Hello, Tony. Long Time No See

9.1K 1.4K 312
                                    

Hwang Yeji menendang-nendang ban mobil dengan warna hitam metalik dengan ujung sepatunya beberapa kali. Tendangannya yang keras membuat kunciran tinggi rambutnya bergerak berlawanan arah. Ia mendengus sebal. "Papa ke mana sih? Ya ampun..."

Ia melongok ke kanan kiri. Tidak seorang pun yang dikenalnya lewat di depannya. Ia hanya melihat orang-orang berseragam putih dengan raut wajah serius mondar mandir di sana dan tidak seorangpun yang menyapanya. Ia kembali mendengus kesal, sekaligus kembali pada kegiatannya menendang-nendang ban mobil di depannya tanpa memedulikan orang-orang yang mungkin menatap heran ke arahnya yang dengan beraninya menendang mobil seorang dokter di parkiran yang ramai. Tapi Yeji tidak peduli itu. Mobil ini juga mobilnya.

Yeji merengek kesal. Sudah sore, hampir gelap. Ia belum makan dan belum mandi, apalagi ganti baju, tapi papanya tidak kunjung datang. Ia menghentakkan kakinya kesal. "Papa ke mana sih? Kunci rumah pakai acara dibawa juga, kenapa sih? Dasar orang tua. Nggak tau apa kalau anaknya udah kelaperan. Papa ini jalan, ngesot, atau merayap sih? Lama banget..."

"Kak, kalau udah sampai, telepon dong. Kok nggak telepon sih?"

Yeji menoleh, raut wajahnya terlihat semakin kesal. Ia berkacak pinggang dan memincingkan mata kucingnya, membuatnya terlihat semakin kecil. "Pulsa Yeji habis, mau telepon pakai apa? Papa juga harusnya sadar dong kalau kuncinya dibawa. Yeji tuh nungguin di depan rumah sendirian, capek tau. Mana belum makan, belum mandi, PR banyak banget. Eh, kuncinya dibawa papa. Untung aja Yeji belum ada niatan congkel jendela ya."

Minhyun meringis kecil. Ia lantas merogoh saku celananya dan menyerahkan 2 kunci sekaligus ke tangan putri sulungnya. "Ya udah kamu pulang sekarang. Udah sore, bentar lagi gelap. Kalau di rumah nggak ada makanan, pesan aja. Uangnya ada di atas kulkas. Sekalian beli 2 porsi buat adikmu."

Namun bukannya mengangguk dan langsung pulang, Yeji justru mengulurkan tangan kanannya yang bebas ke arah papanya.

"Apa?"

"Uang buat ongkos pulang." Yeji mendengus sebal. Ia tidak tahu kalau papanya ternyata bisa telmi juga. Digerakkannya ujung-ujung jemarinya. "Ayo, uang buat ongkos pulang. Yeji ke sini tadi naik taksi, sekarang disuruh pulang sendiri. Uang buat taksinya dong, Pa."

Seketika alis Minhyun naik sebelah. "Uangmu habis?"

"Iyalah. Emangnya papa ngasih uang jajan berapa sampai nggak habis buat taksi pulang ke rumah, taksi ke sini? Makanya lain kali tuh kunci rumahnya jangan dibawa. Salah papa sendiri kan? Ayo, uangnya mana? Yeji pengen pulang nih. Udah pegel."

"Papa nggak punya uang. Kemarin habis totalan sama mamamu. Kalau kamu mau minta uang, sana ke Ponek. Uang mamamu tuh banyak. Papa nggak punya uang sekarang."

Seketika Yeji melongo lebar. Sebuah tanda tanya imajiner muncul di atas kepalanya. "Ponek tuh apa? Papa beneran nggak ada uang sama sekali? Selembar buat Yeji pulang aja nggak ada? Masa Yeji harus pulang jalan kaki?"

"Yang nyuruh kamu pulang jalan kaki tuh siapa sih, kak? Kan papa bilang, minta uangnya ke mamamu. Mamamu lagi di Ponek, ke sana aja. Tapi minta uangnya jangan bilang disuruh papa. Pulang nanti makin panjang omelan mamamu. Papa ngomong satu, mamamu balasnya bisa 50 lebih. Jangan sampai malam ini mamamu ngomel lagi." Minhyun berpetuah panjang lebar, yang justru membuat putri sulungnya menatapnya kelewat datar.

Yeji cemberut bukan main. Ia lantas menarik tangannya dan melipatnya ke depan dada. "Yeji kan nggak tau Ponek itu apa dan di mana. Tau sendiri kalau mama lagi sibuk tuh nggak pernah suka diganggu. Masa Yeji datang ke sana buat minta uang? Adanya Yeji juga kena sembur-- Papa, mau ke mana? Jangan kabur dulu! Yeji belum selesai ngomongnya!"

"Kalau kamu nggak mau minta uang ke mamamu, ya udah jalan kaki aja. Papa masih ada kerjaan, masih ada pasien. Kalau jalan kaki, hati-hati di jalan ya!"

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang