"Paket atas nama Hwang Yeji."
Yeji menaikkan sebelah alisnya. Ia sudah menandatangani tanda terima paket dan membiarkan kurir berseragam merah itu meninggalkan kawasan rumahnya, tapi ia tetap tidak mengerti dari siapa paket ini datang. Terakhir kali ia melakukan transaksi online adalah untuk membeli beberapa set album idol favoritnya - yang kemudian berakhir diomeli mamanya habis-habisan - dan ia sudah menerima paketnya sekitar seminggu lalu. Sampai sekarang, ia tidak melakukan transaksi onlie lagi karena masih kapok dimarahi mamanya berjam-jam, dan diulang lagi keesokan harinya sampai mamanya menemukan topik baru untuk mengomelinya.
Apa ini paket milik Jinyoung? Tapi bukankah adiknya itu tidak tahu menahu soal transaksi pembelian online seperti ini? Lagipula apa yang ingin Jinyoung beli selalu tersedia di swalayan terdekat karena hanya seputar bola basket, bola sepak bola, dan sepatu katak. Tentu saja adiknya tidak perlu menggunakan transaksi belanja online. Dan paket ini memang atas namanya, bukan atas nama Hwang Jinyoung.
Ataukah paket ini sebenarnya milik papanya? Sekitar lusa lalu, ia dengar papanya ingin membeli robot pembersih portabel yang didiskon besar-besaran di salah satu lapak belanja online ketika papanya meminjam ponselnya untuk melihat-lihat apa yang bisa dibeli dan berguna untuk dibeli. Mungkin saja papanya diam-diam menginstal aplikasi yang sama, kemudian melalukan transaksi pembelian untuk sebuah robot pembersih portabel yang dilihatnya lusa lalu. Tapi sekali lagi, paket ini ditujukan atas nama Hwang Yeji, bukan Hwang Minhyun.
Yeji menimbang-nimbang paket di tangannya. Harusnya ada nama pengirim atau minimal nomor telepon pengirim untuk dihubungi. Tapi paket ini benar-benar bersih. Hanya kotak berwarna coklat tanpa tulisan atau tempelan keterangan. Tidak, ada hanya penerima dan alamatnya juga di sana. Apa ia sedang mendapat hadiah cuma-cuma dari perusahaan jasa pengiriman karena terlalu sering memakai jasa mereka? Hadiah untuk customer terbaik mungkin? Atau hadiah tahun baru?
"Geez, ini belum tahun baru, Hwang Yeji."
Yeji menggeleng. Sambil terus memikirkan siapa pengirim paket ini atau dari mana paket ini datang, Yeji membawanya ke ruang tengah yang lengang. Hanya terdengar suara kartun pagi dari sana karena kedua orang tuanya sudah pergi ke rumah sakit setengah jam lalu dan adiknya sudah pergi ke tempat futsal sekitar 15 menit sebelum ia menerima paket tanpa nama ini.
"Gimana kalau ternyata ini bom? Atau malah kiriman dari deep web yang nyasar ke sini? Ya kalau isinya barang dari deep web masih termaafkan, gimana kalau isinya bom? Nanti udah kubuka malah meledak. Mati muda sebelum ketemu Cha Ho Jun sih namanya."
Yeji mendudukkan dirinya di atas karpet tepat di depan sofa empuk di ruang tengah rumahnya. Di depannya, kartun Chalk Zone sedang berputar dan seperti sedang menonton apa yang gadis itu lakukan. Sementara di sampingnya, sekantung besar keripik kentang dan 2 kaleng soda sedang menunggu untuk berhenti diacuhkan.
"Kalau ini beneran bom dan meledak waktu kubuka, terus secara ajaib malah bikin aku mati muda, bakalan kugentayagi siapapun pengirimnya. Dia harus bersujud di kakiku karena bikin aku mati muda dan gagal nikah sama Cha Ho Jun. Awas aja. Lihat pembalasan Hwang Yeji."
Sambil mengomel, Yeji membuka kardus di depannya perlahan. Ia hanya menggunakan masing-masing jari telunjuk dan ibu jarinya, sambil sesekali memalingkan dan menjauhkan wajahnya, berjaga-jaga siapa tahu isinya benar-benar bom yang siap meledak. Setidaknya kalau ia hanya menggunakan sebagian kecil jarinya dan tidak terlalu dekat dengan kotak di depannya, begitu terdeteksi benda di dalamnya adalah bom, ia akan langsung berlari keluar dan membiarkan rumahnya diledakkan bom.
Ia tidak peduli. Asalkan ia selamat, tidak mati muda, tetap cantik - walaupun sering merasa dirinya kentang, selada air, dan daun bayam - dan bisa bisa menjadi pengantin Cha Ho Jun yang sejak tadi disebutnya beberapa kali. Namun alih-alih sebuah bom rakitan yang siap meledak, isi kotak itu lebih mengejutkan dari pada bom.
Orange, you glad the semester is almost over?
Yeji mencibir kesal. "Huh, untuk aku belum telepon polisi atau pemadam kebakaran. Ternyata isinya snack, bukan bom sama sekali. Is this just a snack box? Mau ditaruh mana mukaku kalau mereka udah datang dengan peralatan penjinak bom hanya untuk sebuah snack box?" omelnya.
Tepat setelah Yeji selesai mengomel sambil mendengus sebal, ia menemukan sebuah notes berwarna oranye yang berada di atas tumpukan makanan ringan, permen, coklat, dan minuman. Notes itu hanya berbentuk persegi biasa, dengan tulisan tangan berbahasa Inggris yang terkesan ditulis agak tergesa-gesa.
Happy holiday
Best regard,
Tony.
Yeji mendengus. Sekarang ia tidak perlu bertanya-tanya siapa pengirim kotak tanpa nama pengirim yang ia sangka bom di depannya ini. Sekarang ia malah ingin mendatangi langsung pengirimnya dan menendangnya hingga ke ujung dunia. Untung saja, ia tidak jadi menelepon pemadam kebakaran. Efeknya bukan hanya dia akan malu secara live, tapi ia juga pasti akan diomeli kedua orang tuanya sampai tahun depan. Semuanya gara-garasi bodoh Tony yang mengirim paket - yang entah bagaimana bisa - tanpa nama pengirim dan nomor telepon.
Hingga sekitar semenit kemudian saat Yeji masih membayangkan kalau saja ia menelepon polisi dan pemadam kebakaran, kemudian diomeli mama papanya sampai tahun depan, ponselnya di atas sofa berdering nyaring, membuatnya melompat kaget dan menjerit nyaring mengalahkan suara televisi yang bahkan sudah nyaring.
"APA?!" semburnya tepat di depan kamera depan ponselnya sesaat setelah ia menerima panggilan video yang ternyata tepat sasaran, dari Tony.
Di ujung sana, Tony tampak sedang tertawa terbahak-bahak. "Pagi-pagi tuh udah marah, kenapa sih? Marah-marah terus kerjaannya. Sekali aja ditelepon nggak marah tuh, nggak bisa ya?" godanya.
"Sikili iji tilipin nggik mirih tih, nggik bisi yi?" Yeji mencibir sebal sambil menyandarkan punggungnya ke bagian bawah sofa dan menyelonjorkan kakinya. "Kamu pikir aja sendiri. Masih berfungsi kan otaknya?!"
"Aduh galaknya, anaknya dokter Minhyun. Masih dong, ini masih dipakai di dalam kepala. Kalau otakku nggak berfungsi, gimana caranya dapat predikat A buat stase bedah?" Tony menaikturunkan kedua alisnya, semakin gencar menggoda Yeji.
Yeji merengut sebal. Matanya yang sudah sipit kian memincing kesal. "Dasar sombong," cibirnya.
"Kamu kira aku belajar buat apa? Ya buat sombonglah, gila apa aku belajar buat nyontekin orang?" Tony kembali tertawa terbahak-bahak setelahnya.
Kalau saja Tony bisa dijangkau dengan sangat mudah, Yeji pasti sudah merangsek masuk ke dalam ponsel dan mematahkan leher cowok blasteran itu jadi 2 atau bahkan akan mencincang seluruh bagian tubuh Tony, kemudian menjual organnya ke pasar gelap. Uangnya? Tentu saja akan ia gunakan untuk membeli keperluan hidupnya sebagai seorang fangirl.
"Kamu masih di Beijing?" tanya Yeji sambil meraih kaleng sodanya yang tidak lagi sedingin saat baru keluar dari kulkas.
"Kenapa? Kangen ya?"
Yeji mencibir. "Idih, idih. Pede banget tuh kenapa? Kenapa nggak ada pikiran, pengen bunuh aku ya? Atau yang lain gitu?"
"Biasanya kalau cewek nanya di mana atau lagi ngapain, biasanya sih kangen. Makanya aku nanya, kangen ya? Masa aku nanya, pengen bunuh ya? Kan nggak masuk akal."
"Sebenernya lebih masuk akal kalau kamu nanya, pengen bunuh aku ya? Karena aku emang pengen bunuh kamu! Gila apa aku ngangenin kamu?!" Yeji kembali berteriak bar-bar di layar ponselnya, membiarkan Tony melihat wajahnya yang mengkerut sebal.
"Aku masih di Vancouver. Besok baru pulang."
Seketika Yeji menjauhkan wajahnya dari layar ponsel dan kembali duduk tenang setelah meneguk kolanya. "Kok di Kanada? Katanya mau ke Beijing? Gimana sih?" tanyanya bingung.
"Habis dari Beijing, langsung ke Vancouver. Lumayan ada yang bayarin tiket pesawat ke Kanadanya, jadi gasslah langsung ke Vancouver. Tapi besok sih baru pulang. Pesawatnya sekitar jam 10 pagi, nggak tau nyampe sana jam berapa. Mau jemput emangnya?"
"Habis dari Beijing, langsung ke Vancover dan sempat ngirim paket nggak ada namanya yang hampir kukira isinya bom. Besok nggak usah pulang ke sini. Habis dari Vancouver, lanjut aja ke New York, London, sekalian nggak usah pulang!"
Telepon dimatikan sepihak. Yeji mendengus sebal dan melemparkan ponselnya hingga ke ujung kakinya yang terjulur ke depan.
Dasar cowok. Kalau nggak peka, ya tulalit. Sepinter apapun, tetap ada ada gen tulalitnya.
Selamat pagi dan selamat beraktivitas...😈🌹💙