Suatu Pagi di Apartemen Junho

Mulai dari awal
                                    

Ia tahu rasanya direndahkan begitu oleh orang yang sama, dengan suara keras dan segala kalimat yang bahkan tidak pernah ia bayangkan. Ia pernah merasakannya, beberapa saat sebelum mamanya mulai berlaku baik dan menganggapnya ada.

Eunwoo membuang napas kasar. Wajahnya masih memerah, dadanya naik turun  menahan amarah, sementara rahangnya mengeras dan kedua tangannya terkepal. "Aku yakin kalau Byungchan selalu dianakemaskan karena kemampuannya, karena kecapakannya, karena dedikasinya, juga karena dia emang pantas untuk itu. Bukan karena hal yang mama semena-mena tuduhkan. Dia bukan orang licik yang akan melakukan segalanya untuk kedudukan atau nama naiknya. Dia juga bukan orang licik yang bisa mengatur tipu muslihat sampai merusak namanya sendiri."

Eunwoo kelewat emosi. Ia berdiri dari duduknya, melangkah panjang meninggalkan dapur dan membiarkan Junho hanya duduk berdua di sana bersama mamanya. Bahkan sarapannya baru dimakan setengahnya, tapi residen Pediatri itu memilih pergi dari dapur dengan membawa amarah yang mati-matian ia kepalkan di kedua tangannya.

Mamanya memijat pangkal dahinya perlahan. "Mama nggak ngerti lagi sama kakakmu yang satu itu, Jun. Apa bagusnya Byungchan sampai dia jadi sebodoh itu? Dia nggak tau aja telinga mama panas dengar gosip dia sama Byungchan selingkuh setiap hari. Kalau seandainya dia bukan anak mama, mama nggak akan peduli dengan gosip sejenis itu. Tapi dia anak mama. Mau nggak mau, dia juga bawa nama mama dalam hubungan gelapnya. Dia juga bawa nama kamu sebagai adiknya. Kenapa dia jadi nggak bertanggungjawab?"

Junho hanya diam. Tangan kananny masih agak gemetar sesaat setelah ia mendengar semua yang diucapkan mamanya kepada Eunwoo, juga semua kalimat yang terkesan amat merendahkan yang ditujukan untuk dokter Byungchan. Kalimat-kalimat itu memang tidak ditujukan untuknya, tapi mamanya yang berkata sedemikian keras dengan begitu mudahnya merendahkan orang lain, tanpa sadar justru menjadi trigger baginya dan membuatnya seperti terkena serangan panik.

"Oh iya, hari ini jadwal check up kamu kan? Sore nanti jam berapa? Biar mama temenin kamu check up." Mamanya tiba-tiba mengganti topik pembicaraan.

Junho menoleh perlahan dan mengangguk kaku. "Aku belum bisa lepas obat karena masih ada kemungkinan kambuh yang lebih sering. Karena gejaku udah termasuk gejala berat, dosis obatnya juga tinggi. Makanya setelah keluar rehabilitasi dan beraktivitas lagi, aku tetap bergantung dengan obat dan diwajibkan untuk check up paling nggak sebulan sekali untuk melihat apa dosis obatnya bisa diturunkan sampai akhirnya bisa lepas obat. Dokter Chaeyeon bilang, kalau kondisiku udah cukup stabil, aku nggak perlu obat lagi."

Mamanya mengangguk. "Lithiummu masih ada kan? Kalau tinggal sedikit, jangan lupa bilang mama. Nanti juga kalau mau check up, telepon mama dulu."

Junho mengangguk.

"Asam valproat, aripiprazole, fluoxetine? Semuanya masih ada? Kalau nanti dosisnya diturunkan, kamu udah  oleh berhenti terapi perilaku kognitif atau belum? IPSRT?" Mamanya bertanya lagi.

"Obatnya masih ada semua." Junho mengangguk, kemudian berpikir-pikir sebentar. "Kalau terapi kognitif mungkin dilihat hasil check up nanti. Tergantung keputusan dokter Chaeyeon gimana karena terapinya kan emang difungsikan buat mendeteksi hal yang memicu munculnya gejala bipolarnya, jadi bisa diganti dengan sesuatu yang positif. IPSRT juga tergantung keputusannya dokter Chaeyeon karena juga difungsikan buat kestabilan aktivitas buat mengendalikan gejala bipolarnya. Karena yang harus dikendalikan lebih dulu adalah bipolarnya, apalagi bipolarku tipe 1."

Mamanya hanya mengangguk beberapa kali dan membiarkan putra bungsunya kembali menyantap sarapannya. Sama sekali tidak ada yang bicara di antara mereka setelah sebuah percakapan sehari-hari yang dilakukan seorang ibu dengan anaknya. Sampai akhirnya suara bel memecah keheningan.

"Ada tamu," kata mamanya sambil meletakkan sendok dan garpunya, menatap Junho.

Junho mengangguk dan langsung berdiri dari duduknya. "Biar aku yang buka. Mama lanjut aja sarapannya," katanya.

Sejujurnya Junho tidak suka pada siapapun yang datang bertamu di jam-jam saat ia sedang sarapan untuk kemudian pergi ke rumah sakit. Bertamu di jam-jam ini juga rasanya tidak sopan karena sebagian orang sedang bersiap-siap untuk bekerja atau mengerjakan pekerjaan rumah. Kalaupun harus bertamu pagi-pagi begini, setidaknya menelepon atau mengirim pesan lebih dulu agar si tuan rumah siap menerima tamunya, jika tidak dalam keadaan genting.

Junho membuka pintu perlahan, walaupun hatinya setengah mengumpat saking sebalnya. "Selamat pagi, ada yang bisa dibantu?"

"Mama di mana?"

Junho tersentak. Tanpa sadar ia mengeratkan genggaman tangannya pada kenop pintu dan mengepalkan tangannya yang lain. Napasnya seketika tercekat, dadanya bergemuruh, pikirannya terasa kosong, dan kedua kakinya sedikit gemetar bersamaan dengan darahnya yang seakan berhenti mengalih. Seperti biasa, serangan panik membawanya pada keadaan tidak menyenangkan yang ia paling benci seumur hidupnya.

Ia mengangkat pandangannya perlahan. Cha Myungsoo, kakak pertamanya sekaligus anak emas papanya berdiri di hadapannya. Rasanya seperti sedang bercermin karena mereka mirip satu sama lain, tapi ia tidak pernah segemetar ini saat sedang menatap pantulan dirinya di cermin.

 Rasanya seperti sedang bercermin karena mereka mirip satu sama lain, tapi ia tidak pernah segemetar ini saat sedang menatap pantulan dirinya di cermin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat pagi dan selamat hari senin. Apakah  senin kalian suram? Aku membawa sesuatu untuk kalian hehehe...🐴

🐶OUR PRIVATE LIFE🐶

Keseharian Eunwoo si model profesional dan Byungchan si translator dalam kehidupan sehari-hari bersama ketiga anjing mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keseharian Eunwoo si model profesional dan Byungchan si translator dalam kehidupan sehari-hari bersama ketiga anjing mereka.

Ace, si husky jantan yang bertubuh paling besar dan gagah. Sangat patuh pada Byungchan, namun sedikit membantah pada Eunwoo.

Adler, si husky betina yang berbulu paling indah dan cantik. Sangat patuh dan manja pada Byungchan, namun agak acuh ada Eunwoo.

Bruno, si shiba inu jantan berwarna oranye pemalas yang gemar berbaring di depan televisi. Usianya paling muda, tapi paling pemalas. Sangat manja pada Byungchan. Eunwoo hanyalah opsi keempat setelah Byungchan dan kedua saudara saudari huskynya.

Dan beginilah ramainya keseharian mereka.

Silakan transit dulu^^
Mereka akan hidup damai dan berdampingan dengan Jinhyuk, Wooseok, Seungwoo, dan Seungyoun sebagai tetangga dan pemelihara anjing dan kucing🌹

Baru perkenalannya sih hehehe😌

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang