Alasan di Balik Sikap Dokter Seongwoo

Mulai dari awal
                                    

Mendengar semua keluhan Seobin justru membuat Midam tertawa. Ia lantas mencubit ujung hidung Seobin dengan tangannya yang bebas. "Kamu tau nggak kenapa dokter Seongwoo selalu iseng sama kamu?" tanyanya.

Seobin menggeleng. "Karena dia nggak suka aku?"

Midam menggeleng. "Tebak lagi."

"Karena dia nggak suka aku dekat-dekat kamu?"

Midam kembali menggeleng.

"Karena aku nggak sepintar residen lain yang kebetulan seangkatan sama aku?"

Ketiga kalinya, Midam kembali menggeleng.

"Karena aku jelek dan nggak ganteng? Iya, aku tau. Aku emang nggak ganteng-ganteng amat. Dia kan selalu menganggap dirinya paling gan--"

Seketika Midam melotot dan membungkam mulut ceriwis Seobin dengan tangannya. "Kamu nggak jelek, Seobin. Siapa sih yang berani bilang pacarku jelek? Dokter Seongwoo sering ngusilin kamu begitu bukan karena dia nggak suka kamu, bukan karena dia nggak suka kamu dekat-dekat aku, bukan karena kamu nggak pintar, juga bukan karena kamu nggak ganteng. Tapi karena dokter Seongwoo suka sama kamu."

"APA?!" Seobin sontak menegakkan tubuhnya. Mulutnya menganga lebar, matanya melotot, dan wajahnya berubah jadi senewen setengah mati. "Ta-tapi... dia udah punya istri, udah punya anak. Masa dia suka sama aku? Enggak, enggak mungkin! Itu pasti salah!"

"Bukan suka yang begitu, Seobin ih." Midam menyentak tangan Seobin yang digenggamnya dan menatap ke arah pacarnya dengan wajah yang tidak kalah senewen. "Bukan suka begitu yang aku maksud, Seobin. Maksudnya dia sayang ke kamu. Dia kan nggak punya anak laki-laki, sebenarnya kamu tuh dianggap anaknya sendiri, makanya kamu sering dijahilin. Apalagi kamu kalau dijahilin, selalu balesnya lebih kejam. Walaupun di depan kamu dia sering ngata-ngatain kamu, di belakang kamu, dia sering lho muji-muji kamu di depan spesialis atau konsultan lain. Malahan kalau CITO, dia lebih suka bareng kamu, ketimbang bareng aku. Tapi pembawaannya dokter Seongwoo kan emang begitu. Dia suka berinteraksi bareng kamu, makanya dia sering ngata-ngatain kamu. Sewaktu bilang kamu nggak punya otak, dia nggak serius kok, Bin. Dia tau kamu bisa bedain mana bercanda, mana serius."

Seketika wajah Seobin berubah tenang. Ia kembali menumpukan dagunya ke atas meja. "Tapi semua omongannya selalu bikin kesal. Sampai aku pernah mikir, dia pernah jadi residen nggak sih sampai nggak bisa memahami aku yang posisinya masih residen? Pokoknya, dia ngeselin banget. Musuhan aku sama dia, kak."

Midam tersenyum geli, namun baru saja ia hendak menjawab perkataan Seobin, seseorang lebih dulu duduk di sampingnya, menubruk dan memeluknya, kemudian menyandarkan kepala ke bahunya. Ia hampir saja menjerit kaget dan melompat minggir sebelum menyadari kalau orang itu ternyata sahabatnya sendiri. Siapa lagi kalau bukan Choi Byungchan.

Wajah Seobin kembali senewen. "Kak, ganggu banget sih orang lagi berduaan. Nggak tau apa kalau aku sama kak Midam lagi ngomongin masa depan?"

Byungchan terdengar tidak menjawab. Ia justru mengeratkan pelukannya di pinggang Midam dan semakin menumpukan kepalanya di bahu Midam, menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher dan bahu sahabatnya.

Mendengar perkataan Seobin, Midam justru melotot galak ke arah pacarnya, kemudian merangkul bahu Byungchan hati-hati sambil mengelus helaian rambut kelam Byungchan lembut. "Chan, kenapa? Ada masalah? Habis diomelin spesialis?" tanyanya lembut.

Byungchan menggeleng pelan. Perlahan ia mengangkat wajahnya dari perpotongan bahu Midam dan mendongak sedikit menatap sahabatnya. Tatapannya sendu. "Maaf ya kalau aku ganggu waktu kalian berduaan," katanya lirih.

Seketika Midam kembali menatap galak ke arah Seobin, yang langsung membuat Seobin diam seribu bahasa alias tidak berani melawan. "Enggak kok. Kamu nggak ganggu waktu kami. Jangan dengerin omongan ngelanturnya Seobin ya? Biar nanti aku jewer telinganya sampai putus, biar diganti pakai telinga gajah." Diusapnya kembali helaian rambut Byungchan, juga dieratkannya rangkulannya di bahu Byungchan.

Sekali lagi, Seobin hanya bisa diam. Diraihnya kembali roti yang tadi sempat disingkirkan oleh Midam dan kembali dimakannya dengan ekspresi wajah benar-benar datar.

"Kamu kenapa, Chan? Belakangan ini aku nggak pernah ketemu kamu, kita juga udah nggak pernah makan siang bareng. Padahal kita selalu makan siang bareng, tapi belakangan ini kita nggak punya waktu makan siang bareng." Midam melepas tangannya dari puncak kepala Byungchan dan meraih satu tangan sahabatnya untuk digenggam. Ia memainkan jemari Byungchan beberapa saat, sampai ia menyadari ada sesuatu yang hilang di sana. "Chan, cincin kamu ke mana?"

Byungchan menegakkan tubuhnya perlahan. Tatapan matanya tampak kosong. Ia menatap jemarinya. Benar, ada yang hilang di sana.

Hati Midam mencelos. Ia meraih satu sisi wajah Byungchan dan diusapnya lembut. "Chan, wajah kamu sembab. Kamu habis nangisin apa?"

Seobin seketika ikut menelisik ke wajah Byungchan yang tengah diusapi lembut oleh pacarnya. Memang, wajah residen interna itu tampak sembab. Juga agak pucat. Matanya tampak sedih.

"Chan, kamu dengar aku? Kapanpun kamu siap cerita, aku selalu selalu dengerin kamu kok. Mau aku pesenin sarapan? Mau sama teh hangat sekalian ata--"

"Aku mau putus dari Seungwoo."

Seketika hening. Midam dan Seobin saling bertatapan.

"HAH?!"

Selamat pagi dan selamat beraktivitas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat pagi dan selamat beraktivitas. Semoga aktivitas kalian lancar, tanpa kendala apapun. Semangat!😉

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang