"LOH? LOH? APA-APAAN INI? MAKSUDNYA APA NIH? KOK BEGINI SIH?!"
Minhyun melirik ke arah putri sulungnya yang sedang heboh di depan televisi, tapi sepertinya tidak sedang fokus dengan kartun yang sedang tayang di saluran televisi. Putri sulungnya itu tampak sibuk sendiri dengan ponsel di tangannya. Bibirnya mengoceh panjang lebar, jarinya mengetik di layar ponsel dengan cepat, kemudian membanting ponsel itu ke sofa dan berguling-guling di lantai. Minhyun bingung.
Ia mendekati istrinya yang sedang duduk santai sambil mengeringkan rambut Jinyoung, walaupun sesekali melirik heran pada putrinya yang sibuk gelundungan sambil merengek, kemudian kembali mengecek sesuatu di ponselnya dan kembali merengek. Bahkan nyaris menangis-nangis histeris.
Sakura menoleh, gerakan tangannya mengusap rambut putranya dengan handuk terhenti sejenak. "Udah mandinya?" tanyanya basa-basi.
"Mm-hm." Minhyun mengangguk. Ia kembali melirik ke arah Yeji yang tetap dengan kegiatannya mengecek ponsel, mengomel, merengek, berguling-guling, dan menangis tidak jelas. Ia menyenggol lengan Sakura. "Yeji kenapa sih?" tanyanya.
Sakura mengangkat kedua bahunya, kemudian menggeleng. "Enggak tau. Barusan aja dia begitu. Tadi-tadi enggak kok. Masih anteng-anteng aja nonton kartun."
Merasa ragu dengan jawaban istrinya, Minhyun kembali menoleh ke arah putrinya dan Yeji masih tetap dengan kegiatannya. Malah mungkin semakin dramatis. Gadis itu terlihat sedang merekam pesan suara dengan suara yang nyaris penuh rengekan, kemudian membenturkan kepalanya sendiri ke kaki sofa. Dan Yeji mengulanginya beberapa kali sampai Minhyun ngeri sendiri dengan apa yang sedang dilakukan putrinya. Apakah Yeji kesurupan?
Minhyun mencolek ujung telinga Jinyoung, membuat putra bungsunya itu menoleh merengut menatapnya. Ia menujuk ke arah Yeji dengan ujung dagunya. "Kakakmu kenapa sih? Pusing papa lihatnya, dek. Kayak orang kesurupan, tapi masih setengah jalan," tanyanya.
"Oh, itu. Biasalah, namanya juga fangirl yang ditinggal grupnya di--"
"JINYOUNG! NGGAK BOLEH BICARA KOTOR YA!" Dari depan televisi sana, Yeji menjerit nyaring. Matanya yang sipit melotot tajam ke arah adiknya, tangannya memberi sinyal akan memotong leher sang adik menjadi 2 bagian.
Melihat gesture tangan sang kakak, Jinyoung balas memelototi kakaknya tanpa ampun. "Bicara kotor apanya sih? Kan adek cuma jawab pertanyaan papa. Masa begitu dibilang bicara kotor? Kan bener. Biasa fangirl yang ditinggal grupnya dis--"
"HWANG JINYOUNG, I REMIND YOU!" Yeji berdiri, kemudian menuding tepat ke wajah Jinyoung. Tatapannya menukik tajam, kedua alisnya menyatu. Ia benar-benar kesal.
Minhyun menatap Yeji dan Jinyoung bergantian beberapa kali. Wajahnya terlihat bingung. "Kalian kenapa jadi bertengkar sih? Papa kan cuma tanya, Yeji tuh kenapa kok dari tadi tingkahnya kayak orang kesurupan yang masih setengah jalan? Bukannya jawab yang bener, malah bertengkar."
Yeji menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan. Ia mengulanginya beberapa kali, sampai Jinyoung terlihat bosan sendiri dengan kelakuan kakaknya. Bahkan Sakura memilih tidak ambil pusing. Sudah biasa kalau kedua anaknya bertengkar hanya karena tingkah salah satunya.
"Papa, kesebelasanku diperlakukan enggak adil. Mereka selama ini bekerja keras buat ngasih yang terbaik, tapi perlakuan yang mereka terima benar-benar enggak adil. Kami tuh bertahan berminggu-minggu tanpa konten dan dengan kreatifnya bikin konten sendiri saking kangennya. Kami berharap bisa ngelihat kesebelasan kami, tapi bukan dengan cara begini. Bukan ini yang kami mau. Bukan ini yang kami harapkan!"
Wajah Minhyun seketika berubah blank. Kesebelasan? Sejak kapan Yeji punya tim sepak bola favorit yang ditangisi sampai seperti ini? Tapi sepertinya belakangan ini, tidak ada tim sepak bola yang bermasalah.
Minhyun menyikut Sakura lagi. "Lihat berita olahraga belakangan ini nggak, ma? Kesebelasan yang dimaksud Yeji tuh yang mana?" tanyanya lirih.
Sakura menggeleng. "Nggak. Ngapain juga aku nonton berita olahraga? Tanya Jinyoung tuh."
"Apa mereka nggak memikirkan perasaan membernya, perasaan penggemarnya, atau perasaan keluarga membernya? Apa mereka nggak memikirkan tentang impian yang diraih susah payah itu? Setelah yang kesebelasanku kasih, apa pantas mereka diperlakukan seenggak adil ini? Dengan banyak prestasi dan rekor, kesebelasan kami pasti bisa jadi kesebelasan yang kuat. Tapi mereka - orang-orang dewasa itu - memilih pesimis dan enggak mau melihat apa yang udah kami raih atau apa yang udah kami lakukan!" Yeji kian bertambah dramatis.
Sakura menggeleng beberapa kali. Dari semua kalimat yang dikatakan Yeji, ini pertama kalinya ia tidak memahami satu kalimatpun. Bahkan dengan Minhyun, pria itu sama sekali tidak memahami apa yang diucapkan Yeji. Satu-satunya yang benar-benar paham, tapi terlalu malas menanggapi adalah Jinyoung.
"Papa, lakuin sesuatu! Buat kesebelasanku tetap bertahan!" Yeji menghambur memeluk Minhyun dan menangis tersedu-sedu di bahu papanya.
Minhyun masih dalam mode blank, tapi tidak tega saja melihat Yeji menangis-nangis. Biasanya, Yeji mana mau menempel padanya seperti ini. Ia mengangkat sebelah tangannya, mengusap helai rambut panjang putrinya. "Papa bisa apa, kak? Papa nggak bisa apa-apa. Dengar ceritamu aja papa nggak paham. Tapi kalau kamu sesayang itu dengan kesebelasanmu, terus dukung mereka, kak. Sayangi mereka seperti waktu kamu pertama kali kenal mereka. Mungkin kamu sedih, tapi mereka bisa jadi lebih sedih. Mereka sudah bekerja keras kan? Apresiasi itu. Terus dukung apapun yang akan mereka lakukan. Cintai mereka. Buat mereka terus merasakan kalau cintamu enggak akan hilang. Dengan begitu, kalian tetap akan punya harapan untuk hidup dan terus hidup."
Sakura melirik suaminya sekilas, kemudian berdiri dari duduknya saat mendengar ada seseorang menekan bel rumah mereka. "Mama buka pintu dulu ya? Nanti kalau udah selesai nangis-nangisannya, langsung ke dapur. Mama bikinin makanan kesukaanmu. Udah, jangan nangis lagi. Dengerin papamu tuh. Cintai mereka, apresiasi apa yang sudah mereka usahakan, dan buat mereka terus merasakan kalau cinta kalian tetap sama. Kalau kamu sayang sama mereka, berikan yang terbaik yang bisa kamu berikan. Meskipun hanya harapan atau ucapan terima kasih, berikan itu."
"Mama, adek juga mau dibuatin makanan dong. Masa cuma kakak aja."
Sakura menoleh. "Ayo, sekalian bantuin mama."
"Yeay! Makan, makan, makan!"
Minhyun melirik Yeji yang masih menangis di bahunya. Ia tersenyum geli dan mengusap kepala putrinya lembut. "Sayang banget ya sama mereka, kak?"
Yeji mengangguk. Bibirnya melengkung ke bawah.
"Pengen ketemu mereka ya?"
Yeji kembali mengangguk. Air matanya mengalir semakin deras. Ia mengeratkan pelukannya di tubuh papanya.
"Dukung apa yang mereka lakukan ke depannya, kak. Buktikan kalau dukungan kamu nggak akan sampai di sini, sayang kamu nggak akan berhenti sampai di sini. Selama kalian masih menatap langit yang sama, semua masih bisa terjadi, kak. Mereka tetap di sini, kamu juga tetap di sini. Sedih boleh, tapi jangan berkepanjangan karena lebih dari itu, mereka butuh dukungan kamu, butuh bukti cinta dan sayang kamu."
Sekali lagi, Yeji hanya mengangguk. Ia memilih tenggelam dalam pelukan papanya.
"Kak, ada Tony nih! Dia bawain kamu tripple box nih!" Sakura berteriak entah dari mana. Suaranya tidak begitu kencang, tapi masih bisa terdengar.
Yeji merengut. "Usir aja, tapi ambil tripple boxnya! Yeji galau, nggak mau ketemu siapapun!"
Kalian jangan lupa sarapan ya. Makan apapun yang kalian suka, tapi jangan berlebihan ya. Kalian boleh sedih, tapi kalian harus kuat lagi karena ada 11 orang yang butuh ditemani sampai akhir. Masih tetap mau kan nemenin kesebelasan kita apapun yang terjadi?😊
Ayo senyum dan kita beri dukungan yang terbaik untuk kesebelasan kita. Stay healthy, keep strong, and stay love our precious beloved boys😊