I'm Sorry That I Can't Be Perfect

9.4K 1.8K 288
                                    

Yohan tidak yakin kalau ini adalah pilihan yang tepat untuk mereka - untuknya dan Yuvin. Ia tahu bahwa sejak awal orang tuanya tidak dapat menerima kenyataan bahwa ia berbeda dan tidak seperti apa yang mereka harapkan. Ia pun tahu bahwa sejak awal orangtuanya takkan pernah memberikan restu atau apapun sebutannya untuk hubungannya dengan Yuvin karena ia pun menyadari bahwa hubungannya dengan Yuvin adalah kesalahan. Kesalahan yang tidak pernah diharapkan orangtuanya. Kesalahan yang selalu diharapkan hanyalah bualan belaka. Atau bahkan kesalahan yang diharap hanya mimpi semata. Namun sayangnya, kesalahan ini terlalu nyata untuk dianggap sebagai bualan belaka.

Selama perjalanan ke rumahnya, Yuvin meyakinkannya ratusan kali bahwa pria itu akan bertanggungjawab terhadap keputusan besar yang diambilnya perihal hubungan mereka yang mungkin sudah tidak dapat dikatakan main-main lagi. Yohan tahu, Yuvin serius. Pria itu tidak pernah bercanda atau hanya mengucap janji yang hanya tinggal janji jika perihal hubungan keduanya, tapi perasaan tidak yakin itu tetap menguasai dirinya. Ia tahu bahwa di balik wajah lelah dan senyum tipisnya, Yuvin menyimpan keseriusan dalam hubungan mereka dan ia bisa melihat bahwa Yuvin ingin segera membawa hubungan ini pada jenjang yang lebih serius.

Namun di satu sisi, Yohan sendiri meragukan apakah orangtuanya bisa menerima hal ini atau tidak. Mereka menginginkannya memiliki kehidupan yang sama seperti anak-anak lelaki tetangga atau kolega mereka yang menikahi seorang perempuan, mendampingi istri mereka mengandung, merasakan bagaimana repotnya menjadi suami ketika istri mereka ngidam, mendampingi kelahiran putra atau putri pertama mereka, memiliki seorang anak yang akan memiliki nama depan yang sama dengannya, menghabiskan akhir pekan penuh canda tawa bersama keluarga kecil bahagia, juga tahun-tahun penuh bahagia yang dirancang penuh suka cita. Orangtuanya berharap ia bisa menjalani hidup yang sebagaimana mestinya ia jalani, namun ternyata ia tidak dapat mewujudkannya. Ia tidak bisa menjadi apa yang orangtuanya inginkan dan justru berbalik mengecewakan mereka.

Mungkin jika orangtuanya berkata ingin memiliki seorang cucu, Ae Young adalah gadis manis yang pintar dan ramah. Terkadang begitu mirip dengannya, tapi sifatnya benar-benar mirip dengan Yuvin. Mungkin saja Ae Young cocok untuk menjadi cucu mereka. Begitu penurut, riang, penuh ide-ide menarik, ramah, menyenangkan, tidak nakal, senang membantu orang lain, dan sedikit jahil untuk anak seusianya. Tapi jelas bukan hanya cucu yang diinginkan orangtuanya. Melainkan lebih kompleks daripada itu. Sebuah keluarga yang normal.

Yohan menghela napas berat, lalu sedikit mencuri pandang ke arah Yuvin yang berdiri di sampingnya sambil menggenggam tangannya erat. "Dok, saya kurang yakin dengan hal ini. Saya nggak merasa bahwa hal ini adalah yang benar. Orangtua saya... mungkin nggak akan menerima hal ini. Kita sama-sama tau bah--"

"Saya tau, Han." Yuvin menyahut cepat. Ia memandang lurus ke pintu beberapa saat, kemudian menatap bel rumah penuh ragu yang tak dapat disembunyikannya. "Saya ingat bagaimana mama kamu begitu emosional saat saya mengenalkan diri sebagai pacar kamu. Seharusnya saya berkata lebih sopan karena bagaimanapun juga, kamu adalah anak mereka. Saya harusnya menghormati orangtuamu dan membiarkan mereka bicara lebih dulu."

"Kalau mereka ingin cucu untuk menemani mereka setiap hari, kita punya Ae Young. Kadang-kadang, Ae Young mirip dengan saya. Tapi sifatnya benar-benar mirip dokter. Dia seperti... anak kita. Tapi saya tau kalau orangtua saya menginginkan lebih dari sekedar cucu, dok. Untuk beberapa alasan, saya merasa ini bukan hal yang benar." Yohan menunduk pasrah. Ia tidak berani menekan bel rumahnya sendiri begitu perasaan gamangnya lebih besar daripada dukungan dan keseriusan yang dipaparkan Yuvin di hadapannya.

Yuvin menoleh. Kedua sudut bibirnya terangkat menyunggingkan seulas senyum. Sementara di bawah sana, genggaman tangannya pada tangan Yohan mengerat. "Saya tau ini konyol, Han. Orangtuamu pasti berharap kalau kamu akan datang menggandeng perempuan cantik yang rambutnya panjang atau diberi cat warna-warni. Jelas bukannya seorang lelaki yang rambutnya hanya berwarna coklat dengan wajah ngantuknya. Kalaupun saya mengenalkan diri sebagai calon dokter bedah, rasanya itu sama sekali nggak akan berguna apa-apa. Bahkan kalau saya harus memalsukan identitas sebagai Hwang Minhyun atau Kang Daniel, rasanya itu nggak akan berguna apa-apa. Tapi kamu mau percaya kan?"

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang