This chapter contains the theme of infidelity, poor self-affection, poor self-control, toxic relationships, manipulative character, and several other things that trigger discomfort. It's forbidden to link the profession with characterizations. If inconvenience arises in reading or after reading, please skip. Take care of yourself.
🌹Read at your own risk🌹
Kitty Seok🐈 - Online
Mblo, kamu di mana?
10.47 a.m
Aku tunggu di depan Ponek ya
10.47 a.m
Kamu di mana sih mblo?
10.56 a.m
Lama banget sih
10.56 a.m
Kok pesanku dianggurin sih mblo? Aku blokir lagi nih
10.57 a.m
Sabar meng, baru juga keluar poli
10.58 a.m
Tadi masih nunggu residen lain
10.58 a.m
Eunwoo sama sekali tidak habis pikir dengan kelakuan pacar dari Lee Jinhyuk itu. Benar-benar tipe tidak sabar, yang bisa Eunwoo simpulkan kalau Jinhyuk pasti langsung datang kalau Wooseok memanggil karena manusia itu sama sekali terlihat tidak sabaran dan tidak suka menunggu. Padahal tidak ada ruginya menunggu sebentar, toh Wooseok juga sepertinya diberi sedikit kelonggaran waktu yang lebih manusiawi, ketimbang dirinya. Kalau dipikir-pikir, mana mungkin ia bisa meninggalkan poli tanpa ada residen lain di sana? Itu akan jadi bencana lain untuk dirinya. Belum selesai dengan semua gosip buruk tentang dirinya, omongan-omongan tidak menyenangkan yang disematkan padanya hanya karena ia mengantar adiknya pulang, dan sekarang ia harus mendapat titel sebagai residen yang tidak berkompeten? Yang benar saja, Eunwoo tidak akan melakukannya.
Ia melesakkan ponselnya masuk ke dalam snelli dan membungkuk menyapa beberapa dokter dan perawat senior dari depertemen lain yang dikenalnya, juga beberapa koass yang saat ini berada di stase Anak yang kebetulan lewat. Tapi selain orang dewasa, ada beberapa anak yang menghafal wajahnya juga ikut menyapanya, jadi ia harus berhenti sebentar dan balas menyapa sambil sesekali melakukan highfive dengan mereka.
Banyak orang bilang, Departemen Ilmu Kesehatan Anak itu tidak menyenangkan karena hanya berurusan dengan bayi, balita, anak-anak, dan remaja. Hanya itu-itu saja. Tapi baginya, departemen ini menyenangkan. Secara logika, menghadapi anak-anak dengan segala kepolosan dan kejujuran mereka lebih mudah daripada menghadapi orang dewasa yang sudah mengenal apa itu perasaan iri, dengki, benci, dendam, stress, baik, dan buruk secara kompleks.
Bagi Eunwoo, bicara pada anak-anak jauh lebih mudah daripada bicara dengan sesama orang dewasa. Kebanyakan orang dewasa akan berdebat dengan persepsi mereka yang alot dan enggan membuka pikiran untuk sesuatu yang logis, karena mereka punya standar logis mereka masing-masing. Dan lagi, terkadang orang dewasa lebih suka mencela, padahal mereka belum tentu bisa melakukan hal yang sama. Sementara anak-anak? Mungkin mereka jujur, tapi kejujuran yang keluar dari mulut mereka tidak begitu menyakitkan.
"Dokter Thanos, halooo!"
"Dokter Kodok, halooo!"
"Halo, dokter Donald!"
Eunwoo tertawa sekilas. Anak-anak itu... selalu punya panggilan aneh untuknya dan tetap mengingatnya untuk waktu yang lumayan lama. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, ia sendiri agak malu ketika anak-anak itu menyebutnya dengan panggilan Hugo, Kodok, dan Donald di depan umum. Tapi tidak apa-apalah, asalkan anak-anak itu senang.
Ping!
Sebuah pesan singkat lain masuk ke dalam ponselnya, membuatnya berhenti sejenak untuk merogoh saku demi meraih ponselnya. Ketika ia kembali berjalan, beberapa pesan lain dari nama kontak yang sama masuk secara beruntun, menimbulkan suara berisik yang membuat Eunwoo kelimpungan bukan main.
Kitty Seok🐈 - Online
Lo di mana sih? Lama banget
11.12 a.m
Ini Jinhyuk. Lo jalan atau ngesot sih?
