Going Under

10.5K 1.7K 185
                                    

This chapter contains the theme of infidelity, poor self-affection, poor self-control, toxic relationships, manipulative character, and several other things that trigger discomfort. It's forbidden to link the profession with characterizations. If inconvenience arises in reading or after reading, please skip. Take care of yourself.

🐰Read at your own risk🐰

Seungyoun melirik ke samping ragu-ragu. Sejenak ia menghentikan langkahnya, menghela napas berat di balik maskernya. Perasaannya tidak nyaman. Biasanya, ia tidak pernah merasakan perasaan tidak nyaman tiap kali berada di keramaian. Mungkin ini pertama kalinya - tidak, sebenarnya bukan pertama kali - ia merasa tidak nyaman berjalan di keramaian yang sebenarnya tidak terlalu ramai. Hanya saja, ia merasa beberapa orang menatap lekat-lekat ke arahnya, seakan ia memakai pakaian yang salah atau gaya rambutnya terlalu nyeleneh, kemudian berbisik-bisik ganjil tanpa mengatakan sesuatu apapun padanya.

Ini tidak biasa. Seungyoun tahu, ini tidaklah biasa untuk dirinya. Jarang sekali ia merasa tidak nyaman hanya karena berjalan di keramaian, bahkan ketika sebagain wajahnya tertutup masker. Ia menoleh ke belakang, beberapa orang yang tampak menatapnya, langsung membuang muka dan kembali berjalan. Dahinya mengernyit dalam. Apa yang sedang mereka lihat darinya di pagi hari yang bahkan masih setengah gelap begini?

Cukup lama Seungyoun berhenti hanya untuk memikirkan  jawaban dari pertanyaannya sendiri, meski pada akhirnya ia kembali melangkah dengan perasaan tidak nyaman bercampur gamang. Beberapa orang yang melewatinya tampak tersenyum dan menyapa seperti biasa, normal-normal saja. Tapi beberapa lainnya menatap lekat ke arahnya, seakan ada yang salah dengannya, berlalu begitu saja, dan mulai mengatakan sesuatu di belakang punggungnya.

Seungyoun bisa mendengarnya. Sebagian, ia dengar begitu jelas. Langkahnya seketika kembali terhenti, namun tidak sedikitpun nyali yang ia miliki untuk sekedar menoleh ke belakang. Pikirannya blank, perasaan tidak nyamannya kian terasa. Masker yang ia kenakan pun rasanya tidak lagi terasa nyaman dan justru membuatnya nyaris tidak bernapas.

Sebagian dari orang-orang itu membicarakan perihal pertengkarannya dengan Seungwoo, menyebut perihal hubungan gelap mereka, dan menyudutkannya secara tidak langsung. Seungyoun mematung beberapa saat.

"Youn! Minta hand sanitizer!"

Seungyoun melonjak kaget. Jantungnya berdetak dua kali lebih kencang. Sial, Hangyul datang entah dari mana, menepuk pundaknya keras sekali, dan setengah berteriak di sampingnya. Ketika ia menoleh dan mendelik menatap pria Lee itu, Hangyul hanya meringis seperti kuda tanpa merasa bersalah.

"Jangan pasang muka begitu dong, Youn. Lagian lo udah gue panggilin dari 5 kilometer jauhnya, tetep nggak noleh. Kuping lo nggak ada dimakan rayap kan?" Hangyul tampak ingin tertawa sekeras mungkin, tapi ia buru-buru mengurungkannya begitu ia menyadari pancaran serius yang tergurat lewat kedua netra Seungyoun bukanlah respon karena terkejut. Ada hal lain. "Bro, lo sakit? Nggak enak badan? Ke IGD ya?" tanyanya buru-buru.

Seungyoun menggeleng cepat. Ia tampak ragu, namun begitu serius. Disandarkannya punggungnya pada dinding di sampingnya. "Gyul, lo pernah denger beberapa omongan nggak enak tentang gue?" tanyanya lirih.

"Hah? Apaan, Youn? Kagak denger. Kencengan dikit kalau ngomong."

Mengalah, Seungyoun melepaskan perlahan masker yang ia kenakan dan menoleh menatap Hangyul lurus-lurus. "Lo pernah denger beberapa omongan nggak enak tenang gue? Tentang dokter Seungwoo juga?" Ia mengulang. Suaranya mengecil ketika menyebut nama Seungwoo.

Hangyul tampak berpikir keras. Keras sekali sampai dahinya berkerut dalam, sementara raut wajahnya nyaris tidak terkontrol. "Pernah beberapa kali, tapi dalam satu waktu. Menurut lo, apakah kabar-kabar yang gue denger dari mulut ke mulut itu benar? Terkadang kabar dari mulut ke mulut itu nggak bisa dikatakan sebagai kabar yang kredibel. You know people nowadays, mereka suka menambahkan sesuatu berdasarkan asumsi mereka dan menyebarluaskan apa yang mereka percaya. Ibarat beritanya tentang sepatu bau, lo nambahin sepatunya jebol, gue nambahin sepatunya nggak pernah dicuci, Yury nambahin sepatunya habis kehujanan juga, orang lain nambahin kalau sepatunya udah sepatu lawas. Itu nggak kredibel kan? Apa yang gue dengarbelum tentu benar kan?"

Seungyoun tampak tidak merespon banyak. Ia hanya diam, kehilangan seluruh kalimatnya. Perasaan tidak nyamannya kian menjadi-jadi. Pertengkarannya dengan Seungwoo malam itu, belum lagi dengan teriakan Eunwoo, tentu saja beberapa orang yang berada tidak jauh dari sana pasti bisa mendengarnya. Dan dari mulut ke mulut? Berita dari mulut ke mulut lebih mudah tersebar daripada koran ke koran.

"Mereka bilang kalau lo yang jadi orang ketiga. Konotasinya udah nggak enak kan? Gue nggak tau benernya mereka dapat dari mana, tapi itu anggapan orang-orang yang nggak sengaja gue dengar omongannya. Bukan maksud gue buat nguping, emang nggak sengaja dengar aja. Mau percaya pun, gue masih sanksi, Youn. Kenapa gue harus percaya sama orang lain kalau gue bisa dengar langsung dari orangnya tanpa bumbu-bumbu perecah yang justru bikin simpang siur karena ketidakkredibelan suatu kabar?"

"Kenapa lo nggak pernah nanya ke gue sejak pertama kali lo dengar itu?"

Hangyul tampak terkejut, namun sebisa mungkin mengendalikan raut wajahnya. "Lo mau gue langsung nanya keburu-buru setelah gue dengar?" Ia balas bertanya.

Seungyoun menunduk. Tanpa sadar, dirematnya masker di tangan kanannya tanpa sadar. "Menurut lo, hukuman sosial apa yang paling pantas buat seorang selingkuhan kayak gue?"

"Cho Seungyoun!" Hangyul menggertak. Alisnya tampak menukik tajam. Dicengkramnya kuat kedua bahu Seungyoun. "Lo ngomong apa sih? Apanya yang hukuman sosial? Nggak usah ngomong yang aneh-aneh lo. Gue cekokin jus genjer pakai susu juga lo nih. Hubungan yang lagi lo jalani itu, sepenuhnya hanya lo yang tau. Mereka tuh menilai berdasarkan apa yang mereka dengar, bukan apa yang mereka tau dan pahami. Berhen--"

Seungyoun tertawa, namun alih-alih terdengar menyenangkan, tawanya justru terdengar miris. "Mereka yang bener, Gyul. Apapun yang mungkin udah lo dengar, itu kredibel. Gue emang orang ketiga yang datang tanpa tau diri. Tapi Gyul, gue nggak mau bertahan dalam hubungan yang bahkan nggak bisa disebut hubungan. Gue paham rasanya orang terdekat gue pergi karena orang ketiga dan gue nggak mau berstatus sama seperti orang yang selama lebih dari 20 tahun gue benci habis-habisan. Gue nggak mau, Gyul."

Cengkraman Hangyul mengendur, kemudian lepas. Ditatapnya Seungyoun lamat-lamat, namun tak sepatah katapun keluar dari bilah bibirnya. Sampai kemudian ia teringat sesuatu. Jauh di belakang sana, di masa lalu Seungyoun, kawannya ini pernah merasakan ayahnya pergi dan tidak pernah kembali hingga saat ini.

 Jauh di belakang sana, di masa lalu Seungyoun, kawannya ini pernah merasakan ayahnya pergi dan tidak pernah kembali hingga saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat pagi menjelang siang. Haloo, di manapun kalian berada, jaga kesehatan ya. Perbanyak makan sayur dan buah, banyak minum air mineral juga, olahraga teratur, istirahat yang cukup, dan jangan lupa menjaga kebersihan💐

Semoga hari kalian menyenangkan dan berjalan lancar😊

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang