BURN YOUR PASSPORT!!

Beginne am Anfang
                                    

"Jadi kamu mau pulang sebentar ke Beijing?"

Tony mengangkat pandangan dari layar ponselnya sejenak dan mengalihkan fokusnya ke arah Yeji yang sedang duduk di depannya. Sejurus kemudian, ia mengangguk sebagai jawaban tunggal.

Yeji menaikka kedua alisnya, tangannya bergerak meletakkan sepasang sumpitnya di pinggiran cup besar mie instannya. "Bukannya program profesimu masih jauh ya? Kamu aja masih jadi koassnya papaku, berarti masih lama dong," katanya.

"Emang masih lama, baru juga hampir selesai bedah. Masih banyak stase. Lagian aku kan pulangnya sebentar, bahkan nggak sampai seminggu." Tony mengangkat kedua bahunya, kemudian meletakkan ponselnya ke meja dan kembali fokus pada 2 hal di depannya. Cup mie instannya dan laptopnya yang menyala - alias referat stase bedahnya.

Yeji hanya mengangguk beberapa kali, kemudian kembali fokus pada makanan di depannya sambil sesekali melirik buku kimianya dan membiarkan Tony pun kembali sibuk pada makanan dan referatnya. Gadis Hwang itu sesekali menoleh, menatap ke luar jendela dan melihat beberapa orang berlalu lalang di luar convinience store dengan wajah tertekuk.

Ia lantas menelan kunyahan mie instan terakhirnya, meraih sebotol air mineral dinginnya dan meneguk isinya hingga seperempat bagian. "Jadi kenapa kamu harus pulang ke Beijing sebentar kalau masa koass kamu masih panjang?" tanyanya tiba-tiba.

Seketika Tony menghentikan gerakan tangannya, mengurungkan niat untuk menguapkan mie ke dalam mulut kosongnya. "Teman SMP-ku nikah, aku diundang dan disuruh datang ke pernikahannya," jawabnya.

"Pardon me." Yeji menaikkan sebelah alisnya, mengangkat satu tangannya sebagai betuk permintaan jeda terlebih dulu. "Jadi kamu pulang sebentar ke Beijing di tengah masa program profesimu cuma karena kamu diundang ke pernikahan teman SMP-mu dan diminta datang?" tanya mengulang.

Tony memilih hanya mengangguk sambil mengaduk-aduk sisa mie dan kuah dalam cup besarnya, kemudian memperhatikan referatnya yang nyaris selesai.

"Emang nggak ada alasan lain yang lebih penting dari itu? Hell, kamu pulang ke Beijing sebentar hanya untuk pernikahan temanmu dan yang kamu korbankan itu studimu? Untuk alasan yang nggak penting, keputusanmu itu aneh tau," Yeji mencecar.

Tony menatap Yeji, sebelah alisnya dinaikkan sebagai tanda kalau ia bingung. "Itu alasan yang lumayan penting buat pulabg ke Beijing sebentar. Lagian juga nggak akan lama. Jangankan sebulan, seminggu aja nggak sampai kok. Mungkin sekitar 2 hari. Hanya 2 atau 3 hari, sekalian refreshing pasca stase bedah," jelasnya.

"Kamu pasti udah gila."

"Siapa yang kamu bilang gila?"

Yeji menunjuk lurus ke hidung Tony. "Kamu, siapa lagi? Emang aku ada ngomong sama orang lain selain kamu?"

Tony menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Aku masih cukup waras untuk kamu bilang gila," katanya sanksi.

"Yakin kamu cukup waras dengan alasan kepulanganmu ke Beijing selama 2 hari hanya buat datang ke pernikahan temanmu, yang bahkan dia nggak berkonstribusi apapun terhadap karir dan studimu? Oh God, main logika dong, kak. Kamu aja mungkin kalau disuruh orang tuamu pulang karena hal yang lebih penting, belum tentu bakalan langsung pulang, padahal mereka yang berkonstribusi banyak buat karir dan studimu. Dan kamu rela pulang lintas negara 2 hari hanya karena pernikahan temanmu yang bahkan nggak berkonstribusi apapun terhadap karir dan studimu? Kamu buang-buang uang yang dikasih orang tuamu buat tiket pesawat pulang pergi hanya untuk sesuatu yang bahkan bisa kamu kesampingkan? Come on, tell me that your reasoning makes sense."

Sebelah alis Tony masih terangkat. Ia justru semakin menunjukkan gelagat kalau ia tidak mengerti satupun kalimat dari sekian banyak kalimat yang dikatakan Yeji. "Orang tuaku nggak pernah minta aku pulang selama program profesiku masih jalan karena mereka nggak mau ganggu studiku," katanya.

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt