Decisions and Considerations

Start from the beginning
                                    

Eunsang tidak menjawab. Ia menunduk, membiarkan air matanya turun kian deras ketika Midam menggenggam kedua tangannya perlahan. Ia hanya tidak ingin semua kenangan berharga, meski dalam waktu singkat yang ia miliki bersama papanya hilang begitu saja.

"Dulu sewaktu kita masih kecil, kita adalah tanggungjawab papa. Apapun akan papa lakuin untuk kita. Papa emang nggak punya banyak waktu buat main sama kamu sewaktu kamu masih kecil, jadi masa kecil kamu, kakak yang lebih punya banyak waktu buat kamu..."

"Setelah papa beranjak tua dan mulai sakit-sakitan, kamu dan papa adalah tanggungjawab kakak. Kamu masih terlalu kecil saat itu dan papa terlalu lemah buat menanggung semuanya sendiri..."

"Sekarang, papa udah nggak ada. Tanggungjawab kakak ke mama dan papa tinggal kamu. Hanya kamu, Sang. Kakak selalu janji ke mama ataupun papa kalau kakak akan jagain kamu dan berusaha yang terbaik buat kamu. Bagi kakak, kamu adalah prioritas yang nggak bisa kakak kesampingkan, meskipun kakak punya pasangan yang juga pasti ingin jadi prioritas buat kakak karena kakak nggak bisa memprioritaskan orang lain, selain kamu."

Eunsang mengangkat wajahnya perlahan. Wajahnya basah dengan air mata, bibirnya masih menggumamkan isakan-isakan kecil, dan air mata tetap turun membasahi wajahnya. Ia memejamkan matanya, berusaha menahan tangisnya untuk tidak semakin keras, tapi tidak benar-benar bekerja.

Midam tersenyum tipis, menangkup kedua sisi wajah basah adiknya dan mengusap buliran air mata yang terus turun. "Kakak tau kalau kakak egois karena nggak bilang apapun ke kamu dan menutup rapat semuanya sendirian, tapi sekarang kakak pengen kamu tau alasan kenapa kakak berniat jual rumah ini."

"Eunsang udah bukan anak kecil lagi, kak. Eunsang mungkin selalu jadi anak kecil di mata kakak, tapi Eunsang juga pengen bantu kakak, Eunsang pengen jadi adik yang berguna buat kakak. Kakak nggak harus nanggung semuanya sendirian setelah papa meninggal karena kita ini saudara. Eunsang sekarang cuma bisa bergantung sama kakak, jadi kakak juga harus bergantung sama Eunsang."

Perlahan, mata Eunsang terbuka. Ada gurat kesedihan dan kesenduan begitu dalam di sepasang netranya yang masih memerah. Juga ada genangan air mata yang berusaha ditahan. Eunsang menggigit bibir bawahnya perlahan.

Midam mengangguk. Ia mengusapi kedua pipi Eunsang lembut. "Rumah ini besar dan harganya bisa cukup mahal kalau dijual. Kakak berencana jual rumah ini bukan karena kakak nggak mau ingat-ingat orangtua kita lagi ataupun nggak mendengarkan perasaan kamu, tapi lebih ke kehidupan jangka panjang kita."

"Di mana kita bakalan tinggal kalau rumah ini dijual, kak?" Suara Eunsang terdengar begitu serak.

Midam mengulas sedikit senyum. Ia mengusap lembut puncak kepala Eunsang. "Hasil penjualan rumah ini bisa kita belikan apartemen yang lebih kecil untuk 2 orang dan uang sisanya akan masuk ke tabungan. Bukan buat kakak, tapi buat kamu. Pendidikan kamu masih panjang, sedangkan kakak tinggal 2 semester lagi. Setelah program spesialis kakak selesai, kakak bisa praktek sebagai dokter spesialis. Dan uang yang terkumpul bisa jadi biaya kamu ke program spesialis."

"Kakak sendiri gimana? Bukannya kakak masih ada 2 semester?"

Senyuman Midam masih mengembang. "Jangan khawatir. Kakak punya tabungan buat sisa 2 semester. Hal yang kakak pikirin sekarang adalah kamu, Sang. Bentar lagi kamu internship. Kalau kamu di luar kota, pasti akan tetap tambah biaya. Dan kakak nggak mau kamu bernasib sama seperti kakak yang harus ambil banyak pekerjaan di tengah studi. Kakak mau kamu fokus dan menikmati proses belajarmu."

Air mata Eunsang kembali turun. Ia memeluk kakaknya seerat yang bisa ia lakukan dan menyembunyikan isak tangisnya di perpotongan bahu kakaknya.

Midam membalas pelukan Eunsang dan membiarkan adiknya menangis di bahunya. "Sekarang tinggal kita berdua dan hanya ini yang bisa kakak kasih buat kamu," katanya.

"Kakak, kalau Eunsang minta kakak buat bergantung sama Eunsang, kakak mau kan?"

Usapan di punggung Eunsang terhenti sesaat. Midam menatap Eunsang dalam pelukannya, kemudian mengangguk.

"Kita saling mengandalkan. Kamu mengandalkan kakak dan kakak mengandalkan kamu. Hanya itu yang kita bisa lakukan sekarang, Eunsang."

Masih malam yang sama dengan malam di bab Junho kemarin hehehe🌹

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Masih malam yang sama dengan malam di bab Junho kemarin hehehe🌹

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Where stories live. Discover now