Persahabatan Bagai Ulat Bulu

10.7K 2.3K 616
                                    

Minhee membuka perlahan pintu ruang koass, sebisa mungkin sama sekali tidak menimbulkan suara apapun di tengah suara derasnya hujan di luar sana. Begitu pintu terbuka, ia melongok ke dalam sebentar dan berharap-harap cemas akan mendapat hal baik terhadap apa yang akan dilakukannya.

Di dalam ruang koass, Yohan tampak berdiri memunggungi pintu sambil sesekali meneguk air mineralnya, kemudian menepuki kedua bahunya bergantian beberapa kali, menggerakkan lehernya, dan berakhir dengan memijat belakang lehernya perlahan.

Sejenak Minhee merasa ragu, tapi kemudian ia memberanikan diri membuka pintu ruang koass lebih lebar dan masuk ke sana dengan langkah ragu. Bahkan saking ragunya, ia melangkah masuk dengan langkah mengendap seperti maling hanya karena tidak ingin membuat Yohan kaget dengan kehadirannya yang mungkin tampak seperti hantu.

"Han," panggilnya lirih. Ia hanya berani berdiri setengah meter di belakang Yohan dan tidak berani untuk berdiri lebih dekat lagi, bahkan dengan kawan baiknya sendiri.

Yohan tidak merespon apapun. Bahkan menunjukkan gelagat kalau ia terkejut dengan kehadiran Minhee pun tidak. Artinya memang ia sudah menyadari kalau ada orang lain yang sedang memperhatikannya, kemudian masuk ke ruangan yang sama dengannya.

Untuk kedua kalinya, Minhee merasa ragu, namun kali ini semakin ragu. Yohan tidak merespon panggilannya,juga tidak terkejut dengan kehadirannya. Sama sekali. Bahkan ia bisa melihat Yohan kembali membuka tutup botol dan menegak air mineral untuk kesekian kalinya, entah untuk beberapa kalinya Minhee tidak ingat benar.

"Yohan," Minhee kembali memanggil. Kali ini volume suaranya lebih ia keraskan demi melawan suara hujan yang semakin deras di luar sana, juga suara petir yang mulai terdengar, dan demi merebut atensi Yohan yang senantiasa memunggunginya seakan tidak mendengar panggilannya.

Yohan tidak kunjung merespon dengan perkataan atau suaranya, namun perlahan ia berbalik, menatap Minhee dengan pandangan bertanya. Tangan kanannya masih menggenggam erat botol minumnya, sementara tangannya yang lain dibiarkan menggantung di sisi tubuhnya.

Minhee menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Han, jawab sesuatu dong," katanya lirih.

"Jawab apa? Lo bahkan nggak tanya apapun ke gue," Yohan kali ini merespon. Meski raut wajahnya terlihat dingin dan seakan tidak peduli apa yang akan dilakukan Minhee, tapi suaranya terdengar begitu ketus saat berbicara.

Kalau boleh jujur, sebenarnya Yohan dalam mode ketus begini adalah hal yang paling tidak disukai Minhee selama ia berteman baik dengan Yohan. Ia lebih suka Yohan marah-marah dengan mengomel sepanjang jalan kenangan, daripada menanggapinya singkat, padat, jelas, dan ketus. Bahkan sekretaris angkatan yang dulu mendampingi Minkyu saat masih preklinik kalah ketus dengan Yohan pagi ini.

Sebenarnya Minhee paham kalau Yohan akan lebih memilih marah-marah dengan nada yang benar-benar seperti orang marah, ketimbang bicara dengan nada ketus seperti ini. Kalau Yohan sudah berbicara dengan raut wajah dingin, namun suaranya terdengar ketus, pasti ada hal yang tidak bisa lagi Yohan toleransi atau maafkan semudah itu.

Ya - kesalahan hari itu, tentang ia yang kelepasan mempertanyakan mengapa Yohan bisa menjadi begitu murahan di hadapan dokter Yuvin. Minhee sepenuhnya menyadari bahwa sebagai orang yang menjunjung harga dirinya, Yohan pasti sangat marah dengan perkataannya. Terlepas selama apapun mereka berteman, perkataannya hari itu memang tidak pantas ditoleransi.

"Kalau nggak ada yang mau diomongin, gue mau keluar. Bentar lagi gue harus TTV pasien."

Minhee mendengus. Yohan masih belum mau bicara padanya dan gelagatnya terlihat dari bagaimana cara temannya itu menanggapinya. "Han, bentar aja. Gue pengen bicara sama lo."

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang