The Chaotic Day of Coass

Start from the beginning
                                    

Eunsang menarik seulas senyum saat melihat papanya begitu senang saat melahap suap terakhir sarapannya. Kakaknya bilang, kondisi papanya berangsur membaik sejak check up terakhir dan ia sendiri bisa melihat pendar bahagia di sepasang mata papanya. Mungkin kondisi papanya belum sebaik apa yang ia ekspektasikan, tapi rasanya membahagiakan saat melihat papanya tersenyum dan matanya berpendar penuh kegembiraan. Terutama saat ia membuka jendela-jendela di kamar papanya, membiarkan udara segar masuk, dan menyuapkan makanan-makanan yang menyenangkan, papanya terlihat begitu senang.

Bahkan pagi ini saat ia datang untuk membuka tirai dan jendela kamar papanya, membiarkan udara segar masuk dan menunjukkan makanan hangat ke hadapan papanya, papanya terlihat senang dan memintanya langsung mendekat, sampai suap demi suap sarapan pagi ini terasa begitu ringan tanpa keluhan dan gelengan penolakan. Juga saat Eunsang memberikan obat, papanya begitu terlihat tenang dan tidak menolak seperti yang sudah terjadi sebelum-sebelumnya.

Eunsang meraih satu tangan keriput nan kurus papanya, menggenggamnya lembut sambil menyunggingkan seulas senyum lucu di bibirnya. "Papa kondisinya hari ini gimana? Ada keluhan lain?" tanyanya lembut.

Papanya tersenyum, menggeleng samar sambil memandangi tangannya yang berada dalam genggaman putra bungsunya. "Eunsang, jadi anak yang baik ya?"

"Eunsang nggak bisa janji, tapi Eunsang bakalan berusaha jadi anak yang baik seperti yang papa mau. Apa sekarang Eunsang udah jadi anak yang baik buat papa?" Eunsang membelai lembut tangan papanya, sementara matanya menatap lembut pada sang papa yang tampak begitu tua – seakan lebih tua dari usia sesungguhnya – dan lelah, namun ia tetap melihat pendar bahagia di mata itu.

Papanya tersenyum samar, lalu mengangguk. "Eunsang, banyak hal yang perlu kamu syukuri dalam kehidupanmu. Banyak hal yang perlu kamu kasihi dalam hidupmu. Kamu adalah bagian dari hidup atau bahkan bahagia orang lain. Ada orang-orang yang menganggap kamu sebagai pusat dunia mereka..."

Senyum di wajah Eunsag kian merekah. Ia mencondongkan sedikit tubuhnya untuk memberi kecupan singkat di pipi kiri sang papa. "Kapan-kapan kalau papa udah sembuh, kita jalan-jalan bertiga bareng kak Midam ya?"

Papanya mengangguk samar.

"Papa mau jalan-jalan ke mana kalau udah sembuh nanti?" Eunsang bertanya sembari merapikan alat-alat makan papanya yang berantakan, juga termasuk menyimpan obat-obatannya ke dalam laci nakas di samping tempat tidur.

"Eden Prairie."

Gerakan tangan Eunsang sedikit terhenti. Ia memandang papanya penuh iba. Namun saat sang papa menyadari perubahan pada air mukanya, ia buru-buru menarik kedua sudut bibirnya untuk kembali tersenyum. Kali ini sebuah senyum yang nyaris dipaksakan.

"Tempat dulu papa pertama kali ketemu mama ya? Eden Prairie, pasti tempat yang bersejarah buat papa. Makanya, papa harus cepat sembuh dan kita bisa pergi ke Eden Prairie bertiga. Eunsang juga... pengen tau tempat papa ketemu mama."

Eunsang bangkit perlahan setelah menyimpan beberapa tabung obat papanya ke laci di bawah nakas dan meminta ijin sebentar untuk mencuci alat-alat makan papanya. Namun baru beberapa langkah ia mendekati pintu, ia mendengar suara-suara ganjil di belakang punggungnya. Suara-suara yang terdengar seperti pukulan keras di bagian dada dan napas yang tersenggal-senggal, diikuti dengan suara beberapa barang yang berjatuhan.

Ia lantas berbalik dan melotot setelahnya. Jantungnya seakan berhenti berdetak, tangannya gemetar, hingga tanpa sadar ia menjatuhkan piring yang dipegangnya sesaat sebelum ia mendekati ranjang di mana papanya yang semula terlihat tenang dan begitu bahagia, kini tampak meraung kesakitan sambil mencengkram dadanya, sementara dahinya berkerut dalam, bibirnya terbuka melantunkan segala bentuk erang kesakitan, dan napas yang tersenggal nyaris membuatnya tersedak.

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Where stories live. Discover now