48 - Thank's, Zei

40.5K 3K 204
                                    

Tidak banyak yang bisa dideskripsikan dari perawakan gadis yang tengah berjalan di lorong rumah sakit ini. Wajahnya yang ramah dengan polesan bedak bayi tidak membuatnya terlihat mencolok sama sekali di hadapan umum. Karena ia... Ia sama sekali tidak menyukai sesuatu yang bisa membuatnya menjadi mencolok.

Tapi sayang, pertemuannya dengan seorang cowok paling disegani di sekolah beberapa bulan lalu benar-benar merubah segalanya. Dari gadis yang tak pernah dianggap nampak oleh semua orang, menjadi gadis yang selalu dijadikan pusat perhatian. Sekarang namanya dikenal. Siapapun yang mengenal namanya pasti akan langsung mengaitkannya dengan Argan. Si dingin idaman banyak hawa yang hanya untuk mendapatkan lirikan matanya saja rasanya seperti sesuatu yang tak akan pernah menjadi nyata.

Argan yang selalu dipandang luarbiasa dan ia yang selalu dipandang sebelah mata. Layaknya seorang pangeran dan juga pelayan. Yah, setidaknya itu yang berada di dalam pemikiran setiap orang. Memangnya mau bagaimana lagi? Ia hanya gadis biasa. Ia bukan si gadis juara satu disekolah. Ia bukan primadona sekolah yang selalu menjadi pusat perhatian. Ia juga bukan bintangnya sekolah dengan berbagai prestasi yang diraihnya. Ia hanyalah ia. Lara Alanistha. Gadis biasa yang bisa tersenyum dengan hal yang sederhana.

"Lho, kamu pagi-pagi kesini? Enggak sekolah?"

Baru saja membuka pintu, Lara sudah disuguhi pertanyaan Ayahnya yang terlihat terkejut dengan kedatangannya kesana.

Gadis dengan senyum sehangat mentari pagi itu menaruh tote-bag yang dibawanya di atas meja lalu duduk di kursi di samping ranjang ayahnya. "Aku sekolah. Sebentar lagi berangkat, aku cuma mau nganterin makanan buat ayah." Jawabnya.

"Dari Dara?" Tanya Hendra.

Lara tidak menjawabnya. Gadis itu hanya tersenyum kikuk.

"Ayah mau sarapan sekarang? Atau mau makan buah dulu? Aku juga bawain buah." Tawar Lara.

"Ada buah juga?"

Lara mengangguk, "ada, ayah mau?"

"Ayah mau apel,"

"Bentar aku potongin ya."

Lara mengambil pisau buah yang terdapat di dalam keranjang buah hadiah dari Marcell kemarin. Dengan hati-hati ia mengupas kulit buah berwarna merah itu.

Hendra memperhatikan wajah putrinya. Baginya Lara adalah gadis yang sangat baik. Berbeda dengan Larissa yang selalu ingin terlihat mencolok, Lara justru selalu terlihat sederhana. Larissa memang putri kandungnya, tapi entah mengapa ia lebih menyayangi Lara. Sikap Larissa yang materialistis seperti Dara membuat Hendra tidak begitu menyukai tabiat putrinya yang selalu rela berbuat apapun demi mendapatkan apa yang ia inginkan.

"Oh ya, Lara, ayah mau nanya. Marcell itu beneran pacar kamu?" Tanya Hendra saat teringat tentang kejadian kemarin.

"I-iya," jawabnya kikuk.

"Kamu suka sam—"

"Ayah, kayaknya aku mau berangkat sekarang, deh, udah jam setengah tujuh lewat soalnya, takut terlambat," Lara memotong cepat. Gadis itu memberikan piring berisi apel yang telah ia potong kepada Hendra.

"Ya udah. Hati-hati ya dijalan," pesan Hendra ketika Lara menyalaminya.

Brakk!

Lara menghentikan langkahnya ketika suara seperti benda jatuh terdengar dari dalam kamar mandi. Ia memutar balik tubuhnya hendak memeriksa tapi ditahan oleh Hendra.

"Kamar mandi di dalam rusak, lagi diperbaiki sama petugas," kata Hendra.

Lara mengernyitkan keningnya, "lho, kapan rusaknya? Perasaan kemarin malam aku pake masih bisa,"

ARGAN [END]Where stories live. Discover now