osw_onge Dulu waktu masih kecil pun saya pernah imut dan menggemaskan. Amat sangat uWu🐷
View all comment
ryujin_jean Papa babi yang sedang memegang boneka babi. Maka dari itulah keluarga kami disebut keluarga babi. Proud to be babi🐷💙
osw_onge Babi kecilku🐷💙
osw_onge Istri babiku @kwon_eunbi🐷💙
osw_onge Teman-teman babiku🐷💙 @daniel.k.here @optimus_hwang @jihoon_0529 @39saku_chan @leechaeyeon @choiyena_
osw_onge Residen babiku🐷💙 @midam.lee
osw_onge Residen BABIKU🐷😒 @ortho.seobin
ortho.seobin Dih udah tua bangkotan nggak sadar umur. Kecilnya lucu, tuanya mirip Dakocan😒
osw_onge Kamu nggak ngajak saya ribut sehari aja nggak bisa apa bin? Nggak takut kualat kamu sama orang tua? @ortho.seobin
ortho.seobin Kualat itu sama manusia, bukan sama babi😏💩 @osw_onge
Midam tersenyum geli saat melihat pacar dan konsulennya lagi-lagi saling beradu argumen tidak penting. Bukan hanya di poli, bahkan di sosial media saja mereka sering saling mengejek. Hanya di depan pasien mereka akan saling bersikap manis dengan Seobin yang berkata penuh sopan satun pada dokter Seongwoo dan dokter Seongwoo yang sangat mengayomi Seobin sebagaimana anak didiknya. Jika pasien sudah pergi, maka keduanya akan kembali saling mengejek dan saling mengancam akan meleparkan bor orthopedi ke kepala lawannya.
Ia baru saja akan meninggalkan komentar untuk menanggapi balasan komentar Seobin yang mulai terkesan tidak sopan tepat saat nama dan foto super narsis Seobin yang sedang nyengir super lebar muncul memenuhi layar ponselnya diiringi dengan dering lagu Rude yang menandakan akan panggilan masuk.
Seobin meneleponnya, seakan mencegahnya untuk memberikan teguran. Ia lantas mengangkatnya karena Ddam di sudut kamarnya mulai mendengkur tidak senang akibat tidurnya terganggu.
"Halo, Seobin..?" Ia menempelkan ponselnya ke telinga sembari melirik Ddam yang kian melingkar nyenyak di dalam kandangnya.
Seobin tertawa sekilas di ujung sana, sepertinya baru saja berbicara pada seseorang. "Pagi, kak. Kalau kita berangkat ke rumah sakitnya lebih awal nggak masalah kan? Sekalian aku mau ngantar adikku ke rumah eyang, kak," tanyanya.
Midam lantas berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah jendela kamarnya. Dari atas sini, ia bisa melihat Seobin sedang bersandar di badan samping mobilnya sambil merapikan rambutnya. "Aku turun sebentar lagi, tunggu ya?"
"Oke, jangan ada yang ketinggalan, kak. Apalaginya hatinya hehehe..."
Midam langsung mematikan sambungan teleponnya dan bergegas keluar rumah untuk menemui Seobin sembari memastikan kalau barang-barangnya tidak ada yang tertinggal, mulai dari snelli, dompet, ponsel, dan tentu saja tasnya.
Begitu ia keluar rumah, ia melihat Seobin baru saja menegakkan tubuh dan melambaikan tangan ke arahnya dengan senyuman lebar yang membuat Midam nyaris berpikir apakah bibir Seobin tidak pegal karena tersenyum selebar itu di pagi hari. Tapi masalahnya, senyuman ini hanya diperuntukkan bagi Midam dan akan berubah hilang mendadak saat Seobin berhadapan dengan dokter Seongwoo. Kalau diingat-ingat, Seobin pasti akan memasang wajah cemberut kalau harus berhadapan dengan dokter Seongwoo, tapi akan memasang senyum super lebar saat berhadapan dengannya.
Midam berjalan dengan langkah kecil mendekati Seobin setelah mengunci gerbang rumahnya dan memasukkan tubuh mungilnya dalam pelukan Seobin saat lelaki itu merentangkan kedua tangannya. "Seobin..." panggilnya dengan suara lirih sambil menyandarkan sebagian kepalanya di bahu Seobin.
"Morning, Angel." Seobin melingkarkan kedua tangannya di sekitar pinggang Midam dan menghirup aroma tubuh Midam dalam-dalam, kemudian meninggalkan beberapa kecupan ringan di helaian rambut lembut pacarnya.
"Aku masih ngantuk, kemarin nggak bisa tidur. Wooseok heboh banget ngeledekin Eunwoo sampe jam 2 pagi. Katanya biar Eunwoo termotivasi punya pacar, tapi aku nggak bisa tidur karena harus gendong Ddam. Dia juga nggak bisa tidur kalau ramai..." Midam mendongakkan sedikit kepala sembari memanyunkan sedikit bibirnya.
Seobin tertawa ringan saat melihat bagaimana ekspresi menggemaskan Midam sekarang. Mungkin sampai nanti mereka sama-sama menjadi spesialis, Midam tidak akan pernah menyadari kalau dirinya semenggemaskan kucing yang dipeliharanya. "Kak, kamu tuh ngapain harus pelihara kucing sih kalau kamu sendiri udah mirip kucing? Apa tiap pagi sewaktu kamu bercermin kamu nggak merasa kalau ada inner kucing dalam dirimu?"
"Inner kucing gimana maksudnya?" Midam mengerjap beberapa kali. Mata bulatnya benar-benar seperti mata seekor kucing yang ingin digendong dan dipangku sepanjang hari di mata Seobin.
"Kamu tuh mirip kucing. Lucu banget. Aku gemas sendiri kalau lihat kamu, jadi pengen bungkus bawa pulang--Aduduh! Kok dicubit sih?" Seobin meringis saat Midam mencubit pinggangnya, tapi tidak kunjung melepaskan diri dari pelukannya.
"Aku bukan kucing, jadi aku nggak mirip kucing. Aku rela habisin uangku kalau seandainya berlebih kayak uang Jinhyuk buat kucing, tapi aku nggak mirip kucing." Midam memprotes.
Seobin tertawa saat Midam memasang memasang wajah galak dengan menukikkan kedua alisnya dan bibir merekahnya yang mencebik ke bawah. Ia lantas melepaskan pelukannya, menangkup kedua sisi wajah Midam dan memainkan pipi gembil nan lembut Midam, kemudian dengan iseng mencuri ciuman di bibir Midam. "Kecup aja dulu, ada adikku soalnya. Masih kekecilan kalau lihat adegan yang nggak-nggak, tapi aku juga nggak tahan buat cium kucing satu ini, habisnya gemes banget sih..."
Alih-alih kelihatan merona atau tersipu dengan perkataan menggoda Seobin, Midam justru dengan tega memukul lengan Seobin dan menjauhkan wajahnya dari jangkauan Seobin. "Udah tau adiknya masih kecil, kenapa malah cium-cium sembarangan sih? Kamu tuh bukannya ngasih contoh yang bener buat adiknya, malah ngasih tontonan yang nggak baik. Gimana sih?"
Tidak kapok, Seobin justru mengulurkan satu tangannya untuk mencubit ujung hidung Midam dan membuat pacarnya itu semakin merajuk kesal. "Soalnya aku nggak tahan. Salahmu juga, kenapa jadi manusia gemes banget kayak kucing? Karena aku alergi kucing, jadi aku nggak bisa main bareng kucing. Tapi aku bisa main sambil cuddle sama kucing yang ini. Lagian adikku tuh udah biasa lihat yang lebih seram daripada beginian kok."
"Lebih seram?" Midam memiringkan sedikit kepalanya, menyentuh ujung dagunya dengan telunjuk dan kembali mengerjap tidak mengerti.
Seobin mengangguk. "Adikku itu katanya banyak orang istimewa, kak. Jadi lihat kita morning kiss kayak begini sama sekali bukan hal yang seram buat dia karena dia udah biasa lihat yang lebih seram. Dia biasa lihat hantuuu...uuuu...."
"Adik kamu bisa lihat hantu?"
Seobin mengangguk untuk kedua kalinya. "Dia anak indihome, kak. Selain melihat hantu, dia bisa melihat dedemit dan lelembut di sekitarnya. Berkomunikasi dengan bangsa dedemit, dan punya teman dari bangsa lelembut."
Midam seketika memasang ekspresi wajah datar saat mendengarnya. "Seobin, mungkin maksud kamu indigo, bukan indihome. Kalau indihome, itu namanya WiFi. Lagian kenapa sih kamu harus pakai nama dedemit sama lelembut? Hantu aja kan udah cukup."
Seobin menyentuh bahu Midam, memperlihatkan ekspresi yang amat serius. "Karena kalau disebut hantu, hawanya biasa aja, kak. Nggak ada kesan seramnya sama sekali. Lebih keren dan diakui eksistensinya kalau disebut dedemit atau lelembut. Kalau hantu itu sejenis hantu Valak di Conjuring 2 atau di The Nun. Kalau dedemit itu sejenis kak Jinhyuk dan segala macam pengikutnya. Kalau lelembut itu sejenis kak Yunseong dan segala macam pengikutnya. Itu bedanya, kak."
"Terus kalau arwah gentayangan?"
Seobin berpikir sebentar, kemudian menjentikkan jarinya. "Sejenis Eunwoo dan segala macam pengikutnya. Dia itu jadi arwah penasaran karena sampai sekarang jomblo dan nggak punya tambatan hati buat pulang. Dia baru bisa menyebrang ke alam baka kalau udah nggak penasaran dengan siapa nanti dia berjodoh, kak."
Midam seketika langsung merubah raut wajahnya menjadi super datar. "Aku pengen kenalan sama adikmu aja. Ngomong sama kamu bikin kesel. Aku tau sekarang kenapa dokter Seongwoo selalu sebel kalau di poli bareng kamu atau visit besar ketemu kamu."
"Nah, dokter Seongwoo juga termasuk dalam dedemit karena senang mengganggu, kak. Salah satu gangguannya adalah kemarin waktu aku lapkas, aku dilibas habis-habisan sampai nggak tau harus ngomong apa lagi hehehe..."
Midam berdecak sebal sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Adikmu duduk di kabin belakang? Aku mau duduk sama dia aja. Kamu menyebelin banget jadi orang, Seobin."
Tepat begitu Midam hendak membuka pintu mobil kabin kedua, kaca jendela di depannya terbuka perlahan dan menampilkan sesosok gadis berusia sekitar 11 tahun dengan mata mirip Seobin sedang tersenyum cantik ke arah Midam, yang seketika membuat Midam mundur selangkah akibat kaget karena anak itu tiba-tiba menurunkan kaca jendela dan muncul di depannya dengan senyuman lebar yang benar-benar khas seperti Seobin.
"Halo, kak Midam. Aku Gyuri, adiknya kak Seobin. Umurku 11 tahun dan aku homeschooling," sapanya ramah.
Midam mengerjap beberapa kali. Apakah Seobin pernah mengenalkan dirinya atau menceritakan pasal dirinya pada Gyuri sampai anak itu bisa mengetahui namanya, bahkan sebelum ia memperkenalkan dirinya?
Anak itu tersenyum lucu yang semakin menambah kesan cantik di wajahnya, meskipun ia baru berusia 11 tahun. "Kak Midam ada yang ngikutin yah? Anak kecil, tapi tuaan Gyuri. Dia suka kak Midam kayaknya makanya selalu ngikutin kak Midam, tapi dia nggak pernah ganggu kok. Emang kayaknya dia suka auranya kak Midam..."
Midam menoleh ke belakangnya perlahan. Tidak ada siapa-siapa. Kemudian ia menoleh ke arah Seobin dan hal yang dilakukan pacarnya hanya meringis lebar sambil mengacungkan ibu jari dan mengatakan beberapa kata tanpa suara.
Kamu auranya keibuan sih, kak. Jadi pengen aku lamar hehehe...
Selamat siang hehehe...😎😎
Jangan lupa makan siang ya🐿