Warning: This chapter contains content about the effects of violence on children, suicidal thought and behavior, mental health issues, poor self-control, toxic family, and other content that might cause uncomfortable feelings. It's forbidden to link the profession with characterizations. If you feel uncomfortable, please skip. Take care of yourself.
🌹Read on your own risk🌹
Jinhyuk mendengus kesal. Tidak ada siapapun yang bisa diajak makang siang bersama siang ini. Wooseok mendadak membatalkan janji karena sibuk di Ponek, Midam yang dibawa dan dibuat rebutan oleh Seobin dan dokter Seongwoo, Yuvin dan Yunseong yang sibuk dengan pekerjannya yang semakin beraneka ragam, Byungchan yang entah ke mana, dan Eunwoo yang harus berjaga poli. Benar-benar tidak ada yang bisa diajak berbincang ringan sambil makan siang membicarakan apapun. Satu-satunya yang bisa diajak makan siang adalah dokter Jisung, tapi dokter sepuh itu sedang dilarang makan sembarangan karena asam uratnya mendadak tinggi dan memilih membawa bekal dari rumah.
Rumah sakit ini ramai, tapi tidak benar-benar ramai. Beberapa orang yang berlalu lalang selalu sibuk dengan pekerjaan dan kebingungan mereka masing-masing. Ada koass yang mondar-mandir sambil mengeluh, ada perawat yang berjalan dengan langkah seribu dengan kerutan di dahi mereka, ada bidan yang tidak kalah beraut wajah bingung, ada petugas farmasi yang berjalan cepat sambil sesekali menguap, ada petugas gizi yang kadang-kadang lewat sambil menggaruk belakang kepala mereka, ada petugas kebersihan yang berjalan sambil membawa alat kebersihan di masing-masing tangan mereka, ada keluarga pasien yang sibuk mengurus administrasi atau beberapa pembesuk yang kelihatannya sedang tidak tahu arah, juga tim code blue yang berlari dengan langkah super cepat.
Intinya, setiap orang yang masuk ke wilayah ini, pasti punya kepentingan mereka sendiri. Jadi, keramaian di sini hanya ramai, tapi tidak benar-benar ramai. Setiap orang seakan dibuat untuk fokus terhadap tujuan mereka dan siang ini, Jinhyuk hampir tidak punya tujuan. Ia ingin makan siang, tapi tidak makan siang sendirian. Kalau ia makan siang sendirian, ia hanya akan makan dan minum, lalu kembali ke departemennya sebelum jam istirahat selesai. Hanya butuh sekitar 10 menit.
Jinhyuk mendengus. "Dulu waktu masih jadi jomblo kayaknya nggak gini-gini banget tiap makan siang. Apalagi pas masih awal PPDS. Sekarang udah nggak jomblo, udah mau spesialis, kok jadi ngenes begini?" gumamnya.
"Pokoknya gue harus minum kopi, nggak usah pakai gula. Mau makan rawon, cumai pakai kuah sama kerupuk. Butuh isi ulang energi. Kasihan kaki gue, dengkulnya mau lepas."
Jinhyuk memutar kepalanya ke arah Poli Umum. Seorang dokter internsip berambut hitam keabu-abuan keluar dari sana sambil mengeluh persis seperti koass. Warna rambutnya bagus, tapi bagian depannya tampak menegak persis jambul Jimmy Neutron yang keluar dari layar televisi dan bekerja menjadi dokter di dunia nyata. Hanya saja, Jimmy Neutron memiliki rambut berwarna coklat, tapi dokter internship itu memiliki rambut berwarna keabu-abuan.
Ia menghampirinya setelah mengingat kalau dokter internship itu adalah salah satu dari 3 dokter internship yang pernah ia traktir beberapa waktu lalu setelah tragedi anggur ruby roman yang ia sudah lupa berapa harganya. Dan kalau tidak salah, dokter internship itu berteman lumayan dekat dengan dokter internship lain yang kencan berdua dengan Seungwoo di malam pergantian tahun tempo hari.
"Dek Hangyul, bukan?" tanyanya sambil menepuk bahu kanan Hangyul pelan.
Lee Hangyul di dokter internship berambut Jimmy Neutron itu mengangguk. "Kenapa? Ada yang bisa dibantu, dok?"
"Kamu yang biasanya naik citul ke rumah sakit itu kan?" Jinhyuk ingin menendang dirinya sendiri sekarang. Ia ingin mengatakan sesuatu yang lain, tapi malah sebaris pertanyaan konyil yang keluar dari bibirnya. Bahkan sekarang ia bisa melihat Hangyul menatapnya bingung, kemudian mengangguk kaku beberapa kali. "Kebetulan saya sering ke rumah sakit naik vespa, dek. Sebagai sesama pemilik motor lawas, bolehlah sharing sedikit soal cara kamu ngerawat citulmu. Kelihatan masih bagus banget soalnya. Sekalian ada beberapa hal lain yang pengen saya tanyain, sambil makan siang juga."
Seketika ekpsresi kikuk di wajah Hangyul berubah sumringah. Ia mengangguk antusias beberapa kali. "Wah, saya hampir lupa kalau dokter Jinhyuk sering ke rumah sakit naik vespa. Bolehlah juga sharing cara modifikasi motor lawas, dok. Saya sering nyari referensi buat modifikasi citul saya, tapi selalu kurang pas."
"Kebetulan banget, sekalian makan siang ya, dek. Saya lapar soalnya. Nggak keberatan kalau saya tanya beberapa hal lain di luar motor lawas? Saya kelamaan di Depertemen Forensik yang di pojokan rumah sakit sana, jarang terjamah manusia, jadi saya agak ketinggalan berita hangat di rumah sakit. Nggak keberatan kan? Makan siang sama kopinya biar saya yang tratir deh. Kamu simpan aja uangmu, ditabung buat ambil PPDS."
Wajah Hangyul sumringah, semakin bertambah sumringah. Ia langsung membuat gerakan hormat, dengan jambul Jimmy Neutronnya yang masih berdiri tegak. "Siap, dok!"
................................... [[💌🕊]]
Chaeyeon melangkah perlahan sambil menyelipkan helai rambut panjangnya ke belakang telinga. Ia baru saja akan makan siang, tapi keberadaan ibu dari Junho mencuri perhatiannya. Ia lantas memutar langkahnya mendekati konsultan dari bagian Interna itu setelah menyapa beberapa perawat dan bidan yang melintas berlawanan dengannya. Sebenarnya ia tidak punya untuk mengobrol dengan Young Ae siang ini dan sudah merencakan waktu mengobrol di lain waktu yang lebih mungkinkan, tapi siapa yang menyangka kalau siang ini ternyata ia dipertemukan dengan Young Ae? Jadi, ia memutar rencananya menjadi lebih cepat, lebih baik.
Young Ae berbalik badan, menyadari hadiran sosok Lee Chaeyeon di dekatnya. Ia mengulas senyum. "Siang, dokter Chaeyeon," sapanya.
"Siang, dok." Chaeyeon balas menyapa. Pandangannya terpatri pada badge nama yang terpasang di bagian dada sebelah kiri snelli. Dokter Lee Young Ae, Sp.PD-KGEH, subspesialis yang sama dengan Kim Jonghyun, tapi kemampuannya sama dengan Kang Dongho. "Bisa minta waktunya sebentar, dok?" tanyanya.
Young Ae kelihatan kaget, kemudian ia mengangguk. "Tumben banget dokter Chaeyeon ngaja ngobrol di jam makan siang, dok. Nggak lagi tugas di poli?"
"Di poli sudah ada spesialis dan karena memang ada yang perlu dibicarakan dengan dokter. Hanya sebentar, saya janji tidak akan sampai mengganggu jam makan siang dokter."
Mendengar penuturan Chaeyeon, Young Ae tertawa singkat. Ia menggeleng beberapa kali an menepuk pelan bahu Chaeyeon. "Jangan merasa nggak enak hati dengan teman sejawat sendiri, dok. Kalau memang ada yang ingin dibicarakan, kita bicarakan saja. Jangan sampai jadi beban pikiran. Atau mau ngobrol sekaligus makan siang?"
Chaeyeon mengangguk. Ia mengikuti ke mana calon lawan bicaranya berjalan sambil sesekali menyapa petugas medis lain yang lewat di sekitar mereka. "Sebenarnya saya menyiapkan lain waktu untuk membicarakan ini, tapi mungkin sebaiknya, mengatakan lebih cepat akan jauh lebih baik."
"Kalau boleh tahu, ini pembicaraan tentang apa, dok?"
"Bukan tentang apa, dok. Tapi tentang siapa. Ini tentang Junho, lebih ke masa depan Junho. Setelah beberapa kali riwayat percobaan bunuh diri, beberapa kali riwayat keluar masuk rehabilitasi, konsumsi obat-obatan jangka panjang, dan terapi panjang, saya rasa penting juga membicarakan tentang masa depan Junho dengan mamanya, dengan anda. Saya hanya takut kalau suatu saat, mungkin saya harus memberi keputusan bahwa Junho tidak bisa melanjutkan studinya. Saya bukannya pesimis, hanya saja kita perlu memikirkan masa depan Junho, di samping kita berusaha memulihkan keadaannya."
Senyum di bibir Young Ae luntur. Ia menatap Chaeyeon dengan pandangan yang tidak terbaca maknanya dan Chaeyeon balas menatapnya. Chaeyeon tahu bahwa pembicaraan ini pasti tidak akan mudah dan jelas akan menyita waktu makan siang mereka.
"Walaupun anak itu tidak bilang, tapi jelas dia takut dengan masa depannya sendiri. Selalu dituntut menjadi apa yang orang tuanya inginkan, akhirnya menjadikan dia hanya berorientasi terhadap apa yang diperintahkan. Terlebih dia selalu diarahkan dengan kekerasan sejak kecil. Maka yang tertanam dalam dirinya adalah kalau dia gagal, dia akan mendapat perlakuan dan pukulan yang menyakitkan." Chaeyeon menoleh menatap Young Ae, sorot matanya tampak serius.
Young Ae tampak tidak enak hati setelah mendengar penuturan Chaeyeon. Wanita itu terlihat tersenyum ragu, ada gurat penyesalan di matanya. "Itu salah kami, salah saya dan suami saya. Kami yang membuat Junho sampai seperti ini. Kami juga yang membuat kakak-kakaknya tidak dekat dengan Junho. Meskipun sekarang Eunwoo berusaha lebih dekat dengan Junho dan saya berusaha mencurahkan semua perhatian untuk Junho, apa yang sudah terjadi sejak Junho kecil lebih mengakar kuat. Kami merusak masa kecil Junho yang seharusnya menyenangkan, juga merusak mental Junho sampai ke titik di mana dia merasa hanya gelandangan dalam keluarganya..."
Chaeyeon menyentuh pelan bahu Young Ae, berusaha tersenyum untuk menenangkan wanita itu. "Untuk itu saya ingin membicarakan tentang masa depan Junho dengan anda. Bagaimana baiknya? Setiap anak dilahirkan dengan potensi unik mereka masing-masing dan potensinya tidaklah sama dengan orang tua ataupun saudara kandungnya. Junho mungkin tidak memuaskan di mata ayahnya, tapi dia pasti memiliki kemampuan yang bisa memuaskan banyak pihak dengan potensi dan kemampuannya. Dia bisa menjadi inspirasi bahwa mental illness tidak bisa menghentikan perjuangan dan masa depannya."
I heard the words come out, felt like I would die
Aku mendengar kata-kata keluar, merasa seperti aku akan mati
Jinhyuk, apa yang akan kamu lakukan dengan Jimmy Neutron?🤔
Tau jambulnya Hangyul kan? Mirip banget kayak jambulnya Jimmy Neutron. Sama-sama tegak meliuk di udara duh😄