Inner Turbulence

10.1K 1.7K 107
                                    

Warning: This chapter contains content about the effects of violence on children, suicidal thought and behavior, mental health issues, poor self-control, toxic family, and other content that might cause uncomfortable feelings. It's forbidden to link the profession with characterizations. If you feel uncomfortable, please skip. Take care of yourself.

🌹Read at your own risk🌹

"Sang, gue pinjem highlighter lo dong bentar aja. Punya gue habis, tapi belum sempat beli karena emang gue nggak niat beli highlighter. Uangnya habis gue beliin koleksi Living Dead Dolls terbaru hehehe..."

Eunsang menoleh sekilas ke arah Hyungjun, kemudian mengangguk singkat dan kembali sibuk dengan ponsel di tangannya. Ia tampak mengerutkan dahinya, kemudian mengerjap beberapa kali dan buru-buru mengetik sesuatu di sana dengan gerakan cepat. "Lagi ke mana sih?" gumamnya lirih. Ia duduk tidak tenang sambil sesekali menggigiti kuku tangannya.

Yohan menaikkan sebelah alisnya, kemudian mengambil posisi duduk di samping Eunsang yang terus sibuk dan gelisah dengan ponsel di tangannya. "Ngapain sih daritadi sibuk sendiri? Nggak makan siang?" tanyanya.

"Belum lapar, Han. Nanti aja." Eunsang menoleh, berusaha mengulas sedikit senyum, kemudian menggeleng pelan dan kembali sibuk dengan ponsel di tangannya. Ia terlihat menggerakkan layar ponselnya ke atas bawah, namun tidak kunjung melihat sesuatu yang bisa membuatnya berhenti gelisah. "Ke mana sih? Kok lama banget balasnya?"

"Makan dulu. Nanti lo sakit." Minhee yang semula duduk di samping Dongpyo langsung berpindah di samping Eunsang, membuar koass berparas manis dengan marga Lee itu duduk di antara Yohan dan Minhee, kemudian menyuapkan sesendok nasi goreng yang ditolak Eunsang dengan gelengan halus. "Ayo, makan dulu. Nanti lagi mainnya. Lagi ngapain sih? Kok sibuk banget dari tadi. Nggak laper emang udah jaga dari tadi?"

Eunsang meletakkan ponselnya ke atas pahanya, namun tetap menggeleng ketika Minhee mencoba menyuapinya lagi. "Kemarin malam Juno telepon, tapi nggak keangkat karena Eunsang lagi di dapur dan ponselnya Eunsang ada di kamar. Setelah makan malam, Eunsang belajar dulu, nggak mainan ponsel. Sewaktu mau tidur, Eunsang baru tau. Eunsang coba hubungi balik, tapi nomornya udah nggak aktif. Eunsang kirim pesan tadi malam, pagi tadi, dan siang ini, tapi belum ada yang dibalas sama sekali. Biasanya, Juno nggak begini."

"Mungkin dia istirahat. Bukannya dia masih sakit?" Di ujung ruang koass sana, Dongpyo menyahut setelah menghabiskan sebungkus biskuit gandum yang ia rampas dari adik kembarnya yang sedang sibuk memperhatikan website penjualan koleksi Living Dead Dolls.

Eunsang menggeleng pelan, terlihat tidak yakin. "Harusnya udah sembuh, Pyo. Ini udah berapa hari sejak Juno sakit dan sewaktu Eunsang ke sana, sebenarnya Juno udah agak enakan kok. Makanya sewaktu Juno ngedrop waktu itu, Eunsang kaget. Kok mendadak ngedrop, padahal udah enakan dan udah pulih kayak biasanya? Kok bisa?"

"Lo udah nanya soal kepemilikan Alganax itu ke dokter Chaeyeon? Bukannya waktu itu lo mau nanya soal kepemilikan Alganax itu ya?"

"Iya, udah Eunsang tanyain ke dokter Chaeyeon." Eunsang menoleh sejenak ke arah Yohan, kemudian mengangguk pelan. Ia menyimpan ponselnya ke dalam saku snellinya setela mengecek barangkali ada pesan masuk di sana. Namun ternyata, tidak ada. "Alganax itu emang diresepin sama dokter Chaeyeon, bukan dibeli sembarangan," lanjutnya.

Minhee mengerjap beberapa kali. "Terus? Obat itu punya siapa? Nggak mungkin punya Jinwoo kan? Dia aja dapat di ruang koass, jadi nggak mungkin deh kalau Alganax itu punya Jinwoo. Atau obat itu pu--"

"Alganaxnya punya Juno. Dokter Chaeyeon ngeresepin Alganax buat gangguan paniknya Juno dan sebenarnya, obat itu udah diresepin agak lama. Karena gangguan paniknya Juno mengganggu banget, makanya diresepin Alganax, dengan pengawasan ketat."

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang