Eunwoo buru-buru membungkuk hormat ketika dokter Dongho berdiri di depannya, dengan dokter Hyunbin di sebelahnya dan tentu saja Byungchan di belakang tubuh besar mereka. "Maaf kalau saya mengganggu waktu dokter, tapi ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan. Soal adik saya, dia sakit dan saya pikir, saya bisa mendapat sedikit penjelasan dari dokter kalau dokter tidak keberatan," katanya.
Dongho menaikkan sebelah alisnya, mengusap-usap ujung dagunya beberapa kali, dan melirik sejenak pada Hyunbin yang berdiri menjulang di sampingnya. "Sebenarnya saya bukannya pelit ilmu nih, dek, tapi gimana ya... saya ada keperluan lain nih. Kebetulan juga Hyunbin ikut bareng saya. Memangnya kamu mau tanya soal apa? Nggak bisa ke subspesialis atau spesialis lain?" tanyanya.
Sejenak Eunwoo kelihatan agak ragu, namun ia buru-buru menjawab, "Saya rasa lebih mudah dipahami kalau bicara langsung dengan ahli hematologi dan kebetulan ahli hematologi rumah sakit hanya anda dan dokter Hyunbin," jawabnya.
"Aduh, susah nih. Saya harus briefing untuk transplantasi sumsum tulang belakang pasien leukemia saya nih, kebetulan perginya juga memang harus bareng Hyunbin nih. Gimana ya?" Dongho tampak kembali mengusap ujung dagunya, terlihat berpikir dalam-dalam sambil sesekali melirik Hyunbin yang berdiri di sampingnya. "Saya nggak mungkin juga datang tanpa Hyunbin. Nanti dia yang mangap-mangap kalau datangnya nyusul. Gimana enaknya nih?"
"Kenapa kamu nggak tanya ke mamamu dulu, dek? Walaupun mamamu konsultan gastroenterologi hepatologi, bukan berarti dia nggak tau tentang hal yang mau kamu tanyakan. Beliau kan backgroundnya tetap Interna, pasti taulah."
Eunwoo menatap kikuk ke arah Hyunbin yang baru saja mengusulkan sesuatu yang lebih masuk akal baginya. Benar, sebenarnya lebih praktis kalau ia bertanya pada mamanya yang sebenarnya memiliki dasar tetap Ilmu Penyakit Dalam, tapi ia sedang tidak ingin bertanya atau mengobrol dengan mamanya setelah pertengkaran mereka tadi pagi. Dan mengatakan pada 2 dokter senior yang notabene bertemu mamanya setiap hari kalau ia baru saja beradu argumen dengan mamanya adalah sesuatu yang riskan baginya. Ia tidak mungkin mengumbar permasalahan internal keluarganya di depan orang lain, apalagi mamanya dokter senior di sini dan sialnya, kakaknya juga di rumah sakit ini.
Eunwoo menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Kalau dokter Jonghyun, apa beliau juga sibuk?" tanyanya.
Hyunbin melirik ke arah Dongho. "Jonghyun jaga poli kan?"
Dongho mengangguk. "Jonghyun jaga poli. Kelihatannya kalau di poli sih ramai, dia nggak akan mau diganggu walaupun sama residen, dek. Tau sendiri kan kalau poli kami nggak pernah sepi alias ada aja pasien yang datang. Mulai dari diabetes melitus, diabetes insipidus, leukemia, angieodema, vaskulitis, anemia, thalasemia, hemofilia, limfoma, pankreatitis, tukak lambung, nefropati diabetik, glomerulonefritis, gagal ginjal, infeksi saluran kemih, sindrom nefritik, sampai radang saluran dan kantung empedu. Banyak banget kerjaan kami, makanya kalau udah jaga poli, pasti nggak akan ada yang mau diganggu. Untungnya, rekam medis pasien nggak pernah ketukar."
Eunwoo mengangguk mengerti beberapa kali. Namun ketika ia baru membuka mulut untuk mengatakan sesuatu - paling tidak sebuah ucapan terima kasih - Hyunbin langsung menyela cepat.
"Byungchan aja gimana?" selanya. Hyunbin menoleh ke belakang, menatap Byungchan yang sedari tadi hanya diam menyimak. Ia menepuk bahu Byungchan beberapa kali. "Karena saya dan dokter Dongho ada urusan lain, saya merekomendasikan Byungchan. Ini kesayangan kami dan dapat banyak ilmu tambahan soal hematologi, makanya sering dibawa kalau mau briefing. Tapi sekarang kan cukup saya dan dokter Dongho yang pergi, jadi Chan, tuh tolongin temanmu. Biar saya dan dokter Dongho nggak rugi ngajarin kamu banyak hal soal hematologi."
Byungchan mengerjap beberapa kali. "Kok jadi saya?" tanyanya.
Dongho menepuk bahu Byungchan pelan. "Apa yang udah kamu dapat dari kami, lebih baik kamu bagi dan amalkan biar lebih berkah. Biar saya dan Hyunbin nggak rugi ngajarin kamu. Kalau kamu udah bisa menerapkan dan menjelaskan ke orang lain, artinya ilmunya berhasil kamu serap. Nanti kami kasih yang baru."
Eunwoo menatap Byungchan lurus-lurus, tatapan mereka bertemu. Ia menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum, yang mungkin saja akan terlihat kikuk di mata Byungchan. Tapi ia bisa melihat Byungchan membalas senyumannya seperti biasa, sama sekali tidak terlihat kikuk seperti dirinya. Namun jika dipikir-pikir, kenapa jadi dirinya yang kikuk dan grogi sendiri di depan Byungchan, padahal ia hanya akan bertanya tentang gejala-gejala yang dialami adiknya dan tentu saja itu bukan hal yang perlu membuatnya grogi. Hanya bertanya pada Byungchan yang notabene seumuran dengannya dan seangkatan dengannya, bukan akan berdiri untuk laporan kasus atau sebagainya.
Hyunbin menarik kedua sudut bibirnya tersenyum, kemudian menepuk bahu Eunwoo pelan. "Saya dan dokter Dongho pergi dulu ya. Titip Byungchan kami sebentar. Kalau kamu nggak paham dia bicara apa, dijewer aja telinganya sampai nangis. Jangan sungkan-sungkan."
"Dokter Hyunbin!"
Eunwoo hanya tertawa ringan, kemudian membiarkan Hyunbin dan Dongho berlalu meninggalkan mereka di lorong. Ia menatap Byungchan di depannya, berusaha tampak setenang mungkin. "Mau bicara di mana? Di sini aja atau tempat lain?" tanyanya.
Byungchan terlihat berpikir sejenak. "Kalau di sini, kesannya gimana gitu, apalagi kalau sampai ada yang lihat. Aku nggak mau kamu dituduh yang aneh-aneh lagi, Woo. Lorong ini sepi, hanya ada beberapa perawat yang lewat, tapi itupun jarang-jarang. Mungkin di tempat yang lebih ramai, itu lebih baik. Lagipula kita hanya akan bicarain tentang Junho yang lagi sakit, kan?"
Maka, Eunwoo memilih menuruti apa yang Byungchan katakan dan melangkah meninggalkan lorong dengan Byungchan di sampingnya. Ia beberapa kali mencuri pandang ke arah Byungchan yang tampak berjalan tenang di sampingnya, namun sama sekali tidak menatap ke arahnya atau membuka mulut untuk mengobrol dengannya. Tapi kalau dipikir-pikir setelah pertemuan terakhirnya dengan Byungchan hari itu... memang masuk akal kalau mereka jadi canggung. Lagipula, kenapa dia bisa bersikap sejauh itu?
Eunwoo menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, beberapa kali diikuti dengan helaan napas berat. Kalau Byungchan jadi diam seperti ini, kenapa malah dirinya yang canggung setengah mati?
Byungchan melirik ke samping. "Kamu pusing, Woo?" tanyanya.
Eunwoo buru-buru menggeleng dan tertawa kaku. "Enggak, bukan. Bukan pusing. Tapi agak... bukan, nggak pusing sama sekali."
"Kok bicaramu nggak beraturan sih? Kenapa jadi grogi begini?" Byungchan menghentikan langkahnya, menaikkan kedua alisnya ketika menatap ekspresi canggung setengah mati di wajah Eunwoo. Namun tak seberapa lama kamudian, ia tertawa pelan. "Kenapa sih, Woo? Nggak usah canggung begitu. Kamu sendiri yang bilang kalau kita harus bersikap sewajar mungkin karena kita nggak melakukan apapun yang udah dituduhkan, kenapa sekarang jadi kamu yang gugup, grogi, plus canggung begini?"
Sekali lagi Eunwoo hanya tertawa canggung. Bahkan suara tawanya nyaris tidak terdengar. "Mungkin efek karena aku harus dengar penjelasan langsung dari residen kesayangannya Interna hahaha..."
"Berlebihan kamu." Byungchan memutuskan kembali melanjutkan langkahnya. Ia menggeleng beberapa kali sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku nggak merasa jadi residen kesayangan di Interna karena sejujurnya, banyak residen yang lebih unggul dan mumpuni daripada aku. Terutama residen yang semesternya di atasku, mereka jauh lebih unggul, Eunwoo. Aku nggak bisa dibilang residen kesayangan Interna."
"Tapi kamu yang terbaik." Eunwoo langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Kalau saja ia punya jurus untuk menghilang, mungkin ia akan segera menghilang dari peradaban dan membuat semua orang tidak akan mengingat siapa Cha Eunwoo. "Maksudku, kamu... ya kamu, maksudku, kamu yang lebih handal. Bukan, bukan begitu. Buat dokter Dongho, kamu yang lebih handal. Kamu bisa diandalkan. Ya, begitu maksudnya."
Byungchan memiringkan sedikit kepalanya, kemudian tersenyum. "Terima kasih pujiannya. Agak berlebihan, tapi terima kas--"
"Byungchan, bisa kita bicara sebentar?"
Kegugupan Eunwoo seketika menguap ketika seseorang rasanya dengan sengaja memutus ucapan Byungchan. Ia menegakkan tubuhnya, menatap lurus ke depan, dan mengabaikan sejenak senyum Byungchan yang perlahan pudar.
Senyum Eunwoolah yang kali ini tampak merekah. Ia menyimpan kedua tangannya di saku celana. "Long time no see, Seungwoo."
Konfrontasi Double Woo?🤔
Selamat pagi, jangan lupa sarapan ya. See you🌹