The Most People You Love, Hurt You So Bad

Start from the beginning
                                    

Lamunan Byungchan buyar begitu ia mendengar perkataan menyalak penuh argumentasi songong khas Junho, yang kemudian disusul dengan suara pintu mobil yang ditutup dengan cara yang kasar dan terkesan tergesa-gesa. Sampai akhirnya Byungchan mengalihkan sedikit pandangannya ke arah Junho yang sedang melangkah panjang ke arah Eunsang yang sedang berjalan sambil memeluk satu lengan Yohan.

Ia lantas menoleh lagi ke arah Eunwoo yang tampak menggeleng samar beberapa kali. Sebagai sama-sama seorang kakak, ia tahu perasaan apa yang dirasakan Eunwoo saat mendapat perlakuan sengak dari adiknya sendiri.

"Sabar ya, Woo. Mungkin Junho belum terbiasa nerima perhatian dari kamu, makanya dia masih bersikap keras begitu. Nanti kalau udah terbiasa, pasti lebih sopan kok ngomongnya," Wooseok menyeletuk sambil membenarkan letak kacamata di hidungnya.

Eunwoo tertawa ringan mendengarnya. "Dia emang gitu kalau ngomong. Nggak ada santainya, ngegas terus. Emang udah karakternya begitu," balasnya.

"Kamu masih nginap di apartemennya Junho?" Byungchan memberanikan diri bertanya. Sebenarnya ia bukan tipe orang yang senang ikut campur, tapi entah mengapa ia ingin mendengar cerita ini dari Eunwoo.

"Iya, masih kok. Mama hanya nginap sesekali karena papa pasti uring-uringan setengah mati kalau mama setiap hari di apartemennya Junho. Kesannya mama cuma ada waktu buat Junho sama aku, tapi nggak pernah ada waktu buat kak Myungsoo. Kadang-kadang papa juga telepon aku nyuruh pulang, aku nggak mau. Kak Myungsoo juga bisa tiap 2 hari sekali telepon nyuruh pulang, aku nggak mau. Adikku baru keluar dari rehabilitasi dan aku nggak mau adikku kenapa-napa lagi sampai harus cuti karena selain itu bikin papa makin nggak suka sama Junho, itu juga menghambat studinya Junho." Eunwoo menjelaskan.

Wooseok mendesis, ia membuka pintu mobil perlahan dan mengeluarkan sebelah kakinya. "Aku nggak suka papamu, Woo. Jahat banget jadi orang, kayak nggak pernah jadi anak dulunya."

"Secara ajaib aku juga nggak begitu suka papaku," Eunwoo berkata sarkastis.

Wooseok tersenyum sarkas untuk beberapa saat, kemudian segera merubahnya dengan seulas senyum manis. "Aku duluan ya? Kalian barengan aja masuknya soalnya aku mau ke Ponek langsung. Sampai ketemu nanti waktu makan siang," katanya, kemudian menutup pintu mobil perlahan.

Sepeninggal Wooseok, yang dilakukan Byungchan dan Eunwoo hanya diam sambil memandang anak-anak koass dan beberapa perawat yang berlalulalang sambil saling menyapa. Byungchan terlalu sibuk memikirkan Seungwoo dan apa yang terjadi pagi ini, sementara Eunwoo sedang entah memikirkan apa, sepertinya juga tidak jelas. Jadi keduanya hanya diam dan satu-satunya yang bisa didengar dari dalam unit mobil Fortuner putih itu hanya gerakan Byungchan yang sibuk membenarkan lipatan snellinya yang belum sempat disetrika.

Hingga berselang beberap detik kemudian setelah saling bungkam, Byungchan berdeham pelan. "Aku turun duluan ya, Woo? Kayaknya kamu masih mau ngelamun di sini deh," katanya.

"Siapa juga yang ngelamun? Adanya kamu yang daritadi ngelamun sendiri, makanya aku nggak mau ganggu sesi ngelamun kamu," Eunwoo menyangkal sambil memutar tubuhnya ke belakang dan menatap Byungchan lurus-lurus.

"Aku juga nggak lagi ngelamun kok. Adanya kamu tuh yang ngelamun, makanya dari tadi aku nggak ngajak kamu bicara karena kamu lagi sibuk ngelamun," Kali ini Byungchan yang menyangkal sambil sesekali mencibir kecil.

Eunwoo mendesis, ia menggoyangkan jari telunjuknya di depan wajah Byungchan sambil menggeleng. "No, not me. Bukan aku yang melamun dari tadi. Kamu yang melamun. Pasti lagi mikirin Seungwoo kan?"

Kali ini Byungchan tidak menjawab. Ia memilih diam karena tebakan Eunwoo benar. Ia sedang memikirkan Seungwoo.

Eunwoo tertawa sarkas begitu melihat raut wajah Byungchan. "Wooseok tau kalau Jinhyuk dapat telepon dari dokter Jisung buat ke rumah sakit lebih awal, makanya dia nyari tebengan buat pergi ke rumah sakit. Kamu, tau alasan Seungwoo berangkat lebih dulu?"

Byungchan tidak menjawab. Menggeleng pun tidak. Jari-jarinya hanya meremat pelan snelli di pangkuannya. Ia bahkan menurunkan pandangannya, tidak berani menatap Eunwoo.

"Kalau dia masih menganggap kamu sebagai tunangannya, paling nggak setelah dia sampai di tempat tujuan, dia kirim pesan singkatlah sebagai permintaan maaf karena nggak sempat pamitan sama kamu sebelum berangkat atau apalah yang menunjukkan kalau dia masih menganggap kamu tunangannya."

Semakin jauh Eunwoo berbicara tentang apa yang terjadi pagi ini, Byungchan semakin menunduk karena tidak berani menatap Eunwoo sembari menyimpulkan bahwa sebenarnya Junho yang sengak adalah cerminan kakak dan ibunya yang juga sengak bukan main.

"Dia nggak mau tau tunangannya nangis sampai wajahnya sembab..."

"Dia nggak mau tau bibir tunangannya luka sampai pakai masker ke rumah sakit..."

"Pagi ini dia pergi tanpa pamitan. Pergi nggak pamit, nggak telepon sama sekali, kirim pesan juga nggak. Bahkan bilang ke mana dia pergi juga nggak."

Tanpa sadar Byungchan menggigit bibir bawahnya perlahan. Ada rasa sakit menjalar naik ke dadanya. Bukan perkara perkataan sinis Eunwoo tentang Seungwoo ataupun betapa naasnya hubungan antara ia dan Seungwoo yang belakangan ini kian renggang, tapi rasa sakit yang timbul akibat segala hal yang dikatakan Eunwoo barusan adalah kenyataan.

Seungwoo bukan tidak tahu kalau ia menangis sampai wajahnya sembab ataupun pasal luka di bibirnya hari itu, tapi karena memang Seungwoo tidak mau tahu. Bedakan orang yang tidak tahu, tapi dia mau tahu dengan orang yang dia tahu, tapi bersikap tidak mau tahu. Dan Byungchan bisa merasakan bahwa Seungwoo berada pada posisi tahu, tapi bersikap tidak mau tahu.

"Mungkin lain kali dia nggak akan peduli kalau kamu sakit dan butuh bantuannya. Untuk hal sekecil ini aja dia mainnya nggak jujur sama kamu, apalagi yang besar? Bisa kamu bayangin?"

Deg! Byungchan mengangkat wajahnya dan menatap Eunwoo dalam-dalam, pandangannya tidak dapat diartikan. Ia menggeleng samar. "Enggak mungkin. Seungwoo bukan orang yang begitu kok. Dia baik, pengertian, dan dia nggak mungkin jadi apa yang kamu bilang barusan. Walaupun aku nggak tau alasannya, pasti ada alasan kenapa dia jadi begini kan?"

Eunwoo sama sekali tidak melembutkan pandangannya. Ia tetal menatap Byungchan lurus, seakan ia akan segera menguliti residen Interna itu. "Untuk beberapa alasan, orang-orang mungkin berubah karena beberapa hal. Tapi untuk beberapa alasan lainnya, orang-orang mungkin berubah karena hal yang dia sendiri nggak memahami itu. Jadi saat nanti kamu bilang ke Seungwoo kalau tunanganmu itu berubah, dia nggak akan merasa dirinya berubah karena dia nggak memahami kenapa dia berubah. Beda sama Junho saat kamu tanya kenapa Junho berubah, alasannya karena dia udah lebih dewasa dan lebih stabil daripada dulu."

Byungchan tidak menjawab. Ia kembali menunduk dalam menghindari tatapan Eunwoo dan meremat snellinya hingga buku jemarinya memutih. Dan kentara benar bahwa ia berusaha mati-matian untuk menahan segala pemikiran buruk yang berseliweran di kepalanya setelah mendengar penuturan Eunwoo.

"Terkadang orang yang bikin kamu sedih habis-habisan itu bukan orang yang baru kamu kenal atau penjahat yang ngerampok kamu di jalanan, tapi orang terdekatmu. Orang-orang yang kamu sayangi itu lebih berpotensi bikin kamu sedih habis-habisan ketimbang seorang penjahat atau narapidana. Karena kamu menyayangi mereka, kamu mempercayai mereka. Jadi saat mereka menyakiti kamu, kamu bukan hanya sedih atau marah, tapi kecewa dan di situ kamu akan lihat kalau kepercayaanmu hancur."

Besok mari kita mulai stase yang baru dengan sambatan koass senior yang baru hehehe

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Besok mari kita mulai stase yang baru dengan sambatan koass senior yang baru hehehe...😈🌹💙

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Where stories live. Discover now