11.12 a.m
Mengirim gambar
11.13 a.m
Lo pernah ketemu dia? Atau udah kenal barangkali? Gue dapat fotonya dari akun instagramnya
11.13 a.m
Bicara nanti aja. Cepetan ke sini. Jalan, jangan ngesot
11.14 a.m
Eunwoo menggeleng beberapa kali. Namun baru saja ia berniat membalas pesan Jinhyuk, seseorang menabraknya dari depan dan membuat ponselnya merosot jatuh ke lantai. Bahu mereka bertabrakan, tapi untungnya ia masih sempat menjaga keseimbangannya untuk tidak jatuh terjengkang ke lantai. Kalau saja ia jatuh, sakitnya sih tidak seberapa. Malunya itu, bisa membuatnya tidak berani muncul di depan anak-anak lagi.
"Maaf, dok. Saya nggak sengaja. Tadi jalannya nggak fokus, sekali lagi, saya minta maaf, dok."
Suara itu... sepertinya tidak asing.
Eunwoo mengangkat pandangan, namun tidak menemukan siapapun. Tapi begitu ia menunduk, ia melihat dokter internship yang pernah sekali ditegurnya sedang berjongkok sambil menggenggam ponselnya. Gerakan tangannya begitu kaku. Sebuah gambar terbuka di layar ponselnya. Jelas saja, ada foto seorang lelaki di sana dan sepertinya dokter internship itu terkejut bukan main.
Eunwoo langsung merebut ponselnya dan melesakkannya kembali ke dalam sakunya. "Kamu nggak papa, dek?"
.............................. [[💌🕊]]
Aku bersumpah, aku tidak akan menangis.
Seungyoun mati-matian menggigit bibir bawahnya keras-keras, menahan tangis yang bisa pecah ketika ia masih berjalan di keramaian. Matanya sudah panas, ada air mata yang menggenang di pelupuk mata dan memburamkan pandangannya. Bilah bibir yang ia gigit perlahan bergetar. Kedua tangannya gemetar pelan. Rasa sakit dan sedikit perih di dahinya sama sekali tidak berarti apa-apa karena di dalam sana, hatinya sudah lebih sakit.
Aku janji, aku tidak akan menangis.
Seungyoun mengepalkan kedua tangannya erat-erat, hingga beberapa buku jemarinya memutih. Dadanya terus berdenyut sakit. Ia menggigit bibir bawahnya keras-keras, sedikit darah merembes keluar dari sana. Sepasang mata indahnya memerah, genangan air mata yang terkumpul di sana semakin terlihat menggenang dan siap turun kapan saja. Warna kemerahan di dahinya terlihat semakin merah. Seungyoun mengepalkan kedua tangannya kian erat. Ia akan baik-baik saja. Ia baik-baik saja, jadi ia tidak perlu menangis, meskipun ia ingin melakukannya.
Ya, semuanya baik-baik saja, kecuali Seungyoun sendiri. Perkataan panjang dokter Jonghyun terasa begitu kuat menikam ke ulu hatinya, memaksanya jatuh dari angan paling tinggi yang pernah dirasakannya, dan membuatnya jatuh begitu kuat.
"Coba ingat, sudah berapa kali kamu menyakiti dia? Sudah berapa kali kamu memperlakukan dia dan nggak mengakui dia sebagai tunanganmu? Maksud saya, kalau dia orang lain dan bukan Choi Byungchan, pasti kamu udah dibuang jauh-jauh."
"Satu kali atau beberapa kali dalam hubunganmu, pasti ada perasaan jenuh, apalagi kalau perasaan jenuh itu datang tanpa kamu sadari dan dibarengi dengan datangnya orang baru yang menarik."
Bibir Seungyoun kian bergetar. Ia kembali menggigitnya lebih keras. Pandangannya kian memburam. Ia tidak bisa berbohong, hatinya sakit bukan main. Selama ia jatuh cinta, ia belum pernah sesakit ini. Ketika selama ini ia berpikir bahwa ialah satu-satunya untuk Seungwoo sekarang, nyatanya ia tetap nomor 2 dan tidak akan menjadi satu-satunya. Sejak awal, dialah orang baru dalam hubungan mereka. Bukan Cha Eunwoo. Ialah orang ketiga atau mungkin kasarnya adalah bangkai yang disembunyikan Seungwoo. Ia hanyalah pelampiasan dari perasaan jenuh Seungwoo yang sesaat, berbanding begitu jauh denganChoi Byungchan.
Tapi, memangnya dia ini siapa? Benar, kalau dibandingkan dengan Byungchan, dia jelas bukan apa-apa. Tingkah lakunya tidak sebaik Byungchan. Kapasitas otaknya tidak sepintar Byungchan. Dan bagaimana pun juga, posisinya jelas kalah telak dengan Byungchan yang sejak awal sudah memiliki hati Seungwoo. Secara garis besarnya, ia sama sekali bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa, kecuali hanya orang ketiga bagi mereka.
Aku bersumpah, aku tidak akan menangis.
Nyatanya memang menangis tidak akan merubah apapun, Seungyoun. Menangis tidak akan mengembalikan keadaan seperti semula di mana ia dan Seungwoo hanyalah orang asing tidak saling kenal dan kebetulan hanya bekerja di rumah sakit yang sama. Menangis tidak akan mengembalikan perasaannya yang semula baik-baik saja. Menangis juga tidak akan membuatnya melupakan Seungwoo, juga dengan perasaannya yang bahkan sudah tumbuh.
Aku bersumpah, aku tidak akan menangis. Aku tidak boleh menangis.
Namun tepat ketika Seungyoun berusaha mengultimatum dirinya untuk yang kesekian kalinya, ia tersentak kaget. Seseorang menabraknya dari depan. Atau mungkinkah dirinya yang menabrak orang itu saking tidak fokusnya?
Seungyoun buru-buru membungkuk dalam-dalam. "Maaf, dok. Saya nggak sengaja. Tadi jalannya nggak fokus, sekali lagi, saya minta maaf, dok."
Ketika ia membungkuk, ia melihat sebuah ponsel di dekat ujung sepatunya. Dengan cekatan, ia lantas berjongkok, berniat membantu mengambil ponsel itu dan memberikannya pada pemiliknya, yang bahkan belum ia lihat siapa yang sekarang berdiri di depannya. Namun beberapa saat setelah ia menggenggam ponsel itu, sesuatu dalam dadanya kembali tertohok keras. Memberikan sensasi sakit dan ngilu bersamaan dalam hatinya.
Ini kan fotoku?
Dalam sekejap mata, ponsel itu beralih tangan, terlepas dari genggaman tangannya. Ia masih terpaku di sana, pikirannya melayang entah ke mana. Fotonya di sebuah roomchat. Ia berdiri perlahan, gerakannya nyaris seperti mengawang di udara.
"Dahimu luka tuh."
Seungyoun meraba dahinya perlahan. Perih, batinnya. Ia meringis kecil. Mengangkat pandangannya perlahan dan matanya bertemu tatap dengan mata lelaki yang baru saja ditabraknya, juga pemilik ponsel yang mendapat kiriman fotonya. Seungyoun meneguk ludah susah payah. Detakan jantungnya kali ini terasa sakit. Ia ingin kabur saja, tapi ke mana?
Cha Eunwoo berdiri di depannya, menatapnya khawatir. Lebih tepatnya menatap ke arah dahinya sambil sesekali merogoh saku snellinya. Seungyoun tidak sanggup menjawab. Bongkahan rasa bersalah muncul ke permukaan hatinya.
Astaga, ia pernah mempercayai semua cerita bohong Seungwoo bahwa lelaki di depannya inilah yang berstatus sebagai orang ketiga dan perebut tunangan orang. Dan sekarang ia kembali berhadapan dengan Cha Eunwoo, dengan posisi bahwa ia sedang menyadari dan berdenial bahwa dirinyalah orang ketiga yang sesungguhnya.
"Untung plesternya masih ada. Nih, pakai aja, dek. Maaf ya kalau gambarnya agak norak. Maklum, anak-anak sukanya gambar yang lucu. Saya pamit dulu ya."
Sebuah plester berwarna biru dengan gambar Donald Bebek sedang tertawa lebar berpindah ke tangannya tanpa ia sadari begitu cepat. Ia menatapnya lamat-lamat. Untuk beberapa saat, ia hanya berdiri linglung. Rasa sakit di dalam dadanya kian tidak bisa ditahan.
Ia menoleh ke belakang, menatap sosok Eunwoo yang berjalan dengan langkah cepat menyusuri lorong yang entah kapan terasa sepi. Seungyoun tersenyum kecut. Kenapa hidupnya jadi sekonyol ini sih? Menganggap orang lain sebagai orang ketiga, padahal dirinyalah orang ketiga yang sebenarnya. Menganggap orang lain sebagai selingkuhan, padahal dirinyalah selingkuhan itu. Menganggap dirinya tidak bersalah, padahal dirinyalah orang yang paling bersalah itu.
Seungyoun tertawa sarkas. Setelah ini apa lagi? Menjadi bahan tertawaan di tempat seharusnya ia bekerja dan belajar? Ya ampun, menangis sajalah yang keras kau, Cho Seungyoun.
Aku bersumpah, aku tidak akan menangis.
Wattpadku masih error. Notifikasi yang masuk masih nggak karuan berantakannya. Di notifikasi biasa, muncul angka. Di aplikasi, loncengnya bersih kayak habis dicuci gudang. Duh...😞
Selamat pagi dan selamat beraktivitas bersama...
Tanuki sudah tidak di dalam ceret😞
Trio Interna sedang berjemur sambil... mangap?😞