Kesedihan di Balik Hangat Selimut

9.8K 1.8K 192
                                    

Warning: This chapter contains content about the effects of violence on children, suicidal thought and behavior, mental health issues, poor self-control, toxic family, and other content that might cause uncomfortable feelings. It's forbidden to link the profession with characterizations. If you feel uncomfortable, please skip. Take care of yourself.

🌹Read at your own risk🌹

"Woo, tolong nanti kamu ijin dulu ya kalau ada jadwal jaga malam. Tolong jagain Junho di sini, mama harus pulang ke rumah sebentar, Myungsoo minta mama pulang. Mumpung nanti malam papamu nggak di rumah."

Junho membuka matanya perlahan, kemudian mengaduh menahan sakit sejenak ketika kepalanya kembali berdenyut nyeri bukan main. Rasa nyerinya lebih menyakitkan daripada nyeri yang ia rasakan sebelum-sebelumnya. Belum lagi ditambah dengan tubuhnya yang lemas bukan main, ia tidak melakukan apapun selain menggerakkan tubuhnya ringan demi menghalau nyeri di kepalanya.

Dan jika saja sekarang ia bisa berdiri di depan cermin, ia pasti sudah tampak seperti hantu saking pucatnya. Juga tampak seperti pelari marathon karena keringat dinginnya.

"Mama minta aku ijin jaga malam buat jaga Junho di sini, sementara mama pulang ke rumah buat kak Myungsoo? Mama pikir itu adil?"

Junho menatap ke arah pintu kamarnya sejenak. Kepalanya kembali berdenyut nyeri, nyaris menguasi seluruh kepalanya. Dan dengan keadaan kepala nyeri bukan main, ia mendengar kakak dan mamanya berbincang, sepertinya dari arah dapur. Junho tidak terlalu yakin.

"Hanya malam ini, Woo. Myungsoo minta mama pulang sebentar dan kebetulan papamu nggak di rumah, jadi mama mau pulang sebentar. Myungsoo juga butuh mama. Tolong mengerti, Eunwoo. Kakakmu juga anak mama."

"Ma, kak Myungsoo bukan anak kecil yang harus selalu mama urusi keperluannya. Dia yang tertua di antara kami dan dia laki-laki dewasa. Mama nggak perlu memperlakukan kak Myungsoo seperti anak SD yang nggak bisa apa-apa. Bukan aku yang nggak mau mengerti kakakku sebagai anak mama juga, tapi kak Myungsoo yang terlalu kekanakan dan mama yang nggak bisa menempatkan diri sesuai situasi."

Junho berguling ke samping. Meski kepalanya terasa nyeri bukan main dan badannya teramat lemas, ia bisa mendengar semua yang dikatakan kakak dan mamanya. Walaupun terdengar agak samar, ia tetap bisa memahami maksudnya secara jelas.

Mereka tengah membicarakan rencana siapa yang menjaganya malam ini ketika Eunwoo sedang memiliki jadwal jaga malam dan mamanya yang akan pulang ke rumah untuk Eunwoo. Tapi tetap, inti perdebatan mereka adalah dirinya.

"Eunwoo, jangan egois. Bagaimanapun dia kakakmu dan dia tetap anak mama. Berapapun usianya, itu nggak akan merubah status Myungsoo sebagai anak mama."

"Ya, seberapa pun usianya, mama akhirnya memperlakukan kak Myungsoo seperti anak-anak setelah mama menggugat cerai papa. Kalau mama menganggapku egois, aku lebih bisa menganggap mama nggak berperasaan. Daripada kak Myungsoo, Junho lebih butuh perhatian mama. Bagaimana mama bisa memperlakukan kak Myungsoo seperti anak kecil dan memperlakukan Junho seperti seharusnya mama memperlakukan kakak?"

Denyutan nyeri di kepala Junho kian menjadi. Ia menggigit bibir bawahnya perlahan, mengernyit dalam menahan nyeri di kepalanya.

"Eunwoo, mama nggak pernah ngajarin kamu ngomong sekasar itu."

"Ya, mama nggak pernah ngajarin aku ngomong sekasar itu, tapi apa yang mama lakukan akhirnya memaksa aku ngomong sekasar itu. Ma, kak Myungsoo itu udah dewasa, dia bahkan udah spesialis, dia bisa mandiri kalaupun hanya ditinggal papa sehari. Hanya sehari. Sedangkan Junho, dia yang paling kecil di antara kami, dia sakit, dan dia lebih butuh mama daripada kakak. Lalu aku? Ma, aku masih residen, aku masih terikat studi yang menentukan hasil pendidikanku. Dan mama dengan mudahnya mengesampingkan kami yang lebih belum bisa mandiri dari kakak hanya untuk kakak yang bahkan udah mampu berdiri di atas kakinya sendiri? You're selfish."

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang