ALGANAX

11K 1.8K 285
                                    

Warning: This chapter contains content about the effects of violence on children, suicidal thought and behavior, mental health issues, poor self-control, toxic family, and other content that might cause uncomfortable feelings. It's forbidden to link the profession with characterizations. If you feel uncomfortable, please skip. Take care of yourself.

🌹Read at your own risk🌹

Cha Eunwoo memijat pangkal hidungnya perlahan tepat setelah ia memasukkan kunci mobilnya ke dalam saku snellinya ketika ia mulai melewati ruang tunggu di depan Poli Penyakit Dalam yang ramainya minta ampun, untuk kemudian melewati beberapa tangga menuju bangsal rawat inap anak. Suasana rumah sakit di jam-jam ini memang sangat ramai dan setiap orang pasti berlalu-lalang dengan kepentingan mereka masing-masing. Kadang-kadang, beberapa saling menyapa, tapi terkadang juga tidak. Kesibukan benar-benar mencuri fokus dan membuat segala kepenatan dalam kepala mereka semakin menjadi-jadi.

Eunwoo berbelok melangkah menaiki satu persatu tangga menuju bangsal anak sambil sesekali membenarkan letak beberapa helai rambutnya yang terasa berantakan, kemudian menghirup napas dalam-dalam, dan mengembuskannya perlahan. Kepalanya sedikit pusing, matanya mengantuk sejak pagi, tubuhnya nyaris tidak bertenaga kalau tidak dipaksa bergerak, dan beberapa sendi kakinya terasa pegal bukan main. Belum lagi ditambah ia harus jaga malam nanti, lanjut jaga poli besok paginya, dan kalau ia beruntung, ia baru bisa pulang ke apartemen sekitar jam 6 sore setelah semua tugasnya selesai.

Dengan catatan lebih jelas, kalau ia beruntung. Masalahnya, hidupnya nyaris selalu dijauhkan dari keberuntungan. Ada saja yang membuatnya tidak beruntung dan seakan ditakdirkan untuk stand by di rumah sakit 24 jam. Belum lagi jika ia kedatangan pasien di injury time saat 5 menit menuju pergantian tugas. Rasanya ingin mengumpat, tapi tidak bisa, Rasanya ingin kabur, tapi tidak mungkin. Residen selalu dijadikan contoh di depan koass, walaupun tingkat mengeluhnya sama saja.

Maka, jika ada orang yang mengatakan kalau kamu di rumah sakit dan bertemu seorang dokter yang masih muda dan wajahnya susah, pasti dia koass. Sebaliknya, jika kamu di rumah sakit dan bertemu dokter yang sudah agak tua dan wajahnya tetap susah, pasti dia PPDS.

"Selamat siang menjelang sore, dokter Eunwoo."

Eunwoo mengangkat pandangannya dan mengulas senyum tipis. Baru saja memikirkan koass, mereka lewat. Ternyata benar, koass itu panjang umur. "Selamat siang menjelang sore juga, dek Jinwoo, dek Tony."

"Dokter mau ke bangsal?" Tony bertanya ringan. Tangannya yang semula merangkul bahu Jinwoo turun perlahan.

Eunwoo mengangguk. "Kalian mau ke poli?"

"Iya, dok. Kami diminta ke poli sebagai bala bantuan hehehe..." Jinwoo tertawa ringan sambil mengangguk-angguk seperti anak kecil beberapa kali. "Kami duluan ya, dok. Nanti dokter jaga di poli malah ngasih wejangan kalau kami telat datang. Permisi, dok."

Eunwoo mengangguk singkat, memberikan celah kepada 2 koass itu untuk melanjutkan perjalanan mereka ke poli di bawah sana, sementara ia kembali melanjutkan perjalanannya ke bangsal anak. Namun ketika ia hendak menaiki tangga lagi, langkahnya terhenti di udara dan secepat mungkin kembali ke tempat semula ketika ia mendengar Jinwoo kembali mengobrol dengan Tony, seperti sedang membahas sesuatu yang otomatis membuatnya berhenti.

Ia menoleh ke belakang dan melihat kedua koass itu berhenti di 4 anak tangga terakhir sebelum ujung. Jinwoo tampak mengeluarkan sesuatu dari saku snellinya. Jika Eunwoo tidak salah lihat, benda itu tampak seperti blister obat. Obat siapa? Obat milik Jinwoo? Anak itu sakit?

"Jinwoo dapat ini di depan ruang koass. Hampir aja keinjak, untungnya Jinwoo sadar kalau masih ada pil di dalam blisternya. Jinwoo kira antipiretik atau obat flu, ternyata alprazolam. Alganax ternyata. Untung nggak keinjak. Obat mahal soalnya."

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang