak bersuka cita. Dan bagi Minkyu sendiri, anggapan seperti itu berlaku baginya, terhadap seorang Ham Wonjin. Meski belum sepenuhnya sehat, setidaknya ia tahu bahwa Wonjin sudah memiliki cukup tenaga untuk sekedar berjalan sendiri ke dapur, menertawakan sesuatu yang lucu baginya, dan bernyanyi mengikuti alunan lagu, meski beberapa bagian di antaranya agak lirih. Hal ini ratusan kali lebih membahagikan baginya sebab sudah lama sekali ia tidak melihat Wonjin seriang itu, terakhir kali sudah berbulan-bulan lalu, hampir setahun yang lalu, di tahun lalu ketika Wonjin terakhir kali merasa benar-benar sehat.

Sekarang ketika ia datang berkunjung, dengan wajah sumringah dan senyum hangat terulas, bunda Wonjin memintanya menunggu di ruang duduk rumah, di hadapan perapian dan televisi yang menyala, sementara wanita itu akan memanggilkan Wonjin yang sedang di dapur dengan neneknya.

Beberapa waktu lalu ketika ia datang berkunjung ke rumah ini sebelum Wonjin kembali dirawat inap, nenek dari pacarnya itu akan memintanya langsung menemui Wonjin yang terduduk dengan kondisi menyedihkan di atas ranjang dengan rambutnya yang perlahan rontok, bibirnya yang pucat, dan tubuhnya yang kian hari kian bertambah kurus. Rasanya menyenangkan saat seseorang memberitahunya untuk menunggu, sementara Wonjin dipanggilkan untuk berhenti sejenak dari aktivitasnya.

Tanpa sadar, Minkyu tersenyum. Suasana ruang duduk rumah yang hangat, dengan perpaduan aroma rosemary dan kayu manis yang menenangkan, sebuah saluran televisi yang tampaknya sedang menayangkan sebuah acara musik, juga aroma manis yang datang dari dapur tidak jauh di belakang sana, rumah ini terasa ratusan kali lipat lebih hidup daripada ketika Wonjin masih sakit. Meski sejatinya, Wonjin belum benar-benar sembuh dari glioblastomanya dan belum dinyatakan bersih.

Tapi setidaknya, senyum dan riang di paras manis Wonjin pasti sempat membangkitkan harapan yang dulu nyaris tidak dapat dipercaya keberadaannya. Setidaknya Wonjin yang merasa dirinya sudah lebih sehat dari sebelumnya bisa memberikan hangat lain di dalam rumah yang sempat terasa dingin dan penuh putus asa.

"Nenek bikin nastar. Maaf kalau aku lama karena tadi sempat bantuin nenek masukin nastar ke dalam toples."

Dugaan Minkyu terhadap Wonjin tidak pernah meleset, barang sekalipun. Ya, meski ia tahu bahwa pacarnya itu belum benar-benar bersih dari glioblastoma, setidaknya binaran indah di mata dan senyumnya yang mengembang cantik itu tidak pernah berbohong bahwa kini Wonjin terlihat berkali-kali lipat lebih sehat.

Minkyu tersenyum, menepuk tempat di sampingnya, meminta Wonjin duduk di sana bersamanya. "Gimana tidurnya semalam?" tanyanya berbasa-basi.

"Nyenyak kok." Wonjin masih mempertahankan senyumnya. Bibirnya sama sekali tidak tampak pucat. Dan alih-alih pucat, bilah bibirnya justru tampak merekah indah. "Tumben nanya tidurku semalam gimana. Biasanya nggak pernah nanya," gumamnya setengah berjalan.

Tawa Minkyu kali itu terdengar renyah, nyaris mengalahkan suara merdu penyanyi yang mulai menyanyikan single andalannya di layar kaca sana. "Senang bisa lihat kamu sehat di hari ulangtahunmu, Sunshine. Sejak kamu sakit, aku nggak pernah kepikiran bakalan seperti apa keadaanmu saat kamu ulangtahun nantinya. Syukurlah kamu ternyata bisa berangsur baik di hari lahirmu. Aku bersyukur."

"Aku juga nggak pernah kepikiran gimana keadaanku saat ulangtahunku nantinya karena setiap hari buatku hampir dengan setiap penderitaan, Kyu. Setiap hari rasanya putus asa. Obat, radioterapi, muntah, susah napas, sakit kepala, mimisan... itu berat. Dan daripada memikirkan hari ulangtahunku akan kayak gimana, rasanya tiap hari waktuku habis buat meyakinkan diriku kalau semua pasti bakalan baik-baik aja."

Minkyu terdiam beberapa saat, memilih memberikan jeda cukup lama dan membiarkan situasi di antara mereka perlahan kian menghangat. Lagipula sudah lama sekali ia tidak duduk berdampingan dengan Wonjin, dengan pacarnya yang terbebas dari kanula nasal, selang infus, ranjang sempit yang nyaris selalu tersisa bau obat, dan suara Wonjin yang nyaris setiap hari selalu terdengar lirih.

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang