Chapter 17

911 107 3
                                    

‧͙⁺˚*・༓☾RELLAWAY☽༓・*˚⁺‧͙

Setelah kejadian tadi malam pagi harinya gue gak bertegur sapa dengan Rahel, waktu sarapanpun kita saling diam diaman sampe gue pergi ke sekolah. Ya mungkin dia ngambek karena keputusan sepihak gue, tapi ya bodo amat.

Rahel mungkin mikir kalo berkorban buat gue bakal ngebuat gue senang padahal kenyataannya, pengorbanan dia malah ngebuat gue sengsara. Di benci tanpa alasan sampai akhirnya di bunuh, itu semua karena pengorbanan dia. Kenyataannya gue di bunuh akibat pengorbanan dia, karena itu gue gak akan biarin itu terjadi.

Dan juga yang menjadi beban pikiran gue selain Lyan, adalah siapa orang-orang yang nyerang gue waktu itu? Opini gue, pertama mereka musuh Rahel tapi saat itu Rahel keliatannya gak kenal ama mereka, opini kedua mereka musuh bapak gue tapi kalau mereka memang musuh bapak gue kenapa mereka ngincar gue yang jelas kalo gue mati Aston gak akan peduli lalu kenapa? dan opini gue yang terakhir... Mereka musuh gue. Tapi lagi, sejauh yang gue ingat gue gak ada musuh, yah orang yang benci ama gue sih banyak tapi sampai ke tahap ingin ngebunuh perasaan gue gak ada. Salah gue juga gak gede-gede amat sampe mereka mau ngebunuh gue. Jadi siapa ya...

Gue memejamkan mata gue sembari melangkah menyusuri koridor, dengan satu tangan yang menyentuh dagu gue memperlihatkan posisi orang yang tengah berpikir dalam.

Drap! Drap! Drap!

Pikiran gue langsung kosong saat suara langkah kaki terdengar terburu-buru mendekati gue dan tepat gue membuka mata, sosok Alya sudah meloncat dengan tangan terentang ke arah gue.

Grep! Brukh!

Terlalu terkejut dengan kedatangan Alya yang tiba-tiba dan mendadak meluk gue, gue gak bisa ngejaga keseimbangan gue dan berakhir jatuh terbaring di lantai koridor dengan Alya yang berada di atas tubuh gue.

Seluruh siswa-siswi yang berada di sekitar gue berhenti dan ikut terkejut akan aksi Alya.

"Alya?" Gue memanggil nama Alya sembari mencoba untuk duduk namun karena keberadaan Alya yang masih memeluk leher gue dan menindih tubuh gue ngebuat gue kesulitan.

"Kamu tiba-tiba aja ngilang padahal aku pengen ketemu sama kamu, cewek itu juga nangis terus karena gak ketemu sama kamu!" Dumel Alya menghadirkan keheranan di diri gue.

Yang ngebuat gue bingung itu nada bicara Alya yang terdengar manja dan menye-menye, juga omongan dia yang sulit gue pahamin. Siapa cewek yang di maksud Alya?

"Padahal beberapa hari ini kesempatan aku buat bisa ketemu kamu tapi kamu malah gak sekolah, hiks" Ujar Alya lagi di akhiri isakan yang di buat-buat. Gue agak bingung sih dengan perubahan sikap Alya yang tiba-tiba, tapi ngedenger dia jujur ingin ketemu sama gue juga ngebuat gue seneng.

Tangan gue yang tadinya hendak melepaskan pelukan Alya otomatis terhenti dan beralih memeluk tubuh gadis itu.

"Maaf... " Gumam gue.

"Huhuhu kenapa sih kamu gak sekolah tiga hari ini? Gara-gara anak cengeng itu ya?" Tangan gue yang mengelus punggung Alya berhenti mendengar ucapan gadis itu. Anak cengeng? Apa maksud Alya Jerry? Tapi kenapa Alya menyebut Jerry seperti itu? Seperti bukan Alya.

"Kenapa sih kamu sedih karena dia mati? Salah dia kali kenapa lemah gitu, padahal cowok tapi kerjaannya nangis aja terus! Cemen!"

Gue mencengkram lengan Alya dan mendorong tubuh gadis itu saat mendengar ucapannya namun Alya malah mengeratkan pelukannya di leher gue

"Alya omongan lo apa-apaan?! Jerry itu temen lo juga, kenapa lo bilang gitu? Lo gak sedih dia pergi hah?"

Alya menggeleng pelan "Nggak, lagian kata siapa dia temen aku?! Aku gak punya temen, apa lagi kalo temennya nyusahin gitu aku lebih baik sendiri!"

RELLAWAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang