Why was I born in July?

10.3K 1.7K 243
                                    

Warning: This chapter contains content about the effects of violence on children, suicidal thought and behavior, mental health issues, poor self-control, toxic family, and other content that might cause uncomfortable feelings. It's forbidden to link the profession with characterizations. If you feel uncomfortable, please skip. Take care of yourself.

🌹Read at your own risk🌹

Eunwoo melirik sebentar ke arah kamar Junho, tepat di sebelah kamarnya di apartemen yang sebenarnya milik Junho. Pintunya agak terbuka dan dari luar sini, ia bisa melihat adiknya sedang duduk di pinggiran sambil menunduk mengamati sesuatu di tangannya. Eunwoo melangkah perlahan, berusaha agar suara sepatu yang belum sempat dilepaskan tidak terdengar dan menganggu apapun yang sedang Junho lakukan.

Ia bersandar di kusen pintu, mengamati adiknya yang nyatanya tidak menyadari kehadirannya, padahal ia yakin kalau ada suara ketika ia mendorong pintunya lebih lebar. "Lagi sibuk?" tanyanya pelan.

Junho mengangkat pandangannya perlahan, menatap lurus ke arah Eunwoo. "Enggak juga," jawabnya.

"Lagi lihat apa?" Eunwoo melangkah, kemudian berakhir mendudukkan dirinya di samping Junho. Ia melirik ke samping dan mulai mengerti apa yang ada di tangan adiknya. Ia tersenyum perlahan. "Kalau nggak salah, foto itu diambil nenek sewaktu umur kamu masih 3 tahun. Kepalamu nggak tumbuh rambut sampai kamu umur 5 tahun," ujarnya.

Suara tawa Junho terdengar pelan, sedikit meninggalkan kesan berat yang mendalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara tawa Junho terdengar pelan, sedikit meninggalkan kesan berat yang mendalam. "Kelihatan mirip sama Boboho ya?" tanyanya.

"Lumayan. Rambutmu dulu waktu kamu masih kecil kelihatan susah tumbuhnya, sekarang malah nggak dirawat sebentar, udah kelihatan mau panjang. Kalau mau ke rumah sakit, jangan lupa potong rambut dulu daripada dimarahin konsulen, masa datang-datang gondrongan?" Eunwoo tertawa ringan di ujung kalimatnya. Ia melirik sekali ke arah foto masa kecil Junho selama beberapa saat, kemudian berganti menatap sosok adiknya yang duduk di sampingnya.

Tanpa sadar, Junho menyentuh sedikit helaian rambutnya. Benar kata Eunwoo. Tidak dirawat sebentar saja sudah jadi lumayan panjang. Dan rasanya memang tidak lucu kalau ia datang ke rumah sakit dengan rambut agak panjang tidak rapi begini. Apa kata konsulen?

"Kamu udah lebih enakan? Kalau udah enakan, mending istirahat dulu lagi sehari sampai beneran pulih. Nggak usah maksa masuk kalau masih belum pulih, nanti malah drop lagi. Lebih susah lagi kalau kamu diranap." Eunwoo mengusak perlahan puncak kepala Junho, kemudian tersenyum lebar, dan membenarkan posisi duduknya untuk lebih rileks.

Mengobrol sebentar dengan adiknya setelah bertugas seharian di rumah sakit rasanya bisa menjadi obat penat dan melepas sebentar stress di kepalanya. Dan kelihatannya, Junho tidak keberatan kalau mereka mengobrol sebentar sebelum makan malam.

Junho menatap lewat ekor matanya, tampak sama sekali tidak risih dengan sekelumit kontak fisik yang dilakukan kakaknya. Rasanya, ia sudah terbiasa. Kalau diingat-ingat, dulu ia terbiasa mengusak rambut teman-temannya dan sekarang ada seseorang yang mengusak rambutnya.

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang