Destruktif

10.7K 1.8K 715
                                    

This chapter contains the theme of infidelity, poor self-affection, poor self-control, toxic relationships, manipulative character, and several other things that trigger discomfort. It's forbidden to link the profession with characterizations. If inconvenience arises in reading or after reading, please skip. Take care of yourself.

🌼Read at your own risk🌼

Yunseong meletakkan cup kopinya tepat di samping cup kopi Seungwoo yang mungkin sudah dingin, dan menjatuhkan bokongnya duduk di hadapan Seungwoo. Sudah lama sekali ia tidak duduk berhadapan dengan Seungwoo dan jarang sekali ia melihat Seungwoo melamun sendirian di kantin hanya ditemani dengan secup kopinya.

"Apa kabar, Woo?" Ia bertanya basa-basi. Sekitarnya sepi sekali, suaranya nyaris terdengar lebih kencang daripada yang harusnya terdengar. "Lama banget kita nggak duduk berdua begini. Maksud gue, ngobrol barenglah. Terakhir kali... udah berbulan-bulan lalu," imbuhnya.

Han Seungwoo terlihat lebih kaku ketimbang yang dulu sering ia lihat. Dari caranya tersenyum, kawannya ini tampak sedang memikirkan sesuatu. "Lagi jaga malam, Seong?"

Untungnya, Seungwoo masih ingat cara untuk sekedar berbasa-basi. Yunseong hampir mati kutu dibuatnya.

"Biasalah. Mana bisa gue kabur dari tugas jaga malam. Bisa dipenggal kali kepala gue sama dokter Yena," Yunseong mengeluh. Keluhannya terdengar netral, tenang. Sesekali ia menyesap kopinya, menenangkan pikirannya dari banyak sekali pekerjaan yang membuat seluruh ototnya tegang.

Seungwoo hanya mengangguk beberapa kali dan memilih tidak menanggapi. Keduanya hanya diam, tenggelam dalam hening dan kenikmatan kopi mereka. Hanya derak kipas angin dan makian dari dapur kantin yang terdengar sesekali memecah keheningan.

Yunseong mengetuk-ngetuk pinggiran cupnya, menciptakan gelombang halus pada cairan pekatnya. "Sejujurnya, kami merasa kehilangan lo, Woo," ungkapnya.

Bohong jika Seungwoo tak langsung memahami arah pembicaraan Yunseong. Dari roman di wajah tampannya, tergambar jelas bahwa pria itu sepenuhnya memahami apa dan ke mana arah pembicaraan Yunseong.

Kekehan Yunseong terdengar mendayu-dayu kemudian. "Gue nggak sebegitu peduli terhadap bagaimana lo dan Byungchan menjalani hubungan kalian atau bagaimana akhir kisah lo dengan Cho Seungyoun, atau gimana nasib Eunwoo nantinya. Bukannya gue bersikap apatis terhadap teman sendiri, tapi pertama, kita cuma teman. Lo tau teman kan? Yap, teman punya batasan."

Seungwoo tampak menarik napas panjang, sengaja menahannya hingga beberapa saat, kemudian melepaskannya perlahan.

"Hanya karena gue teman, bukan berarti gue berhak untuk ikut campur terlalu jauh. Karena gue teman, tugas gue hanya mengingatkan sekali atau dua kali. Selebihnya? Gue nggak punya hak untuk melanggar privasi masing-masing dari kalian. Gue bukan keluarga ataupun saudara, batas gue cuma di istilah teman. Bagaimana kalian menjalani hidup, itu kembali pada diri kalian. Gue hanya teman dan gue tau batasannya untuk ikut campur."

Beberapa perkataan Yunseong dikatakan begitu penuh penekanan. Meski cenderung rumit, ada hal yang berusaha Yunseong tekankan di dalamnya.

"Gue turut sedih atas apa yang menimpa hubungan lo dan Byungchan. Tapi selebihnya, gue nggak bisa melakukan apa-apa. Menentukan mau dibawa ke mana hubungan kalian, itu sepenuhnya hak kalian. Gue nggak punya hak untuk turut campur tangan. Dan yah, orang yang berhak ikut campur adalah keluarga kalian, bukan kami teman-teman kalian. Kami nggak cukup baik untuk berdiri di kubu siapa dan masih cukup naif untuk membela siapa." Di ujung kalimatnya, Yunseong memilih menyesap kembali kopinya.

Seungwoo masih tenang di tempatnya. Pandangannya lurus ke depan. "Orangtua kami udah tau. Termasuk dengan orangtua gue dan gue nggak bisa menutupi apapun dari mereka."

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang