Sudden Cardiac Arrest

Mulai dari awal
                                    

Eunsang menggeleng dalam isakannya. Tidak, ia tidak mewarisi apapun yang dimiliki mamanya. Tidak dengan kerendahan hatinya, tidak dengan sikap penolongnya, juga tidak dengan segalanya. Ia hanya menyusahkan orang lain dan membuat mereka selalu berada dalam situasi yang tidak menyenangkan. Bahkan kalau saja ia tidak lahir, mungkin kakaknya tidak akan kesulitan dan menanggung segalanya sendirian ketika papa mereka sakit karena setidaknya mama mereka masih berada di sini untuk sekedar membantu dan merangkul kakaknya. Juga apa yang terjadi hari ini. Kalau saja bukan ia yang menyuapi dan menemani papanya pagi ini, mungkin saja papanya tidak akan mengalami henti jantung mendadak yang mengancam nyawanya.

Apakah semua ini terjadi karena kesalahannya? Nyawa papanya berada dalam bahaya karena kecerobohannya? Bahkan selama ini ketika setiap pagi kakaknya menyuapi papanya atau menemaninya, tidak terjadi apapun yang membuat situasi begitu menakutkan. Namun mengapa semuanya terjadi begitu buruk di tangannya? Apakah ia sungguh membuat segalanya menjadi buruk? Apakah papanya kritis pun karena kesalahannya?

"Ssa...?"

Eunsang mengangkat wajahnya perlahan, memperlihatkan wajahnya yang berantakan karena air mata kepada kakaknya yang memandangnya penuh khawatir. Ia bisa melihat kakanya begitu lelah, cemas, dan penuh kekhawatiran, namun tetap berusaha tersenyum. Astaga, kenapa ia bisa-bisanya menangis seperti ini, sementara kakaknya yang bertanggungjawab paling banyak justru terlihat berusaha menegarkan diri dan memaksakan seulas senyum hanya untuk menenangkannya?

"Udah ya, jangan nangis lagi. Kita doakan yang terbaik buat papa. Mungkin saat ini papa masih kritis, tapi semuanya pasti akan berkembang ke arah yang lebih baik." Midam kembali menarik kedua sudut bibirnya, kembali tersenyum pahit sambil membantu membersihkan jejak air mata di kedua pipi adiknya.

Eunsang menunduk. Air matanya kembali mengalir saat merasakan tangan dingin sang kakak menyentuhnya, berusaha mengikis ketakutan egoisnya. "Kakak, maafin Eunsang..." isaknya.

Sejenak Midam terlihat terkejut dengan pernyataan adiknya. Namun tak seberapa lama kemudian, ia menggeleng pelan, lalu menangkup kedua sisi wajah Eunsang. "Jangan pernah minta maaf, Sang. Kamu nggak salah apa-apa," katanya.

"Eunsang salah, kak." Eunsang menggeleng. Isakannya kian menjadi, memecah keheningan di lorong yang sepi. Kedua bahu kecilnya bergetar mengikuti sedih dan perihnya isakannya. Kepalanya menunduk, tidak berani menatap kakaknya, bahkan dengan pandangannya yang memburam karena air mata. "Papa begini karena salah Eunsang. Kalau seandainya kakak yang temenin papa pagi ini, mungkin hal ini nggak akan terjadi. Ini semua terjadi karena salah Eunsang, kak. Eunsang nggak hati-hati, Eunsang ceroboh, dan Eunsang... belum terbiasa. Maafin Eunsang, kak. Tolong jangan benci Eunsang..."

Midam menggeleng. Ia meraih tubuh adiknya, memeluknya ketika ia menyadari adiknya begitu gemetar dengan ketakutannya sendiri. "Eunsang dengerin kakak. Jangan pernah minta maaf karena semua yang terjadi hari ini bukan terjadi karena kesalahanmu, juga bukan karena kecerobohanmu. Eunsang juga sedih kan kalau papa kritis begini?"

Eunsang mengangguk. Ia masih terisak dalam pelukan kakaknya sembari menggumamkan berkali-kali permintaan maaf tanpa ujung yang terdengar begitu menyedihkan.

"Kakak nggak akan pernah bisa benci sama Eunsang, juga nggak akan pernah nyalahin Eunsang atas apa yang terjadi pada papa. Ini semua udah takdir. Ada atau enggaknya Eunsang, semuanya tetap akan terjadi. Jadi, stop bilang kalau papa kritis sekarang adalah kesalahan Eunsang. Jangan ngomong gitu lagi, kakak nggak suka. Eunsang nggak mau kakak sedih kan?"

Eunsang kembali mengangguk, namun isakannya masih terdengar. Bahunya masih bergetar pelan. Perasaan bersalah dan takutnya masih menguasai dirinya, bersamaan dengan terus munculnya ingatan ketika papanya tampak begitu kesakitan beberapa saat lalu. Terlebih saat sang kakak berusaha menenangkannya dan memeluknya, ia berpikir dalam kekalutannya sendiri.

Bahkan ketika kakaknya mencium dahinya untuk menenangkannya, perasaat bersalah yang timbul dalam kekalutannya kian menjadi dan membuatnya menangis makin tidak terkendali dalam pelukan kakaknya.

Pantaskah ia menerima pelukan hangat dan kasih sayang seperti ini setelah ia tumbuh menjadi anak dan adik yang tidak bisa diharapkan, juga menjadi masalah bagi orang-orang yang disayanginya?

I wanna take your pain into myself so you won’t hurt
Aku ingin membawa rasa sakitmu ke dalam diriku sehingga kau tidak akan terluka

I wanna take your pain into myself so you won’t hurtAku ingin membawa rasa sakitmu ke dalam diriku sehingga kau tidak akan terluka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dear our lovely broken angel, Lee Eunsang...
⬇⬇⬇

Selamat malam minggu semuanya. Salam dari Presiden Jomblo kita, Cha Eunwoo...😈🌹💙

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang